Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka

Walaupun pria itu sempat menghindar, namun, retakan itu membuat langkahnya terjatuh. Dia terkena sedikit efek dari kekuatan dalam gadis itu, meraba lengannya yang berdarah karena robek.

"Memang anda seharusnya tidak perlu tau," ucap gadis itu kembali mengumpulkan energi tenaga dalamnya.

"Akh.." lirih perih pria itu.

Gadis itu tersenyum kecut, menatap pria itu. Membentuk beberapa pusaran kecil di tangannya dan memutarnya pada telapak tangannya.

Bentuknya runcing bak jarum benang, sekitar lima buah di tiap telapak tangan.

"Anda terlalu meremehkan saya, Anda pikir saya tidak bisa menghabisi anda langsung disini?" Ucap Hazel sesaat sebelum mengarahkan jarum angin itu kepada tubuh pria tersebut.

Syuuutt....

Setelah itu debu semakin bertebaran dimana-mana.

Debu dari tanah halus yang bertebaran itu perlahan menghilang, menampilkan pemandangan yang jelas.

Mata gadis itu melihat ke sekitarnya, karena pria tersebut tidak ada di tempat itu.

"Jangan menghindar seperti pengecut," ucap gadis itu dingin sambil membuka kembali telapak tangannya, bersiap.

Bola mata Hazel bergerak, pupilnya ke kiri dan ke kanan, memutarkan badannya.

Lalu tepat saat Hazel mendengarkan suara seperti sesuatu mendekat.

"Cukup."

Suara berat itu terdengar bersamaan dengan sebuah tangan besar yang menangkup wajah Hazel seluruhnya. Ternyata pria yang sama mendorongnya ke suatu arah.

Hazel berusaha melepaskan, namun cengkeraman tersebut sangatlah kuat.

Angin itu seperti peluit yang menusuk gendang telinga Hazel. Kecepatan itu membuat tubuhnya seakan tidak dapat berbuat apa-apa mengikuti arah dorongan itu.

Sampai akhirnya muka gadis itu seperti di dorong dengan keras ke permukaan keras yang berhasil membuat punggung gadis itu serasa patah menjadi dua.

Brak!!

Gadis itu terjatuh bersamaan dengan batu-batu kerikil disekitarnya.

Rasanya tenggorokannya juga tercekik tadi. Segera, dia meraba daerah lehernya sambil terus terbatuk.

Debu itu mengelilinginya lagi, namun posisinya sekarang dia yang diserang.

"Kamu kira aku juga tidak bisa menyerangmu hanya karena mengetahui bahwa kamu keturunan berdarah yang digadang-gadang menjadi anak hebat itu? TENTU TIDAK!!!" Pria itu memukul gadis itu di daerah perutnya.

Dhuakk!

"Ohokk!!" Batuk gadis itu, kemudian berlari ke samping, menghindari serangan pria itu, mencari tempat yang pas untuk membalas.

Ketika mereka berdekatan, pukulan dan tepisan itu terjadi.

Beberapa kali, pria itu melancarkan pukulan-pukulan maut yang bisa mematahkan tulang manusia. Namun, seperti yang diharapkan, Hazel dapat menahannya.

Walau begitu, energinya tidak dapat menahan memar yang ditimbulkan dari pukulan bertubi-tubi pria itu.

Gadis itu juga mengumpulkan energi, lalu menyerang pria tersebut di arah leher, maupun mukanya.

Intinya mereka sama-sama babak belur.

Sesaat kemudian mereka berdua berhenti dan berdiri di sudut yang berbeda.

Nafas yang tersenggal-senggal, tangan yang lecet, sudut muka yang membiru, serta bibir yang pecah, menjadi bukti keseriusan mereka dalam menyerang.

"Kamu akan terkejut, ketika mengetahui siapa diriku sebenarnya," ujar pria itu.

Hazel memejamkan mata untuk sesaat, lalu membuka tangannya, setelah itu mata Hazelnya mulai terlihat kembali,
"Aku meragukannya."

"Sungguh, aku tidak bercanda," ujar pria itu meyakinkan.

"Aku juga tidak bercanda," balas gadis tak kalah yakin.

Kemudian, sesuatu terjadi pada tubuhnya. Pria tersebut memejamkan mata, asap putih keluar dari tubuhnya, melepuhkan kulitnya.

Hazel yang melihat kejadian itu, lantas terdiam, sambil terus bersiaga.

Kulit pria tersebut seperti berganti warna sedikit memutih, wajah yang juga seperti mencair, namun berganti menjadi yang baru.

"Apa..apa orang ini menyamar?!" Pikir Hazel.

Lalu perubahan itu terus berlanjut sampai asap putih tanda perubahan semakin memudar, yang berarti itu sudah selesai.

Ketika sosok sebenarnya akhirnya terlihat jelas di mata, gadis itu terkejut untuk sesaat.

Namun pandangannya berubah lagi menjadi sayu, tatapannya sendu, seperti kecewa sekali dengan sosok yang dihadapinya sekarang.

Sementara itu, beberapa kilo meter dari tempat Hazel dan pria itu berduel, terjadi kepanikan yang tidak bisa dihindari.

"Ke kiri Bu! Ke arah kiri, tolong berkumpul di titik evakuasi seperti yang telah kami perintahkan!" Tegas Ajeng dengan suara yang menggelegar berusaha mengontrol kepanikan tersebut.

Semua murid padepokan sama-sama sibuk saat ini.

Ada yang bagian mengontrol evakuasi, ada pula yang bertugas ke aula tempat mereka tinggal-yang kini telah berubah menjadi ruang kesehatan untuk mengobati warga yang terluka.

Obat yang diracik sendiri oleh murid-murid padepokan itu harus dapat memenuhi kebutuhan korban yang datang, dengan waktu sesingkat dan warga yang sebanyak itu, bagaimana mereka tidak keteteran?

Peluh membasahi dahi dan leher murid-murid dari pondok Dewandaru yang meracik obat serta mencari bahan baku seadanya di hutan desa ini.

Ajeng yang harusnya bertugas di ranah pengobatan ini, mencoba membantu mengontrol evakuasi karena merasa khawatir dengan teman-temannya yang kewalahan.

Setelah dilihat keadaan sudah mulai terkendali, Ajeng izin meninggalkan tempat kepada Bu Ningrum, kemudian berlari menuju aula untuk segera membantu siswa-siswi Dewandaru yang lain.

Ketika masuk ke aula, gadis itu merasa prihatin akan banyaknya korban desakan maupun yang terkena runtuhan berbahaya itu. Ajeng celingak-celinguk, mana dulu yang harus dia tangani? Semuanya tampak membutuhkan bantuannya saat ini!

"Ajeng! Tolong bagian sini!" Sahut seseorang membuyarkan kebingungan Ajeng.

Dengan cepat, Ajeng berlari menghampiri orang yang menyahutnya,
"Ada yang harus saya bantu?"

"Tolong buatkan herbal yang dapat menetralisir infeksi yang ada pada kaki warga ini, beliau bilang, ini karena sesuatu yang tajam menusuk ke kakinya saat terjadi pertarungan di depan rumah kepala desa, aku yakin ini dari jarum energi yang Hazel keluarkan."

"Benda tajam? Tapi memang selain orang yang memiliki hubungan keluarga dengan sihir, baik itu murni maupun terkutuk maka mereka tidak bisa melihat wujud kekuatan tersebut. Itulah mengapa korban ini merasa kesakitan namun bingung benda apa yang mengenai kakinya saat ini," Pikir gadis tersebut sambil mengangguk lalu berlari ke belakang aula.

Setelah itu, Ajeng menemui beberapa kakak tingkatan yang membawa keranjang berisi daun-daun yang sekilas nampak sama saja, namun di mata seorang murid Dewandaru berpotensi, Ajeng sekali lihat dapat menebak beberapa macam nama daun yang dibawa oleh mereka.

Ajeng berlari, menghampiri salah satu kakak tingkatan itu,
"Permisi kak, saya izin mengambil beberapa lembar daun untuk pengobatan."

Untungnya saja, kakak kelas yang Ajeng ajak bicara ini baik hati, bahkan memberikan saran pada Ajeng tentang racikan obat yang cocok untuk luka akibat infeksi yang terjadi pada korban yang ditangani oleh Ajeng tersebut.

"Jangan lupa selalu bersihkan lukanya terlebih dahulu, karena tidak ada antiseptik disini maka kamu bisa menggunakan air, lalu daun sirih untuk menutupi lukanya setelah kamu beri obat racikanmu," jelas kakak tingkat Ajeng diakhir.

"Baik, terimakasih banyak untuk bantuannya!" Ucap gadis itu membungkuk dan tersenyum, kemudian kembali ke dalam untuk membuat obat racikannya.

Lalu dengan cepat, Ajeng kembali lagi ke aula dalam itu untuk mengobati korbannya.

Dengan hati-hati gadis tersebut menangani dan menutup luka menganga tersebut dengan daun sirih setelah diberi obat. Tidak lupa Ajeng juga mengikatnya dengan tali benang agar daun serta obat didalamnya tidak terlepas saat dipakai jalan.

"Sudah, selesai!" Seru Ajeng.

"Terimakasih banyak, kaki saya sudah tidak seperih tadi," ujar korban yang Ajeng tangani tersenyum.

Ajeng mengangguk kemudian menjelaskan,
"Saya mencampur beberapa bahan, yang bisa membuat perih pada luka kaki anda mereda, selain itu, obatnya juga berfungsi membantu sel untuk proses regenerasi kulit sehingga penyembuhannya berlangsung dengan cepat, dan yang terpenting, bahannya alami jadi tidak ada efek sampingnya secara keseluruhan."

Korban yang sepertinya sudah lanjut usia itu, lantas menepuk tangannya secara pelan sambil tersenyum manis kepada Ajeng.

"Wah sepertinya itu efektif" ujar orang dibelakang Ajeng.

"Tentu saja, Kak," balas Ajeng tersenyum.

"Baiklah, Ajeng, biar aku ambil alih dari sini, kamu bisa beristirahat," ucap kakak tingkat yang menyahutnya tadi.

Kemudian gadis menggangguk dan beranjak dari tempat tersebut. Lalu dia berjalan keluar dari aula pengobatan itu.

Namun tidak lama setelah keluar, betapa terkejutnya Ajeng menemui Tuan Wirya yang berdiri di samping pintu Aula itu, seperti tau kalau Ajeng sedang mencarinya sekarang.

Sesaat Ajeng terdiam, berjalan mendekati Tuan Wirya yang amat disegani itu, mengaitkan kedua jarinya di depan perut. Gugup, apakah ini waktu yang tepat untuk gadis itu bertanya?

Ajeng menghela nafas, dia tidak peduli lagi, ini tentang nyawa Hazel, bagaimana jika Hazel tidak dapat mengimbangi kekuatan pria itu?

Lantas dengan tegas, gadis itu segera bertanya pada Pria disebelahnya yang tampak sangat serius memikirkan sesuatu.

"Kenapa anda berusaha tidak ikut campur dalam pertarungan dari pria itu dan Hazel, Tuan?"

Tuan Wirya terdiam.

"Apa karena Hazel akan menang dalam duel kali ini? Atau karena itu adalah hal yang harus Hazel terima karena bermasalah dengan masa lalunya?" Lanjut gadis itu.

Kemudian mata pria itu menatap ke arah Ajeng.

Tuan Wirya menggelengkan kepalanya,
"Aku tidak membantunya karena beberapa hal, orang itu tidak akan bisa menghabisi Hazel, menyakitinya diluar batas kewajaran,"

Namun, mengapa barusan, Tuan Wirya terlihat seperti berfikir berat sekali. Kira-kira apa yang beliau pikirkan saat ini? Keselamatan Hazel? Masa lalunya? Atau apa?

Oh iya, kalau dilihat, Ajeng tidak mengetahui lokasi Tuan Danang berada sekarang. Dia tidak melihatnya sama sekali di aula kesehatan, apakah beliau pergi mencari obat bersama siswa-siswi yang lain?

"Saya juga tidak bisa membantu Hazel terlebih dahulu, karena saya tidak menyangka, ternyata identitas pelaku yang Hazel lawan saat ini adalah orang yang tidak pernah saya duga dan sangat saya percaya," ucap Tuan Wirya tiba-tiba.

Ajeng terdiam sesaat, namun segera menjawab,
"Saya penasaran dengan sosok asli dari penjahat itu, orang tersebut sepertinya mengerti sekali dengan masa lalu Hazel, bukankah itu sangat berbahaya, dia seperti penguntit yang tahu segalanya, ditambah lagi orang itu bisa energi dalam."

Gadis itu kemudian menekuk alisnya, memikirkan sesuatu, sampai akhirnya pertanyaan dari Tuan Wirya membuyarkan lamunannya.

"Apa kamu melihat Tuan Danang seharian ini?"

"Tidak Tuan, itulah hal yang ingin saya tanyakan kepada anda beberapa menit yang lalu."

Kemudian keduanya terdiam.

Ajeng yang awalnya tidak sadar, kemudian membulatkan matanya, menatap pria disebelahnya dengan tatapan tidak percaya.

"Tidak mungkin," singkat gadis itu.

"Lalu kenapa kamu bisa sampai pada kesimpulan itu?" Tanya Tuan Wirya bersiap pergi dari tempat itu.

"Karena pertanyaan dan gumaman anda di awal yang ambigu!" Balas gadis itu masih tidak percaya.

"Kalau begitu, apa kamu mau melihatnya sendiri?" Tanya beliau sambil berjalan meninggalkan tempat itu, ke arah dimana Hazel dan sosok itu bertarung.

"Tapi...-" Lirih gadis itu.

Ajeng mengepalkan tangannya, dia harus melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, siapa sosok penjahat yang telah mengorek masa lalu kelam Hazel itu.

Beberapa menit berjalan tepat di kumpulan asap padat itu, dua orang yang babak belur itu saling menatap satu sama lain, kali ini, posisi Hazel menduduki tubuh sosok itu yang terlentang, menarik kerahnya, bersiap menghujani tubuh pria tersebut dengan jarum-jarum tajam yang telah terbentuk di telapak tangannya itu.

"Kau bilang akan ragu untuk terkejut ketika tau wujud asliku?" Ucap pria itu, menahan cengkeraman gadis itu terhadap kerahnya.

Gadis itu semula terdiam.

Kemudian Tuan Wirya dan Ajeng datang ke tempat itu,
"Hazel, hentikan perbuatanmu sekarang juga!!" Tegas Tuan Wirya.

Sekilas gadis itu menatap ke arah Tuan Wirya. Namun, kini dengan mata berkaca-kaca. Jujur, Ajeng yang melihat dari samping Tuan Wirya terkejut melihat ekspresi Hazel sekarang.

Hazel berbalik menatap muka pria yang dia serang itu lagi, mencoba menahan isakan tangisnya,
"Karena aku tidak pernah menyangka, kalau orang itu adalah anda, TUAN DANANG!!" Teriak gadis itu tepat di akhir kalimat di depan muka pria tersebut.

Muka itu telah sepenuhnya terdapat bekas tonjokkan yang bahkan membuat kelopak mata pria itu, sulit untuk dibuka.

......

"Aku menyerah," ucap pria tersebut tersenyum kecil di akhir.
__________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top