Satu

I Hate U
~Simon Curtis~

Suara klakson mobil terdengar memekak telinga di halaman sebuah rumah dua lantai yang baru satu bulan ditempati oleh pemiliknya.

''Sabar napa! Atau kalau mau tabrak, tabrakin aja sekalian biar kamu puas!''

Bentakan itu membuat Risa menarik kembali pintu mobilnya. Tanpa menunggu lama, Risa kembali mengemudikan mobil kesayangannya.

Brakkk!!!

Risa tersenyum puas. Sementara Aksa ternganga.

''Risa!! Apa yang kamu lakukan?''

''Kenapa? Kamu yang nyuruh kan tadi?''

''Arrgghh!! Kenapa aku harus menikah dengan perempuan gila macam kamu!'' teriak Aksa frustrasi.

''Apa kamu bilang? Perempuan gila? yang gila itu kamu bukan aku! Asal kamu tau, aku bisa dapetin suami yang jauh lebih baik dari kamu!''

''Oh ya? Yang seperti Rayan yang selingkuh padahal kalian udah bertunangan? Seharusnya kamu bersyukur aku mau nikahin kamu.''

Sindiran Aksa membuat Risa terpaku. Wajahnya memerah. Kenapa lelaki di hadapannya kembali membuka lukanya. Tanpa banyak kata lagi, Risa segera masuk ke dalam rumah.

Aksa menatap punggung istrinya dan merasa bingung. Bukan pertama kali mereka bertengkar diusia pernikahan mereka yang baru seumur jagung. Bisa dibilang mereka bagai tikus dan kucing. Biasanya Risa akan terus membantahnya sampai titik darah penghabisan.

Aksa termenung. Bukannya dia tak pernah bersyukur memiliki istri secantik Risa yang berasal dari keluarga baik-baik, yang sudah tentu menjadi impian setiap lelaki. Tapi hakikatnya, cantik saja tak cukup. Karena apa yang terlihat oleh mata, hanya akan teringat sesaat saja. Apa yang terdengar oleh telinga, hanya akan terekam sementara. Namun... Apa yang terasa dalam hati, pasti akan terkenang hingga nanti, bahkan tak jarang akan terbawa mati. Dan dia hanya ingin memiliki istri yang mau menerimanya apa adanya.

Kini, Aksa menatap motor miliknya yang cicilannya baru lunas seminggu yang lalu telah teronggok mengenaskan, lalu matanya beralih menatap mobil Risa yang berdiri gagah dan mentereng.

Timbul niat jahatnya, dia ingin memecahkan kaca mobil itu. Lagipula, Risa punya banyak uang, pasti tak ada masalah untuk biaya perbaikannya nanti. Dibandingkan dengan gajinya yang seorang guru. Karena itulah Risa begitu angkuh di hadapannya.

Aksa mendekati mobil Risa setelah mengambil kunci inggris di gudang. Namun niat jahatnya dia batalkan. Dia tak setega itu, baik buruknya Risa, perempuan itu adalah istrinya.

Tapi Aksa ingin memberi sedikit pelajaran. Dia tersenyum puas setelah berhasil mengempeskan satu ban mobil tersebut.

                                             #####

''Aksara Tunggoro!!''

Risa menggedor pintu kamar Aksa sekuat tenaga. Walaupun mereka sudah menikah, tapi Risa tak sudi tidur sekamar dengan lelaki pilihan ayahnya itu.

''Tumben sepagi ini udah bangun. Ada apa?'' Aksa muncul dari balik pintu. Dia masih bertelanjang dada, hanya mengenakan celana training hitam.

Risa merasa sedikit canggung melihat penampilan Aksa. Walau tubuh Aksa tak sebagus para model yang punya perut datar, tapi Risa tetap saja tak berkedip memandang tubuh laki-laki yang kini berstatus suaminya tersebut.

''Kamu yang ngempesin ban mobilku!'' bentak Risa menutupi kegugupannya.

''Yupp betul. Kenapa?'' jawab Aksa dengan wajah tak bersalahnya.

''Kamu harus tanggung jawab. Aku udah telat ngantor tau!!''

''Nggak tau!'' Aksa mencibir dan kembali menutup pintu kamarnya.

''Hey Aksa!! Kamu harus tanggung jawab!''

''Kamu tanggung sendiri!!'' teriak Aksa dari dalam kamar. Walau sebenarnya dia merasa tak tega melihat wajah panik Risa.

Risa ingin menjerit saja. Pagi ini dia ada meeting.  Kalau dia sampai telat, mau ditaruh dimana mukanya. Selama ini dia selalu bersikap keras dan menuntut pada setiap karyawannya untuk disiplin dan tak boleh telat. Tapi sekarang? Mau tak mau, terpaksa Risa memesan taxi. Mungkin sekarang Aksa yang menang, tapi dia akan membalasnya nanti.

                                             #####

''Kamu ngomong gitu? Aksa itu suami kamu, Ris. Kamu kan tau kalau dia nggak punya banyak duit. Apa kamu nggak kasian? Apa kamu nggak takut kualat sama suami kamu sendiri.''

Risa tak acuh mendengarkan penjelasan Fista. Sepupunya itu memang sudah menaruh hati pada Aksa sejak pertama kali mereka bertemu.

''Terus kamu nyalahin aku? Lagian dia sendiri yang nyuruh buat nabrakin motornya. Untung mobilku baik-baik aja selain dia yang udah ngempesin ban mobilku itu.''

Risa masih tak mau mengalah. Fista hanya mampu menggeleng kepala. Baginya, bicara dengan Risa sama saja bicara dengan batu, sama kerasnya.

''Kalau Om Yanuar sampai tau, siap-siap aja kamu,'' ucap Fista menatap Risa serius.

''Awas aja kalau Aksa sampai ngadu!''

''Kamu itu sombong banget! Belajarlah merendah dikit. Dimana salahnya Aksa? Apa karena dia orang kampung? Atau, karena dia cuma seorang guru? Setidaknya dia cari rejeki yang halal. Atau... Kamu hanya mencari pelampiasan karena batal nikah sama Rayan?''

''Kamu itu dari tadi nyanjung Aksa terus. Masih suka?'' jawab Risa jumawa yang langsung disambut pelototan tajam oleh Fista.

Risa memang terkenal sombong dan angkuh. Dia merasa punya segalanya, cantik dan dari keluarga kaya. Risa hanya mau berteman dengan orang-orang yang pandai dan berkelas.

''Sorry. Aku udah kenyang. Pergi dulu ya?'' Risa bangkit dari kursinya, meninggalkan Fista begitu saja yang masih menikmati menu makan siangnya.

Sebenarnya, apa yang dikatakan Fista membekas dalam hatinya. Terlalu keterlaluan kah dia pada Aksa? Salahkah kalau dia mengharapkan sesuatu yang menurutnya terbaik untuk dirinya? Tak adil kalau hanya dia yang disalahkan karena tak rela menjadi seorang istri dari laki-laki bernama Aksara Tunggoro itu. Dia tak mencintai Aksa. Dia ingin menikah dengan laki-laki yang dia cintai.

                                            #####

Jam delapan malam, Risa baru sampai di rumah. Fista benar-benar tak mau mengantarnya pulang, akibatnya dia lagi-lagi memesan taxi.

Setelah turun dari taxi, dia melangkah pelan dan membuka pintu gerbang. Risa tak melihat motor milik Aksa di garasi. Hatinya terasa lega. Dia tak peduli kemana Aksa pergi, yang penting laki-laki itu tak ada ketika dia dalam keadaan penat seperti sekarang.

Risa menghentikan langkahnya saat melewati mobilnya. Dahinya berkerut, mengamati dengan seksama ban mobilnya yang tak lagi kempes. Mungkinkah Aksa yang sudah memperbaikinya? Risa tak ambil peduli siapa yang memperbaiki, yang terpenting besok dia tak harus ke kantor naik taxi lagi.

Setelah meletakkan handbag di atas sofa ruang tengah, dia kemudian menuju dapur, membuka kulkas dan meraih sebotol air mineral. Ketika menutup pintu kulkas, barulah dia melihat ada kertas yang tertempel.

   Aku main futsal bareng teman, mungkin pulangnya agak larut. Nggak usah ditungguin, aku udh bw kunci. Kalo mau makan, tadi aku udh masak. Oya, sori juga buat kemarin malem ya.

Risa terkesiap. Dalam sepersekian detik jantungnya bagai tersengat listrik. Aksa minta maaf? Tiba-tiba Risa menyadari kalau dia tengah tersenyum dan ketika tersadar segera dia meremas kertas tersebut lalu membuangnya asal.

Risa menuju meja makan. Ternyata Aksa memang telah menyiapkan makan malam. Ada tumis kangkung dan tempe goreng serta sambal. Bukan jenis makanan yang familiar baginya. Tapi sayur itu nampak menggoda, apa lagi masih hangat. Risa berpikir sejenak, kalau dia makan makanan yang dimasak Aksa, bisa-bisa laki-laki itu besar kepala. Tapi sebetulnya Risa sudah terlalu lelah dan lapar untuk terus berpikir.

                                  #####260416#####

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top