Tujuh

''Apa lihat-lihat!'' Risa menatap tajam Aksa yang duduk di sofa.

''Siapa yang lihat kamu? Aku cuma lihat pintu kamar mandi.'' Aksa tak bisa menahan perutnya yang terasa kaku. Pada akhirnya tawanya meledak juga.

''Nggak usah ngetawain! Emangnya lucu banget apa!'' Risa kembali masuk ke kamar mandi. Dan, entah untuk yang ke berapa kalinya dia kembali menyikat giginya.

Semua gara-gara janjinya pada Aksa. Laki-laki itu menyuruhnya makan sambal pete, yang seumur hidupnya belum pernah dia makan. Dengan alasan bahwa mengkonsumsi pete bisa berkhasiat sebagai obat kencing manis dan darang tinggi, Aksa terus memaksanya di depan ibu mertuanya.

Suasana kamar sepi. Mereka saling berpandangan. Sebenarnya Aksa bimbang, dia harus tidur satu kamar dengan perempuan cantik dan halal tapi tak bisa berbuat apa-apa. Alih-alih Risa sangat membencinya.

Risa mengerutkan keningnya yang melihat Aksa duduk dan tampak gelisah.

''Kamu tidur di sofa kan?'' tanya Risa. Dia melepaskan ikatan rambutnya, kemudian bercermin sambil tersenyum.

''Hah? Eemm.. Ya di sofa,'' jawab Aksa. Padahal sebenarnya dia sangat ingin tidur di kasur istrinya.

''Baguslah. Aku juga udah ngantuk. Ntar jangan matiin lampunya ya,'' ucap Risa sambil berpura-pura menguap.

''Mana bantal sama selimutnya?''

''Bantal? Selimut? Ingat syaratnya... Jangan sentuh apa pun!'' Risa tersenyum mengejek. Ditepuk-tepuknya sepasang bantal lalu bersiap untuk tidur.

Aksa bangun dari sofa. Dia merasa sangat jengkel pada Risa. Hari ini dia sudah banyak membela istrinya, tapi apa yang dia dapat sekarang? Harus tidur di atas sofa tanpa bantal dan selimut.

''Kamu nggak bisa diajak kerja sama ya. Oke! Kita akhiri aja sandiwaranya.'' Aksa berjalan menuju arah pintu.

''Aksa. Tunggu!''

Secepat kilat Risa turun dari ranjang dan menarik kaus Aksa. ''Kamu ini seperti anak kecil! Dikit-dikit ngadu.'' Risa semakin kuat menarik kaus yang Aksa kenakan. Tak akan dia biarkan Aksa mengadu. Kalau ibu mertuanya sampai tahu bahwa dia dan Aksa tak pernah hidup seperti pasangan suami istri yang sesungguhnya. Dan kalau ayahnya juga sampai tahu, maka akan tamat riwayatnya. Dia akan dipecat.

Aksa menepiskan tangan Risa ketika suara ketukan di pintu terdengar. Mereka saling pandang.

''Ibu??''

Ucap mereka serentak. Siapa lagi yang ada di dalam rumah itu selain mereka bertiga.

''Apa kalian sudah tidur?''

Terdengar suara Bu Halimah dari luar. Aksa sudah memegang kenop pintu namun Risa segera mencegahnya.

''Ngapain sih!! Ibu ada di luar tau!'' marah Aksa.

''Iya, aku tau! Tapi bentar....'' Risa berjinjit, dia memegang kepala Aksa dan mengacak rambutnya hingga kusut. Kemudian dia mengangguk, memberi isyarat pada Aksa bahwa suaminya itu sudah boleh membuka pintu.

''Kanapa, Bu?'' tanya Aksa. Tangannya merapikan rambutnya yang kusut.

Bu Halimah melongo melihat anaknya. Tapi memaklumi karena anak dan menantunya itu masih tergolong pengantin baru.

''Ibu minta maaf.''

''Ngapain Ibu pake acara minta maaf segala?''

''Ibu sudah ganggu waktu kalian berdua. Tapi, ini ponsel kamu kan? Ibu cuma mau antar ini. Tadi ketinggalan di meja makan.''

''Oh...makasih, Bu.''

''Hmm... Sama-sama. Oh iya, Ibu sudah nggak sabar pengen nimang cucu,'' canda Bu Halimah sambil berlalu pergi.

Aksa menutup pintu. Sambil berpikir dia duduk di sebelah Risa. ''Oh, jadi tadi kamu sengaja ngacak rambutku biar Ibu berpikiran yang enggak-enggak ya?''

''Kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti.''

''Nggak ngerti? Sini, biar aku kasih tau... Tadi, kamu mau buat Ibu berpikir kalau kita sedang....'' Aksa mendekat. Matanya menatap tajam pada Risa.

''Se-sedang apa?'' Risa berdebar saat tubuh Aksa semakin merapat padanya.

''Sedang....'' bisik Aksa pelan.

Risa tak berkedip. Tatapan mereka saling mengunci. Tangan Aksa sudah berada di belakang tubuh istrinya, seolah-olah akan memeluknya.

''Sedang nyuri bantal!!'' Aksa tertawa kencang. Dia segera meraih bantal di belakang Risa. Dan segera bangun lalu menuju sofa.

#####

Aksa tak berhenti menguap sambil melangkah menuruni anak tangga. Dia biasa bangun jam 4.30 pagi, tapi pagi ini dia benar-benar terlambat bangun.

Ini semua karena Risa. Aksa tak terbiasa tidur dengan lampu yang dibiarkan menyala. Ditambah dia harus tidur di sofa yang hanya muat setengah badannya saja.

''Ck..ck jam segini kamu baru bangun! Apa Aksa selalu bangun lambat, Sa?'' Bu Halimah bertanya pada Risa yang sedang mengaduk bubur ayam.

''Betul, Bu. Kadang-kadang Mas Aksa itu susah banget dibangunin. Risa pergi kerja aja, Mas Aksa masih tidur.''

Jawaban Risa bagaikan sambaran petir yang membakar hangus tubuh Aksa.

Aksa membulatkan matanya ketika memandang Risa. Sementara Risa yang berdiri di belakang Bu Halimah menjulurkan lidahnya.

Risa mengambil tempat duduk di sebelah Aksa. ''Mas mau jus jeruk?'' tawarnya dengan wajah yang luar biasa ceria.

Aksa yang marah tak menjawab. Tanpa perlu persetujuan, Risa menuangkan jus jeruk itu ke dalam gelas di hadapan Aksa. Kemudian dia bangun dan menuju kulkas untuk mengambil botol kecap.

Aksa tak melewatkan kesempatan itu untuk mengambil gelas Risa yang juga berisi jus jeruk. Dia melirik ibunya yang sedang menikmati bubur ayam. Kemudian Aksa meminum jus jeruk Risa hingga tinggal separuh, lalu sebagai gantinya dia menuangkan jus jeruk miliknya ke gelas Risa hingga terlihat seperti semula.

Ketika Risa kembali ke meja makan, dia mengerutkan kening melihat gelas Aksa yang tinggal separuh. Risa mengambil gelasnya, jus jeruk itu lantas diteguknya hingga tandas. Aksa tersenyum penuh arti. Risa minum dari gelas yang telah dia pakai.

Aksa pernah mendengar sebuah mitos, kalau ingin mengikat rasa cinta dan hormat istri pada suami... Makan atau minumlah dari bekas suami.

''Kenapa dari tadi kamu senyum-senyum sendiri?'' tegur Bu Halimah. Merasa heran dengan gelagat anaknya itu.

''Senyum itu ibadah, Bu,'' jawab Aksa asal.

''Oh iya. Rencananya Ibu mau pulang besok.''

''Kenapa buru-buru, Bu? Kan Ibu baru datang kemarin?'' Risa bertanya. Tapi separuh perasaannya merasa lega. Tidak lagi harus bersandiwara. Apalagi harus tidur satu kamar dengan Aksa. Tadi malam saja dia merasa jantungnya seakan-akan mau lepas.

''Kalau gitu, biar kami antar Ibu sampai kampung. Lagian Risa belum pernah ke sana.''

Risa yang sedang mengunyah bubur ayamnya tersedak.

'Apa??? Ngantar Ibu sampai ke kampung!! What do you mean by say that Aksa!!' gerutu Risa dalam hati.

''Kenapa sayang? Makan sampai tersedak. Kalau makan pelan-pelan aja. Kunyah dulu sampai 33 kali baru ditelan. Nih minum?'' Aksa mengulurkan gelasnya. Risa segera meminumnya. Dan senyuman Aksa makin melebar.

'Confirmed jadi istri solehah setelah ini, Risa!' Aksa membatin.

''Bener itu. Risa belum pernah ke rumah Ibu. Mau kan ke sana ya?''

''Mau banget lah, Bu. Risa ini tiap hari merengek terus pengen banget ke tempat Ibu.''

Dari pandangan mata Risa, Aksa bisa merasakan betapa marahnya istrinya itu padanya.

''Eemm... Risa emang pengen banget ke tempat Ibu,'' jawab Risa perlahan dan nyaris tak terdengar, tapi cukup jelas bagi Aksa.

''Siap-siap aja, Sa. Sampai di rumah Ibu nanti, aku balas kamu habis-habisan,'' bisik Aksa yang membuat Risa membeku dan ingin pingsan saat itu juga.

##########17052016##########

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top