Cerita 13 :: Pertama Kali Bercengkrama

Mendengar suara yang sangat familiar baginya, Tabinda tidak berani barang sedetik pun menoleh. Ia masih membelakangi orang itu, padahal sejak Januari datang, Tabinda sudah memasrahkan segalanya. Bahkan jika mereka tidak bisa mengobrol, Tabinda tidak masalah. Karena ia benar-benar tidak bisa berhadapan dengan cowok itu. Jantungnya bahkan berdetak lebih kencang di detik pertama ia mendengar suaranya. Bahkan sampai sekarang, kendati ia tidak bersuara apa-apa, Tabinda bisa mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.

"Beneran nggak inget aku?" Suaranya kembali terdengar. Lalu beberapa detik setelahnya, cowok itu duduk tepat di samping Tabinda yang masih bergeming.

"Kenapa?"

Januari masih bersuara. Mencoba membujuk Tabinda untuk berbicara padanya. Sedangkan Tabinda masih membeku. Situasi seperti ini sama sekali tidak pernah terbesit di dalam pikirannya. Ia bahkan sudah merelakan segalanya berlalu begitu saja. Tabinda bahkan mengira kalau Januari tidak akan mengingatnya, atau cowok itu justru bersikap pura-pura melupakannya. Karena jujur, sejak awal datang, Januari sama sekali tidak melihat ke arahnya. Maka dari itu, Tabinda berasumsi bahwa Januari tidak akan sudi berbasa-basi dengannya. Lagi pula, untuk apa?

Lalu dengan lirih dan suara bergetar, Tabinda bertanya. "Ngapain ke sini?"

Suara tawa Januari terdengar. Tawa yang tidak pernah Tabinda bayangkan sebelumnya ia akan mendengarnya kembali.

"Nyamperin mantan lah. Buat apa dateng ke acara reuni kalau bukan buat ketemu masa lalu?"

Kalimat yang cowok itu layangkan membuat Tabinda kembali bergeming. Ternyata Januari juga berpikiran hal yang sama dengannya. Cowok itu juga berpikir kalau ia akan datang ke acara ini dan bertemu dengannya. Jelas itu tidak salah, memang sejak awal tujuan Tabinda adalah untuk bertemu dengan cowok itu.

"Buat apa ketemu masa lalu?" Tabinda kui pertanyaannya ini bodoh sekali, karena ia bahkan berada di posisi yang jauh di atas Januari level kebodohannya. Tapi sungguh, berhadapan dengan cowok ini setelah sekian lama seolah membangkitkan perasaan yang selama ini ia pendam sendiri.

"Buat apa? Aku juga nggak tahu buat apa. Tapi yang pasti, kamu adalah alasan utama aku datang ke sini."

Mendengarnya jelas membuat Tabinda terkejut. Mengapa Januari juga melakukan hal yang sama sepertinya? Mengapa cowok itu juga berpikiran kalau alasan utama ia datang ke sini adalah Tabinda. Kenapa? Apa alasannya? Ada banyak pertanyaan yang kini berkecamuk dalam kepalanya. Tetapi Tabinda tidak yakin apakah ia akan mengutarakan semua itu. Ia tidak yakin perasaannya akan baik-baik saja setelah mengetahui alasan Januari melakukan semua hal ini. Ini jelas sangat berbahaya bagi perasaan yang Tabinda pelihara sejak dulu.

"Apa alasannya?"

Tabinda bisa melihat dari ujung matanya, kalau Januari saat ini menatap ke arahnya. Berbeda dengan Tabinda yang memang sejak awal tetap pada pandangan di depannya. Ia masih belum berani buat menatap Januari dengan jarak sangat dekat seperti ini. Jantungnya tidak sanggup untuk terus memompa dengan waktu lebih cepat.

Namun sebelum Tabinda sempat memikirkannya, Januari meraih pipinya, lalu membuat Tabinda menoleh tepat di hadapan Januari. Cowok itu tersenyum lebar, senyum yang sama yang pernah Tabinda lihat di masa mereka kasmaran.

"Kalau ngomong tuh, lihat wajah orangnya." Sembari tersenyum begitu, Januari belum melepas genggaman lembut jemarinya pada pipi Tabinda.

Untungnya Tabinda cepat tanggap, ia segera menepis tangan Januari, lalu kembali menoleh ke depan. Tolong jangan melakukan hal-hal aneh lagi karena Tabinda tidak akan sanggup melakukannya.

"Apaan, sih. Nggak boleh pegang-pegang. Kamu bukan siapa-siapa."

"Apanya bukan siapa-siapa. Aku satu-satunya mantan kamu."

Tabinda semakin membeku. Bagaimana bisa Januari tahu kalau cowok itu adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih titel sebagai mantannya. Siapa yang berani membocorkan hal seperti ini pada Januari? Arin? Tidak mungkin, gadis itu saja baru tahu beberapa waktu yang lalu kalau Januari akan datang.

"Kenapa? Apa yang aku bilang salah? Padahal cuma nebak doang."

Sialan Januari!

Tabinda bahkan sudah menduga hal-hal yang tidak-tidak dan dengan gampangnya cowok itu bilang kalau ia hanya menebak-nebak?

"Kamu mau tau kenapa alasan aku bilang kayak tadi? Pengen tahu pasti, ya, kan? Aku kasih tau kalau kamu kasih nomermu."

Ya Tuhan, bukan ini yang Tabinda maksud. Ia tidak pernah menyangka kalau Januari bahkan masih sama. Caranya menggoda Tabinda masih sama seperti pertama kali mereka kenal dan dekat. Bagaimana ini bisa terjadi? Padahal Tabinda sudah menebak kalau cowok ini akan sangat berubah dan bahkan tidak akan ia kenali lagi. Tapi ternyata, tidak ada yang berubah dari Januari. Atau sebenarnya ada, hanya saja Tabinda tidak mengetahuinya.

"Nomerku ada di grup. Kamu cari sendiri aja."

"Nggak mau. Maunya langsung dari kamu."

Ya, beginilah cara Januari menarik hatinya dulu kala. Dengan godaan kecil seperti ini, Tabinda sudah bisa tersipu malu. Bahkan sekarang. Kendati tidak tahu apa yang menjadi maksud dibalik semua yang Januari lakukan padanya saat ini, Tabinda masihlah sama. Apalagi dengan perasaannya yang juga masih sama.

"Aku kasih tahu, tapi kamu harus jawab hal ini."

🌸🌸🌸

25 Januari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top