Empat

''Malam ini, kalian nginep di sini saja ya? Besok kan hari minggu. Nggak ada acara kan?''

''Nginep di sini?'' Risa spontan bersuara. Dia memandang wajah Aksa yang hanya diam saja di sebelahnya. Risa berpikir, jika dia menginap itu berarti dia akan tidur sekamar dengan Aksa. No way!

''Boleh. Lagian besok kita nggak ada acara apa-apa. Iya kan, Sa?'' Aksa bersuara. Saat itu Risa ingin mencubit paha Aksa yang dengan seenaknya saja menjawab.

''Bagus!'' Yanuar Wibisono tersenyum puas. Tadinya dia sedikit kecewa dengan reaksi anaknya. Yanuar mencemaskan kalau-kalau Risa masih marah karena dipaksa menikah dengan Aksa, tetapi melihat kemesraan keduanya, hatinya merasa lega.

''Kamu emang mau ngambil kesempatan kan?''

''Kesempatan apa?''

Aksa belum mengerti maksud ucapan Risa. Saat ini mereka sudah berada di kamar Risa.

''Susah buat kamu ngerti. Kamu emang sengaja mau nginep di sini biar kita bisa satu kamar! Iya kan!!''

''Itu cuma perasaan kamu aja. Nggak usah nuduh!'' Aksa mulai geram jika tiap kali dia yang selalu disalahkan.

''Ooh...gitu ya? Mana ada kucing yang nolak dikasih ikan,'' ucap Risa mencibir.

''Ada! Siapa bilang nggak ada? Kalau kucing dikasih ikan busuk, kucing gila aja nggak mau makan.'' Aksa mulai kehilangan kesabarannya. Dia menahan suaranya supaya tak terdengar sampai luar kamar.

''Kamu!'' Risa merasa terhina yang disamakan dengan ikan busuk.

''Kenapa? Kamu itu belum cukup cantik buat menggoyahkan imanku. Lagipula, kalau kamu nggak mau menjalankan tanggung jawab sebagai istri, aku nggak peduli.'' Aksa memilih meninggalkan kamar. Tidak sanggup lagi rasanya dia menerima segala tuduhan Risa yang selalu menghinanya.

Aksa merasa sakit hati dengan sikap Risa yang angkuh dan egonya yang terlalu tinggi.

''Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan.'' kemudian Aksa menutup pintu.

Risa duduk di sofa. Memikirkan ucapan Aksa tadi. Dadanya berdegup kencang, jemarinya mulai menggigil. Itu kah perasaan Aksa yang sebenarnya selama ini. Apakah laki-laki itu juga terpaksa menikahinya?

Hampir jam empat pagi Aksa kembali ke kamar Risa setelah begadang nonton bola dan bermain catur bersama Egan.

''Gue masuk dulu, bro. Ngantuk banget nih?'' Egan menguap beberapa kali. Dia sudah memegang gagang pintu kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Risa. Aksa hanya mengangguk.

Setelah Egan masuk, Aksa masih berdiri lama di depan kamar. Kalau dia masuk, apakah dia akan mengganggu tidur Risa.

Diputarnya gagang pintu sepelan mungkin. Beruntung Risa tak menguncinya. Aksa masuk dengan mengatur langkah hati-hati. Di atas ranjang yang terbuat dari kayu jati itu, dia melihat Risa yang tertidur pulas. Aksa mendekati ranjang, dia terpaku menatap wajah Risa.

Walau sudah terbiasa menatap wajah itu, tapi apa yang dilihatnya kali ini berbeda. Wajah Risa tampak polos, tidurnya yang begitu pulas dengan rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya. Aksa memberanikan diri untuk menyibak rambut itu.

Sungguh, sejatinya Aksa tak bisa membohongi dirinya sendiri, betapa cantiknya wajah Risa. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah, dan dia tak lupa pada anak mata sehitam jelaga istrinya itu. Pantas saja Risa begitu sombong dan angkuh dengan kecantikannya itu.

Tapi sayang, Aksa hanya mampu menghayati kecantikan itu saat Risa terlelap saja. Karena jika Risa terjaga, wajah polos itu akan hilang. Yang ada hanya kebencian.

Walau sebenci apa pun Risa padanya, walau sehina apa pun pandangan Risa padanya, Aksa tetap punya segudang kesabaran, karena Risa adalah istrinya. Dia tetap menyayangi Risa.

Aksa mengecup dahi Risa. Hanya sekejap, lalu dia segera bangun takut jika Risa akan terbangun. Dia tak mau ribut-ribut di rumah mertuanya. Dia segera membuka lemari pakaian. Beruntung dia bisa menemukan handuk yang bisa dia gunakan. Berharap semoga Risa tak marah karena menggunakan barangnya.

                                            #####

''Morning, Pa,'' sapa Risa ketika ikut bergabung dengan ayahnya untuk sarapan.

''Morning, Sa,'' jawab Yanuar yang sedang mengolesi roti tawar dengan madu. ''Kamu nggak ikut jogging?'' sambungnya lagi.

''Siapa yang pergi jogging?'' Risa menuang jus jeruk ke dalam gelasnya. Dia memandang sekeliling dan tak menemukan batang hidung Aksa sama sekali.

''Yang pergi jogging Aksa, Egan, sama Zea.''

Aksa. Risa teringat peristiwa tadi pagi. Itulah tidurnya yang paling nyenyak semenjak kecelakaan yang dialaminya. Kecelakaan yang membuatnya selalu tidur dalam keadaan lampu yang harus tetap menyala, karena dia takut pada kegelapan. Dan dia bermimpi, tapi bukan mimpi biasa yang dia alami.

Tadi malam, dia bermimpi sesuatu yang dia tak pernah inginkan terjadi dalam alam nyatanya. Dia bermimpi berpegangan tangan dengan Aksa di padang rumput nan hijau, dipenuhi taman-taman bunga. Dia merasa bahagia ketika Aksa mengecup keningnya. Dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan selama ini, rasa memerlukan Aksa dalam hidupnya. Dan ketika dia terbangun, dia masih merasakan kehangatan ciuman Aksa di keningnya.

                                             ######

''Aksa!!''

Aksa menghentikan larinya dan menoleh ketika mendengar seseorang memanggilnya. ''Inara? Hai, pagi.''

''Pagi. Kamu jogging di sini juga?''

''Cuma kebetulan aja lagi di rumah mertua.''

''Oh?'' Inara menjawab singkat. Sebenarnya dari dulu dia menyukai Aksa. Tapi mungkin laki-laki yang sekarang di depannya bukan jodohnya. Beruntunglah perempuan yang bersuamikan Aksa yang baik hati itu.

Sementara itu, Risa memakirkan mobilnya. Dia menggerutu karena Sava terus memaksanya untuk menyusul yang lain.

''Ngapain sih kita pake acara nyusul mereka segala. Beneran ini bentar aja ya!'' Risa enggan untuk pergi jogging, dia takut Aksa akan besar kepala dan berpikir dia sengaja menyusul laki-laki itu.

''Iya!'' jawab Sava sambil keluar dari mobil. Dia sangat paham kalau kakaknya yang satu itu memang sangat cerewet.

Risa mulai berlari kecil. Matanya memandang sekeliling. ''Panas nih!'' kelur Risa yang baru berlari beberapa meter saja. Dan matanya melihat seseorang yang dia kenal.

Risa memperhatikan Aksa yang sedang mengobrol dengan seorang perempuan. Aksa tertawa lebar dan terlihat bahagia. Risa terpaku di tempatnya berdiri.

''Eh, itu kan bang Aksa. Tapi sama siapa?'' Cassava mendekati Aksa tanpa sempat Risa cegah. Sebenarnya dia tak ingin Aksa tahu dia juga ikut jogging. Sialnya, Sava meninggalkannya dan dengan terpaksa dia mengekori adiknya itu.

''Risa?'' Aksa hampir tak percaya Risa sekarang berdiri di depannya.

''Bang Aksa katanya mau lari pagi. Tapi malah ngobrol di sini, berduaan lagi? Di mana bang Egan sama kak Zea'' tanya Sava, sebenarnya dia hanya ingin menggoda Risa.

''Mereka lagi ke toilet. Oh iya, kenalin ini Inara teman kuliah Abang. Inara, ini Risa dan Sava, adiknya.'' Aksa memperkenalkan mereka satu persatu.

''Ohh...hai,'' Inara mengajak Risa dan Sava bersalaman. ''Sudah siang, aku jalan dulu ya.''

''Okey, hati-hati ya!''

Risa memperhatikan Aksa dan Inara, mereka tampak sangat akrab. Dia merasa kesal dan ada yang salah ketika Aksa tak memperkenalkan dirinya adalah istri laki-laki tersebut. Dan Risa benar-benar tak suka dengan perasaan yang dia rasa sekarang... dia merasa cemburu!

                    ##########080516##########

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top