Sepuluh

Efek baca part ini bikin ngantuk
Enjoy :))
-------------------------------------------------------------------

Risa menggaruk pangkal lengannya yang sudah beberapa kali digigit nyamuk. Walau baju yang dikenakannya berlengan panjang, tapi masih gagal menghalanginya dari gigitan nyamuk.

Aksa seperti biasa, tetap tak acuh. Kicauan burung di atas dahan lebih menarik perhatiannya untuk mendongak ke atas.

Risa yang terus saja menggerutu membuat Aksa menatap wajah istrinya. Dia suka melihat mata Risa...cantik. Risa mudah saja dicintai, tapi jika melihat sikap angkuh dan sombongnya, dia sendiri kadang kehilangan kesabaran.

''Kita ada di mana ini?'' Risa melihat sekeliling, perbukitan dengan petak-petak sayuran dan beberapa petani yang sedang memanen kentang.

''Kita mau ke Sumur Jalatunda. Ada di atas sana. Kita harus naik tangga itu.'' Aksa terus saja berjalan mendahului Risa.

Risa terpaksa mengikuti Aksa. Sesekali dia berhenti di undakan anak tangga, kakinya terasa pegal. Dia mengatur napas sesampainya di atas.

''Ngapain kita ke tempat seperti ini? Apa namanya tadi? Sumur....''

''Sumur Jalatunda.'' Aksa meninggalkan Risa menuju pemuda setempat yang sedang berjualan batu.

''Siji regane pira, Mas?''

''Lima ngatus perak bae, Mas.''

Aksa kemudian mengeluarkan uang lima ribu rupiah untuk membeli 10 butir batu.

''Tadi itu kamu ngomong apa? Terus batu-batu ini buat apa?'' tanya Risa yang penasaran dengan apa yang dilakukan Aksa.

''Ini namanya Sumur Jalatunda yang diambil dari cerita pewayangan yang disebut sebagai Bumi Sapta Pratala atau Bumi Lapis Tujuh. Di mana dalam tokoh pewayangan seperti Nagagini, Antareja, dan Antaboga bersemayam di dalamnya.''

Risa tak mengerti apa yang dijelaskan oleh Aksa. Yang dia tahu tentang pewayangan hanya kisah Rama dan Sinta, karena dia pernah mengikuti kelas drama di sekolahnya dulu.

''Mitos yang berada di Sumur Jalatunda, konon barang siapa yang dapat melempar batu hingga ke ujung dinding sumur buat cowok, sedang buat cewek cukup sampai tengah-tengahnya aja maka cita-cita dan harapan yang tertunda akan tercapai. Tapi, itu semua tergantung sama sugesti masing-masing. Sesuai sama namanya, Jalatunda itu menjaring yang tertunda.''

''Kalo buat cewek cuma nyampe tengah aja kan? Gampang!'' Risa melongok ke arah Sumur. Dia mengambil batu dari tangan Aksa dan melemparkannya satu persatu sampai tangannya terasa pegal. Namun....

''Gampang ya? Makanya nggak usah sombong. Nih batu terakhir kamu.''

Risa terdiam. Ternyata memang tak semudah yang dia bayangkan. Padahal dia sangat yakin bisa melemparkannya sampai tengah sumur. Alih-alih batu yang dia lempar hilang entah ke mana. Dia mengambil batu terakhir yang diberikan Aksa. Setelah mundur beberapa langkah dan mengambil ancang-ancang, dengan kekuatan yang tersisa dia berusaha melempar sejauh mungkin.

''Ya kena!! Tuh batunya barusan jatuh tepat di tengah. Bener kan Mas?'' tanya Aksa pada penjual batu yang sedari tadi ikut menonton. ''Emang tadi kamu minta apaan sih?''

Risa menepuk-nepuk tangannya seolah-olah sedang menghilangkan debu. ''Aku minta suami yang cakep dan tajir,'' ucapnya dengan nada mengejek.

''Of course lemparan kamu bisa tepat! Bukannya aku ini suami yang cakep, baik hati, dan nggak sombong,'' balas Aksa dengan bangga.

#####

Setelah puas berpetualang di Sumur Jalatunda, Aksa kembali melanjutkan perjalanan ke arah Candi Arjuna.

Risa tak banyak bicara. Dia semakin menikmati perjalanannya. Dilihatnya pemandangan yang membuatnya tak bisa berkedip. Persawahan, sungai yang jernih, udara yang tak kalah sejuknya dengan puncak, plus jalanan yang lancar jaya karena tak ada kemacetan.

Semula dia merasa kesal pada Aksa yang mengajaknya pergi naik motor. Apa lagi dia harus membawa tas punggung ala backpacker. Tapi kini, tak sadar dia memeluknya Aksa semakin erat, kepalanya dia sandarkan pada punggung lelaki itu. Nyaman dan terlindungi.

Aksa tersenyum. Dibiarkannya saja Risa yang memeluknya erat. Sengaja dia melajukan motornya dengan pelan, tak ingin pelukan Risa segera berakhir.

#####

Setelah membeli tiket masuk, mereka segera memasuki kawasan Candi Arjuna. Aksa menyadari satu hal, Risa berjalan di sisinya. Bukan mendahului atau mengekorinya.

''Kamu tau... Candi Dieng atau dataran tinggi Dieng atau bisa disebut juga Negeri di Atas Awan terletak di antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Di sebelah timur sana ada Gunung Sindoro-Sumbing. Dieng itu terletak pada ketinggian sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Posisinya yang cukup tinggi membuat suhu udara di kawasan ini sangat dingin buat orang Indonesia. Pada siang hari antara 15-20 derajat celsius, sedang malam hari 10 derajat celsius. Pada bulan-bulan tertentu malah bisa mencapai 0 derajat celsius.''

''Dasar Pak Guru! Kamu seperti lagi nerangin pelajaran Geografi ke murid, tau!!''

''Dan kamu murid yang paling bandel.''

Mereka berdua tertawa bersama dan melanjutkan berkeliling kawasan Candi.

''Kita bisa datang lagi ntar di bulan Agustus. Ada Dieng Culture Festival dan Jazz Atas Awan yang udah jadi acara tahunan. Banyak turis yang datang, nggak hanya lokal, tapi dari luar juga ada. Bukan hanya musik, ada pemotongan rambut anak gimbal, pesta lampion, sama kembang api.''

''Sekarang kamu seperti tour guide!  Aku harus bayar berapa nih?''

Aksa memerhatikan istrinya. Rambut Risa yang panjang dan tergerai sesekali melambai tertiup angin.

''Kamu harus bayar pakai... Lain kali aja aku pikirin dulu.''

Aksa mengalungkan lengannya pada bahu Risa, membuat istrinya itu terkejut sejenak. Tapi seperti biasa Aksa bersikap tak acuh.

Risa memicingkan matanya. ''Jangan macem-macem ya! Aku nggak mau makan pete lagi!!''

''Nggak! Jangan khawatir. Ini lebih enak dari apa pun.'' Aksa tersenyum lalu mengerlingkan matanya. Dan masih dalam rangkulannya dia kembali membawa Risa berkeliling.

Risa menyesal dengan apa yang telah dia ucapkan. Karena Aksa masih dalam rangka balas dendam padanya. Dan apa yang diminta lelaki itu nanti, pasti tak baik baginya.

                                               #####

Rasanya tak lengkap jika pergi ke suatu tempat tapi tak berwisata kuliner. Risa yang merasa sangat lapar tak menolak ketika Aksa menariknya ke salah satu warung makan di pinggir jalan.

''Kamu mau makan apa, Sa?''

Aneka makanan tradisional yang asing baginya membuat Risa lama memilih.

''Kamu mau coba Buntil? Salah satu makanan tradisional Indonesia. Terbuat dari daun talas hitam yang dikukus. Di tengah-tengahnya biasanya dikasih parutan kelapa yang udah dicampur sama bumbu dan cabe. Rasanya pedas juga manis dikit.''

''Atau kamu mau Nasi Jagung? Salah satu makanan khas pegunungan. Nasi jagung dicampur sama sambal urap kelapa, sayuran, dan peyek ikan asin. Kamu belum pernah nyobain makanan ini kan?''

Risa menggeleng, dua menu makanan yang ditawarkan Aksa belum ada yang menggugah selera makannya.

''Kalau gitu Mie Ongklok aja ya? Pas banget dimakan dicuaca yang dingin karena kuahnya yang kental dan ada satenya lagi.''

Kali ini Risa mengangguk. Makanan berkuah yang hangat memang pas dinikmati dicuaca yang dingin.

Setelah selesai makan, Aksa membawa Risa membeli beberapa makanan khas daerah Dieng. Ada carica, dendeng gepuk, kacang dieng, keripik jamur, opak singkong, sagon, teh tambi, juga ada tempe kemul. Kemudian menitipkan oleh-oleh tersebut di rumah salah satu teman Aksa yang tak jauh dari Kawasan Dieng.

''Tapi ini udah sore! Apa nggak bisa lain kali aja? Lagian kamu tau sendiri, aku takut sama gelap.''

Risa berusaha menolak ketika Aksa hendak membawanya mendaki ke Gunung Prau.

''Percaya deh, Sa. Di sana nggak segelap yang kamu kira. Lagian sunrise-nya itu indah banget!''


Pada akhirnya Risa hanya pasrah. Padahal dia sudah sangat ingin membersihkan badannya yang sangat lengket.

                                           ######

Beban pada punggung Aksa terasa kian berat ketika Risa berpegangan pada tas backpacker-nya sepanjang perjalanan.

Aksa mengembuskan napasnya penuh kelegaan ketika akhirnya mereka sampai di Gunung Prau. Perjalanan memerlukan waktu yang lebih lama dari yang biasa dia lakukan karena Risa yang sebentar-sebentar minta berhenti.

Risa membiarkan Aksa yang sedang memasang tenda sendirian. Sementara dia meluruskan kakinya di rerumputan yang ditumbuhi beberapa macam bunga.

Dia benar-benar merasa takjub. Rasa lelah telah menghilang ketika dia melihat pemandangan yang begitu menakjubkan dari Gunung Prau. Dan ternyata ada banyak pengunjung, tak hanya anak muda.. Anak kecil, bahkan yang sudah lanjut usia pun ada.

Lama Risa tak beranjak dari tempatnya. Aksa benar, bahwa di Gunung Prau tak segelap yang dia kira. Aksa juga benar, bahwa Dieng adalah Negeri di Atas Awan.

''Apa kamu nyesel sekarang? Kamu masih takut sama gelap?'' ucap Aksa dan ikut duduk di sebelah Risa.

Risa menggeleng dengan rasa malu.

''Aku mungkin nggak bisa bawa kamu honeymoon ke Maldives, Hawai, Paris atau mana pun. Juga nggak nginep di hotel bintang tujuh. Tapi lihatlah....''

Aksa membaringkan tubuhnya di atas rumput dan menepuk-nepuk tempat di sebelahnya agar Risa juga ikut berbaring.

''Aku bawa kamu nginep di hotel seribu bintang.''

Gegaraning wong akrami
Dudu banda, dudu rupa
Amung ati pawitane
Luput pisan kena pisan
Lamun gampang luwih gampang
Lamun angel, angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta.

''Kamu nyanyi lagu apaan sih? Aku nggak ngerti.''

''Banyak cara melestarikan Budaya Negeri ini, salah satunya dengan kesenian tradisional. Tapi entah mengapa budaya asing terlihat lebih menarik. Yang tadi itu salah satu tembang Macapat Asmarandana. Artinya, penguat dalam pernikahan bukan harta atau fisik, tetapi hatilah modal utamanya. Sekali jadi, jadi selamanya. Jika mudah semakin gampang. Jika sulit, sulitnya bukan main. Tak bisa ditebus dengan harta.''

Aksa memiringkan badannya, menatap Risa yang juga sedang menatap padanya.

Suasana menjadi hening.

Risa bisa merasakan napas Aksa di wajahnya. Bibirnya terbuka sedikit ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia hanya terpaku kelu. Perlahan-lahan tangan sebelah kanan Aksa naik ke pipi Risa. Jemarinya mengusap lembut pipi halus nan mulus milik istrinya. Risa memejamkan matanya, terbuai dengan usapan jemari Aksa.

Aksa mendekatkan wajahnya, matanya tajam memandang bibir merah basah milik Risa. Lantas dia mengecup bibir istrinya dengan penuh kelembutan.

########## 24052016 ##########

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top