Tekad dan Rencana

Seseorang menepuk pipi Hazel lembut.

"Hazel!"

Gadis itu menggeliat lemas di atas kasurnya lalu terdiam. Kemudian pundak Hazel di guncang-guncang. Akhirnya gadis itu terbangun dari tidurnya. Mencoba mengusap matanya dan mengerjapkannya beberapa kali.

"Hazel, Cepatlah bangun! kita harus segera pergi dari sini!"

Suara itu terdengar familiar...

Hazel kemudian membuka lebar matanya. Namun, bukanlah pondok tempat dia bermalam yang dia lihat.

Tunggu mungkin ini benar tempatnya, namun hawa panas itu serasa langsung merasuk ke tulang belulang Hazel. Gadis itu membelalakkan matanya melihat ke berbagai arah di pondok itu.

Api besar itu merambat dari jendela pondok lalu memenuhi satu ruangan pondok itu. Membuat jarak pandang gadis itu terbatas, karena tertutup asap dari api yang membakar tempat tersebut.

Bagaimana.... bagaimana bisa tempat ini dipenuhi oleh api yang berkobar dengan ganas.

Hazel kembali menoleh ke kanan dan kiri, panik. Dimana semua orang?

Sesaat setelah gadis itu kebingungan, tangan itu menarik tubuh Hazel, mencoba membawanya pergi dari sana.

Dengan terpontang-panting Hazel segera berlari walaupun bantalnya itu terjatuh. Ah, sudah tidak ada waktu untuk memikirkannya. Namun, siapa yang kini bersamanya? Ajeng? Apakah itu kamu?

"Ajeng..bagaimana bisa seperti ini?!" Teriak gadis tersebut tidak mengerti sambil terus berlari menghindari reruntuhan kayu yang rapuh karena api yang terus merambat.

Sejak kapan kebakaran ini terjadi? Kenapa dia tidak merasakan apapun dan malah tertidur pulas ditengah bencana yang kini melanda tempat mereka.

Ajeng tetap menarik pergelangan tangan Hazel erat, mencari celah untuk keluar dalam kubangan api itu. Mereka sungguh harus berhati-hati atau api tersebut bisa menelan mereka hidup-hidup.

Ajeng menggelengkan kepalanya,
"Aku tidak tau, aku juga baru terbangun dan keadaannya sudah sekacau ini." Teriaknya dengan nada yang bergetar.

Hazel mencoba melihat raut muka gadis itu dan merasa bersalah seketika saat melihat gadis yang menuntunnya kini banyak meneteskan air mata.

Jalanan begitu berliku untuk pada akhirnya sampai pada halaman pondok, namun gadis itu bingung, dia tidak melihat yang lain apa mereka sudah berhasil kabur sebelum kebakaran ini terjadi?

"Ajeng? Bagaimana dengan yang lain?!"

"Aku tidak tau, mereka terpisah dengan kita Hazel!"

Gadis itu tersentak, bagaimana dengan Liam? Reza? Dan seluruh teman-teman mereka yang lain?

Hazel mencoba melepas pergelangan tangan Ajeng.

"Hazel, kita harus keluar! Apa yang kamu lakukan! Kamu mau kemana?"

"Pergilah terlebih dahulu."

Gadis itu berlari di tengah kobaran api yang semakin membesar, mencoba mencari kamar maupun ruangan lain yang belum terjamah api, walaupun rasanya itu tidak mungkin.

"Kumohon, semoga kalian sudah keluar dari sini."
__________________________

Sinar mentari kembali masuk ke dalam pondok tersebut.

Gadis itu mengerjap, mencoba mengumpulkan nyawa. Keringat itu membasahi kepala dan lehernya. Membuat rambutnya basah juga karenanya.

Setelah mencoba tersadar dan melihat keadaan sekitar, Hazel terduduk mendongak lalu melihat jendela transparan yang memperlihatkan langit biru tua-ke biru muda.

Swing .....

Gadis itu menggigil, berusaha memeluk dirinya sendiri sembari mengusap cepat pundaknya yang kedinginan.

Gadis itu memejamkan mata, mengernyitkan keningnya.
"Bagaimana aku bisa terlelap dengan suhu sedingin ini tadi malam."

Kemudian gadis itu beranjak dari kasur, menengok ke arah atas, melihat jam yang terpampang di samping kasur-kasur tingkat pondok itu.

4.45

Baiklah, sudah tidak ada waktu lagi untuk tidur.

Hazel berjalan pelan, kemudian menoleh ke atas kasur tingkatnya, melihat Ajeng sedang tertidur pulas dengan rambut yang amburadul.

Hazel mendekatkan dirinya ke telinga Ajeng, sedikit menjinjit, kemudian membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.

"Ajeng, bangun jeng, udah telat." Lirih Hazel.

Mata Ajeng seketika terbuka lebar, dia segera terduduk dan turun dari kasur tingkat dengan panik. Hal itu jelas membuat Hazel menahan tawanya dalam diam, cukup, dia sakit perut.

Setelah itu Ajeng berhenti tepat di depan pintu pondok, menyadari sesuatu yang keliru. Gadis itu menengok ke kanan dan kiri.

Semua orang disana masih tertidur pulas, Ajeng kembali menoleh ke arah gadis yang membangunkannya tadi, mengernyitkan dahi.
"Hazel, aku kira ini sungguhan..." Ucap Ajeng lalu mengusap-usap matanya yang berat.

Hazel tertawa kecil lalu membuka lemari yang ada di sebelah kasur tingkatnya, menemukan beberapa peralatan mandi dan beberapa helai baju ganti.
"Tapi memang benar, ini sudah mau jam lima, kamu yakin ingin melanjutkan tidurmu? Lebih baik bersiap terlebih dahulu."

Ajeng berjalan mendekat, tersenyum jail.
"Oh...bilang aja kalau takut pergi ke kamar mandi sendirian kan?"

Hazel menggeleng tersenyum sambil menunjuk ke arah lemari dan berjalan meninggalkan tempat tersebut.
"Tuh giliranmu ambil, aku mau bangunin yang lain."

Setelah itu mereka bersama-sama berjalan menuju depan pondok. Disana terdapat rak berisi sandal dari kulit yang berjajar rapi sebanyak 12 pasang. Ketika menoleh ke arah lain, mereka terpukau dengan keindahan dari tempat ini.

Pohon-pohon yang tinggi menjulang itu menutupi danau yang berada jauh dari tempat pondok mereka berada. Namun mereka masih bisa melihat semburat jingga kekuningan yang berada di ufuk timur itu. Pantulan sinarnya ada di bening airnya, tetapi air itu masih gelap biru tua. Hazel tidak tau seberapa dalam danau tersebut.

Angin pagi yang berhembus membuat hati mereka tenang, sambil berjalan menginjak beberapa dedaunan kering yang berserakan di tanah. Jarak dari pondok dan kamar mandi itu tidak cukup jauh, karena memang dari informasi yang mereka dapat setiap pondok akan mendapatkan fasilitasnya sendiri.

Hazel merasa senang dengan itu karena mereka tidak harus berbagi tempat dengan siswa pondok lain.

Saat mereka berdua berhenti di depan "kamar mandi" itu Gadis tersebut mulai mengerutkan dahi dan melihatnya seperti gubuk berbilik.

Mereka berdua merasa ragu ketika hendak masuk kedalam. Bangunan dari kayu yang sedikit usang, dedaunan dimana-mana, sedikit kotor dari luar. Apakah di dalam baik-baik saja? Bagaimana jika serangga memenuhi toilet maupun wastafel saat mereka sedang mandi?

"Ah...aku pikir ini menakutkan. Apa aku tidak perlu mandi saja?" Pikir Hazel.

Namun, badannya sudah benar-benar gerah, dia merasakan lengket dimana-mana. Saat inilah dia membutuhkan air untuk membasuh tubuhnya yang kotor itu.

"Hazel, masuk duluan deh, takut ada serangganya." Ucap Ajeng kemudian bersembunyi di belakang tubuh Hazel, lalu mendorong tubuh gadis itu pelan.

"Lah, tadi yang nuduh takut ke kamar mandi siapa?" Ucap Hazel tersenyum jahil.

Kemudian Ajeng menyatukan tangannya, berniat untuk meminta maaf, sementara Hazel menghela nafas dan menyiapkan dirinya untuk berjalan perlahan ke dalam gubuk itu.

Ketika pintu kamar mandi itu dibuka, decitan itu terdengar luar biasa keras. Bahkan Hazel dan Ajeng berfikir kalau suaranya akan menggema sampai kamar mandi terakhir yang ada di pojok.

Namun, berbeda dengan tadi, ekspresi mereka berubah. Kepala mereka malah mengangguk, mengagumi kebersihan kamar mandi itu dari dalam.

Wangi dari lantai dan sabun dari dalam membuat mereka sumringah. Tidak ada debu, maupun sarang laba-laba sedikitpun disana. Lalu ada 4 bilik kamar mandi di dalamnya, masing-masing memiliki bak mandi yang terbuat dari keramik, tembok berwarna putih, dan penerangan yang cukup.

"Wah, memang benar kata orang kalau jangan menilai sesuatu dari sampul luarnya saja. Tempat ini bahkan lebih bagus daripada yang aku imajinasikan lima menit lalu." Celoteh Ajeng kemudian berjalan masuk ke salah satu bilik mandi disana.

"Aku mandi duluan yah?" Ucap Ajeng menengok ke arah Hazel yang berjalan ke arah wastafel.

Hazel mengangkat jempolnya kemudian menyalakan kran wastafel itu.

Dengan cepat Hazel membasuh mukanya beberapa kali dengan air. Membuat kerah bajunya basah karena air yang mengalir dari basuhan mukanya tersebut ke leher.

Setelah itu, Hazel menutup air kran, lalu menutup wajahnya dengan telapak tangan. Merasakan dinginnya air itu sambil berfikir tentang kejadian-kejadian yang telah dialaminya.

Hazel kemudian menoleh ke arah pantulan bayangannya di cermin. Menatap mata bayangannya itu dalam-dalam. Entah mengapa, Hazel merasakan dejavu.

Mari mengingat, kalau Hazel tidak salah beberapa hari lalu dia juga melakukan hal serupa di kamar mandi sekolahnya. Bersama Reni, ah tunggu bukan Reni, lebih tepatnya "radar" dari ayahnya itu. Namun keadaannya saat itu memang sangat kacau. Dia bahkan pernah diceritakan oleh Reni, bahwa ia ditemukan berdiri di atas green house atap sekolah. Sungguh hal itu membuatnya bingung ketika akhirnya dia tersadar di ruangan kesehatan.

Cukup banyak yang sudah dialami gadis itu untuk sampai di tempat ini. Mulai dari awal ayah dan Tantenya mengetahui pertemuan Hazel dan Liam dengan Bahuwirya Cakrasugaha, usaha ayahnya untuk tidak membiarkan mereka kabur, pembicaraannya dengan Reza, bahkan kejadian di mobil itu. Sungguh tidak bisa Hazel memahaminya satu persatu sampai sekarang.

Bagaimana waktu itu terasa cepat, sesuatu berubah dengan drastis, dalam hanya beberapa bulan. Dia hampir mengetahui semuanya, terkecuali dengan perkumpulan yang ayah Hazel dan Reza ikuti, sehingga mereka harus mengikuti pelatihan di padepokan ini.

Tangan Hazel mengetuk sisi pinggir wastafel, memutar otaknya keras. Kalau dia ingin mengetahui segalanya, dia perlu menguasai potensinya. Lalu mengomunikasikannya dengan Tuan Wirya yang sepertinya tau tentang masa lalu keluarganya.

Namun, karena sekarang pondoknya masih berbeda, dia perlu belajar dengan giat untuk bisa masuk kualifikasi dari pondok Bahuwirya itu. Dia perlu menunjukkan pengembangan potensinya agar dia bisa diterima dan tuan Wirya bisa menjadi guru asuhnya.

Hazel benar-benar butuh informasi dari beliau. Setidaknya dia bisa tau motif dan segala hal yang membuat keluarganya bisa terkait dengan kutukan perkumpulan sesat itu jika bertanya kepadanya.

Hazel mengepalkan tangannya kuat.

Kemudian gadis itu menoleh ke arah jam tangannya. Lalu melihat gadis seusianya satu persatu masuk ke dalam bilik kamar mandi untuk menyegarkan diri mereka. Gawat! Dia terlalu lama!
"Ah, aku harus segera mandi!"

Ajeng kemudian menyaut dari dalam kamar mandi,
"Hazel, apakah kamu tidak mencium bau terbakar?"

Hazel kemudian berjalan ke bilik kamar mandi sebelah Ajeng lalu mengernyitkan dahinya bingung. Lalu mencoba mengendus aroma sekitar beberapa kali.

"Aku tidak mencium bau apapun kecuali wangi dari sabun kamar mandi."

"Aku serius, aku baru saja mencium aromanya, apa itu ada di luar?"

Hazel kemudian menutup biliknya dan bersiap untuk mandi. Dia masih bisa mendengar ucapan Ajeng karena bilik ini tidak memiliki penutup diatasnya sehingga suara mereka bisa terdengar dengan jelas.

"Mungkin saja."

06.00

Semua murid berkumpul untuk melaksanakan pelatihan hari pertama mereka.

Tiga guru perwakilan dari masing-masing tempat pelatihan dikirimkan untuk melatih peserta didik baru.

"Baik semua, selamat pagi, hari ini adalah pelatihan pertama kalian, seperti yang sudah disampaikan kemarin. Yang akan membimbing peserta didik baru adalah ketiga perwakilan masing-masing pondok resmi di padepokan ini. Saya persilahkan para perwakilan untuk maju dan memperkenalkan diri sekarang." Ucap Pak Danang.

Hazel hampir saja membuat muka kesal ketika berada di barisan depan kedua belas murid baru itu. Senyumnya sedikit mereda, ketika tau maksud dari "perwakilan-perwakilan" itu.

"Selamat pagi, saya Dimas perwakilan dari Pondok Bahuwirya, salam kenal dan mohon bantuannya semua!" Ucap lelaki itu tersenyum.

Kemudian mata Hazel tertuju tajam pada gadis yang akan memperkenalkan dirinya itu. Dia kembali mengingat malam kemarin, saat nona ini mencoba mempermalukannya di depan umum.

"Kenapa harus perwakilan ini yang menjadi pembimbingnya?" Pikir Hazel mencoba menahan emosi.

Nona itu berdiri di hadapannya sekarang sembari menatap Hazel dengan santai dengan senyum yang terkesan menyebalkan.

Hazel menghela nafasnya kasar, kemudian mengembangkan senyumnya, mencoba menantang tatapan itu dari nona dihadapannya.

"Selamat pagi, saya Dania perwakilan dari pondok Maheswari, salam kenal, semoga kita bisa saling bekerjasama." Ucap gadis itu kemudian kembali ke depan untuk berbaris dengan perwakilan yang lain.

Pelatihan ini akan menjadi hari-hari yang panjang bagi mereka semua.
________________________________
Thanks for reading!
-Delzy1

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top