Ucapan yang berguna

Beberapa menit yang lalu...

Api unggun yang berkobar dengan tenang, menemani beberapa remaja yang tengah memakai seragam khusus untuk menunaikan kewajibannya.

Langit malam yang sedikit berawan itu masih dapat menampilkan beberapa bintang yang berbeda warna di beberapa titik.

Dania, gadis itu tengah duduk di kumpulan dedaunan kering, terdiam.

Gadis itu menghadap ke atas. Entah apa yang sedang dia pikirkan karena ekspresinya yang kini tertutup oleh topeng itu. Lalu dengan cepat gadis itu menunduk.

Perlahan jari jemari gadis itu terkait, dia bermain dengan kukunya. Gadis itu menghela nafasnya.

Gadis itu kemudian menghadap ke depan, menengok kanan dan kiri. Seperti memeriksa keadaan teman-teman satu grup jaganya hari ini.

Ada yang sedang memanaskan ujung tombaknya dengan api unggun itu. Ada yang sedang berbincang, ada juga yang kini menuju ke arah Dania duduk saat ini.

Orang itu kemudian ikut duduk di samping Dania, lalu menoleh ke arah gadis itu.

"Sudah dapat petunjuk?" tanya Dania.

Orang itu menggeleng.

"Sayangnya para penjaga hari ini tidak ada yang memiliki kemampuan khusus untuk mendengar maupun melihat hal-hal yang kita curigai itu, Dan."

Angin berhembus pelan, membuat keadaan semakin sepi. Walaupun begitu pembicaraan tetap berlanjut.

"Aku tau, Guru Wirya juga telah mengatakan sesuatu tentang desa yang ada di bawah padepokan ini."

Orang itu menggangguk.

"Benar, walaupun begitu, untuk melihat keanehan itu secara langsung, bukankah perlu keterampilan khusus?"

"Ya, lalu mengapa guru menyuruh kita untuk berjaga hari ini? Jadwal kita di ganti oleh kelompok kemarin, komposisi grup hari ini sangatlah tidak cocok untuk berjaga dan mengawasi kasus itu," ujar Dania memutar pelan ujung tombaknya di tanah, membuat lubang disana.

"Kamu benar Dan, aku lupa, kapan hari dimana Guru Wirya mengatakan tentang desa itu?"

Dania mengangkat kepala, sepertinya dia sedang berfikir.

"Entahlah, 1 bulan yang lalu?"

"Begitu, aku ingat waktu bersamaan dengan pembicaraan itu, beliau juga mengatakan kita akan kedatangan murid-murid yang bisa cukup bertalenta dan mungkin diantara mereka ada yang berhubungan dengan apa yang beliau jelaskan, tetapi dengan keadaan seperti saat ini? Bagaimana bisa? Bahkan perkembangan potensi mereka masihlah jauh," jelas orang tersebut.

Dania terdiam sejenak,
"Soal itu...."

Kemudian dia mengulang kembali ingatan dimana saat malam perekrutan itu, dia sempat beradu mulut dengan gadis itu.

Sesaat setelah dia menyentuh kening gadis tersebut, dia merasakan aura yang kacau. Dania mengira gadis itu memiliki masa yang berat sampai pada akhirnya, mata gadis yang ada dihadapannya itu sedikit bersinar membuatnya terkejut dan tidak sadar bahwa tangannya telah dihempas oleh gadis itu.

"Apa orang yang dimaksud oleh guru adalah Hazel?!" Pikir Dania.

Kwakk!!kwakkkk!!!

Beberapa burung kini keluar dari sela-sela pohon itu, menimbulkan suara gerumbulan yang berisi, membuat semua penjaga menghadap atas kebingungan.

Lalu disusul dengan suara teriakan dari dalam hutan.

Hal itu membuat semua penjaga yang ada di sekeliling api unggun itu berdiri dengan terkejut dan mempersiapkan posisi serta alatnya masing-masing.

Karena Dania dan temannya saat itu duduk di posisi yang paling dekat dengan arah masuk kedalam hutan, maka mereka mendengar suara itu paling jelas.

"Dan.."

"Shhh!!" Dania mengisyaratkan semua untuk diam, lalu menengok ke arah belakang untuk melihat bahwa semua penjaga telah di posisi siaga saat itu.

Kemudian pandangan gadis itu kembali ke arah dalam hutan.

Mereka kembali dikerjutkan dengan suara beberapa orang berlari. Dania memperkirakan kira-kira dua orang?
Suara itu semakin mendekat.

Dania maju mempersiapkan tombaknya, memberikan tanda jari yang menginstruksikan semuanya untuk bersiap kepada orang di belakangnya.

Orang itu mengangguk dan dengan tegas,
"Bersiap! Semua!"

"Baik!" Ucap para penjaga itu serempak.

Suara itu perlahan semakin keras, kini ditambah dengan suara dari nafas yang tersengal-sengal.

Tunggu sepertinya ini bukan makhluk aneh.

"Tahan!!" Ucap Dania sambil merentangkan tangan kirinya untuk menahan pergerakan para penjaga yang lain.

Wujud itu mulai terlihat. Dua orang remaja perempuan berbaju tidur tengah berlari demi hidup dengan cepat. Seperti tengah dikejar sesuatu.

"Siapa mereka?" Urat kening Dania mulai muncul.

"Kenapa bisa ada yang keluar di waktu selarut ini?" Ucap orang di belakang Dania.

Dua remaja yang tengah berlari itu makin dekat dengan penjaga-penjaga itu.

Dengan teliti Dania memeriksa wajah mereka, dia mengenal salah satunya.

"Hazel?!"

Dengan cepat Kedua remaja itu keluar dari hutan, Hazel menabrak tubuh Dania dan membuat keduanya terjatuh. Dania terkejut bukan main, dia melihat ke arah tubuh gadis itu yang kini ada di atas tubuhnya.

Sesaat kemudian Dania dengan cepat menggeser paksa tubuh Hazel dari sana.

"Cepatlah menyingkir!"

Hazel dengan nafas yang masih tersengal-sengal kini terduduk dan menunduk.

Dania kini berdiri sepenuhnya, dia menahan amarahnya. Mencoba bertanya ke arah orang yang berlari bersama Hazel.

"Siapa namamu?"

Gadis itu menelan ludahnya kasar kemudian menjawab pertanyaan Dania.

"Ajeng."

"Apa yang kalian lakukan di tengah malam seperti ini? Apa kalian ingin mati?"

"Kami hanya berjalan sebentar menuju hutan."

"Hanya?"

Ajeng terdiam.

Dania kini menghadap ke arah Hazel yang sepenuhnya telah berdiri.

Dengan cepat Dania menarik lengan Hazel dan melihat bekas luka memar sedikit berdarah di pergelangan tangan kirinya.

Dania membuang tangan itu, menoleh ke arah Hazel dan Ajeng.

"Kalian...sebenarnya apa yang sudah kalian perbuat?"

"Kami baik-baik saja, Dania," ucap Hazel.

Suara itu bergema di telinga Dania, membuat darahnya mendidih.

Dania berjalan semakin dekat ke arah Hazel, lalu telunjuknya mendorong pelan kening Hazel.

"Lalu bagaimana kamu menjelaskan luka di pergelangan tanganmu? Dan lagi kenapa kamu bisa tau, jika aku adalah Dania, apa kalian menguping?"

Hazel terdiam meremas tangannya sendiri.

"Jawab!" Teriak Dania, membuat Ajeng terkejut bukan main.

"Aku tidak sengaja mendengarnya saat kamu baru kembali dari dalam hutan, maka itu aku bisa tau jika itu kamu. Lagipula siapa yang tidak ingat dengan suaramu."

Dania terdiam mendengar penjelasan dari Hazel, namun sesaat kemudian, dia menarik kerah baju tidur Hazel, membuat tubuh Hazel sedikit tertarik ke atas.

"Musuh juga bisa mengganti suara dengan apa yang target ingat, apa kamu lupa dengan pembelajaran itu?"

Setelah itu mata mereka saling bertemu, walaupun Dania memakai topeng, tapi tatapan keduanya sama-sama seperti mengetahui dimana letak fokus mata masing-masing saat itu. Mereka sedang bertengkar.

"S-sudahlah, Dan," ucap orang yang berbicara bersama Dania tadi.

"Benar kak, ini semua akan dilaporkan kepada kepala pondok asuh. Jika itu bisa langsung teratasi, maka pertengkaran pun tidak perlu."

Setelah mendengar beberapa nasihat itu, Dania mengendurkan cengkeramannya terhadap kerah gadis itu. Lalu melepasnya dan berbalik. Meninggalkan Hazel yang terdiam menunduk.

"Kamu tidak bisa mengabaikannya juga bukan, Dan?"

Langkah kaki Dania terhenti, lalu Hazel melanjutkannya.

"Kalau tidak salah kamu juga baru saja kembali dari dalam hutan itu, apa kamu tidak penasaran dengan hal itu juga?"

Dania terdiam, masih menghadap ke arah yang berlawanan.

Hazel mengusap keningnya, sedikit tertawa kecut.

"Hah...apa yang aku pikirkan, seorang perwakilan pondok asuh dengan reputasi tinggi tidak akan membuang waktunya untuk memikirkan tentang hal ini bukan?"

Dania berbalik arah menghadap dimana Hazel berdiri, tetap terdiam.

"Baiklah, laporkan saja aku, aku tidak peduli, namun ini sudah menjadi naluri alami manusia untuk penasaran dengan hal aneh, maka perbuatanku seharusnya tidak salah, kamu juga pasti pernah mengalami fase ini bukan?"

Dania berjalan ke arah Hazel.

"Hanya manusia bodoh yang tidak memiliki motivasi dan tidak penasaran akan hal-hal disekitarnya," ucap gadis yang tengah berjalan mendekat ke arah Hazel.

Plakk!!!!

"Hazel!" Pekik Ajeng.

Semua orang disana terdiam terkejut, Begitupun dengan Hazel yang kini terdiam dan perlahan meraba bagian pipinya yang sakit itu. Permukaan pipi itu terasa panas.

"Namun, aku tidak sebodoh dirimu," ucap Dania setelah memasukkan tangannya ke dalam saku seragam itu.

Hazel menghadap ke arah Dania, keningnya mengerut, wajahnya merah padam.

"Penasaran dengan desa di bawah padepokan ini? Semuanya pasti penasaran."

Perlahan gadis itu membuka topengnya.

"Lalu apa yang membuat mereka masih belum menelusuri misteri itu? Sekarang aku bertanya, kenapa manusia diberikan otak?"

Dania menjentikkan jari telunjuknya di kening Hazel, membuat kening gadis itu merah, sakit.

"Manusia diberikan otak untuk berusaha memikirkan solusi terbaik yang dapat meminimalisir kerugian maupun pengorbanan dari apapun dan siapapun."

Hazel kini sepenuhnya mendengarkan gadis dihadapannya.

"Apa yang kalian pikirkan saat pergi ke dalam hutan? Apakah kalian sudah sangat yakin dengan kekuatan kalian sehingga kalian bisa dengan percaya diri melawan segala halangan baik dari makhluk kasat mata maupun apa saja yang kalian temui disana? Seharusnya kalian sadar diri."

Dania membalikkan tubuhnya berjalan menjauhi Hazel dan Ajeng.

"Jika kalian ingin segera bisa diakui untuk pergi memeriksa misteri itu, kembangkan diri kalian, aku tidak mengira kalian akan dengan mudahnya mengerahkan nyawa kalian untuk sesuatu yang belum kalian rancang dengan baik,"

Dania menghela nafas,
"Kalian benar-benar ceroboh."

Kemudian seluruh petugas penjaga di sana, berpencar ke arah lain, lalu beberapa diantaranya memerintahkan Hazel dan Ajeng untuk pergi ke pondok pengobatan, untuk mensterilkan luka yang tergores di lengan Hazel itu.

"Ayo Hazel."

Namun, saat Ajeng menarik lengan gadis tersebut tarikannya tertahan. Hal itu membuat Ajeng menoleh ke belakang.

Hazel dengan mata berbinar, menatap arah perginya Dania, lalu tersenyum seakan berterimakasih terhadap ucapan gadis yang sempat menamparnya beberapa menit yang lalu.
__________________________________
Thanks for reading!
-Delzy1

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top