Delapan

''Eeheemm...''

Risa meletakkan dua tas di sisi mobilnya. Dia sengaja berdeham untuk menarik perhatian Aksa yang sedang memeriksa mesin mobil.

''Ngapain pake diperiksa segala. Ini kan mobil baru!'' teriak Risa. Dia merasa tak suka melihat Aksa yang sedari tadi memeriksa mobil baru miliknya.

''Biar aku ingetin lagi. Dulu ada yang nelpon minta tolong karena mobilnya rusak, padahal masih baru lhoh?'' jawab Aksa. Dia perlu memeriksa mesinnya, karena ini adalah perjalanan jauh. Aksa kemudian melirik tas milik Risa yang tergeletak di lantai.

Aksa menggeleng. Mereka hanya pergi beberapa hari, tapi Risa membawa dua tas besar seakan mau menginap lama.

''Ibu mana? Tolong panggilin dong.''

Tanpa membantah, Risa kembali masuk ke dalam rumah. Kesempatan itu dia gunakan untuk memeriksa isi tas Risa. Setelah memastikan salah satu tas berisi pakaian, Aksa meletakkan tas tersebut ke dalam mobil. Sementara satu tas yang lain, ternyata berisi alat-alat make up dibawa ke dalam garasi dan diletakkan begitu saja.

Aksa segera masuk ke dalam mobil sebelum Risa melihat semuanya.

''Sudah siap kalian? Cepat masuk. Ntar keburu siang!''

Risa memilih duduk di kursi belakang dengan alasan ingin menemani ibu mertuanya. Tapi sejujurnya dia belum sanggup duduk di sebelah Aksa yang dia tau perjalanan akan sangat lama.

''Cari apa?''

''Tasku yang satu lagi mana?''

''Oohh... Tadi, Mas udah taruh di bagasi.'' Aksa tersenyum.

#####

''Ini kamarmu?'' tanya Risa. Dia melangkah masuk ke dalam kamar Aksa.

Kamar itu tak begitu besar, dengan dinding berwarna putih. Yang bagi Risa terkesan seperti kamar rumah sakit. Hanya ada ranjang kecil, lemari baju, dan rak buku yang menempel pada dinding.

Risa membuka jendela. Pemandangan bukit yang menghijau segera menyambutnya. Dia mengetatkan jaketnya, dingin mulai terasa, padahal tak ada AC sama sekali. Puas memandangi bukit yang ditanami berbagai sayuran, diantaranya kubis dan wortel, Risa menghampiri rak buku kemudian mengambil salah satu buku tersebut.

''Don't touch anything. Ini kamarku.'' Aksa segera mengambil buku tersebut dari tangan Risa.

''Pelit!!'' Risa merasa geram dan juga kesal karena Aksa membalikkan kata-katanya.

''Mau kemana?'' tanya Aksa ketika melihat Risa membuka pintu.

''Mobil! Ngambil tas. Kenapa? Takut istrimu ini ilang?''

Aksa mencibir, dibiarkannya saja Risa pergi sendiri sedangkan dia menuju dapur. Sebenarnya dia sudah sangat lelah, tetapi perutnya terus berteriak minta di isi.

''Lagi buat apa Bu?''

''Ibu buat kopi sama pisang goreng. Risa mana?''

''Ke mobil ambil tas.''

''Haaiiss kamu ini. Kenapa bukan kamu yang ambilin,'' tegur Bu Halimah.

Aksa tak acuh. Dalam hati dia tersenyum puas.

''Mas!!'' Risa muncul dengan wajahnya yang cemberut.

Aksa tersenyum. Risa pasti akan menanyakan tas berisi barang-barang pribadinya itu.

''Mas! Tas yang satunya lagi mana?'' Risa terpaksa menahan sedikit amarahnya ketika melihat ibu mertuanya juga ada di dapur.

''Oohh.. Mungkin ketinggalan di rumah.''

''Hah? Ketinggalan?'' Risa mengembuskan napas berat. Rupanya Aksa benar-benar berniat balas dendam padanya. Risa kembali ke dalam kamar. Lebih baik menghindari Aksa, kalau melihat lelaki itu selalu membuat emosinya di ujung tanduk.

#####

''Senyum aja sepuasnya!'' Risa memarahi Aksa ketika suaminya itu menyusulnya ke kamar.

Aksa duduk di atas kasur. Dia mengamati Risa yang sedang mengeluarkan baju-bajunya dari dalam tas.

''Nggak usah ngambek. Aku minta maaf. Tanpa make up kamu itu jauh lebih cantik, terlihat alami. Lagian ini di kampung.''

Aksa sengaja sedikit memuji, siapa tahu bisa menyejukkan hati istrinya. Dia sudah sangat paham dengan perangai Risa.

''Cantik apanya. Aku jadi seperti orang kampung itu, tau nggak! Pake make up itu penting buatku!!''

Aksa memandang Risa yang makin terlihat emosi. Dia harus lebih bersabar. Ketika dia sudah mengucapkan janji di depan ayah mertuanya, amanah sudah diletakkan di bahunya.

''Biar aku tanya... Apa sekarang kamu merasa nggak cantik? Atau.. Tanpa make up membuat kecantikan kamu berkurang? Kamu mau tampil cantik itu buat siapa, Risa? Orang-orang di luar sana? Aku heran dengan sikapmu itu... Suamimu itulah yang seharusnya kamu utamakan. Cantik itu universal, bukan fisik semata. Sekali pun kamu ratu kecantikan sejagad, tapi sikap angkuhmu setinggi langit nggak akan ada gunanya.''

Risa memang tak suka dirinya dikritik begitu. Walau cara Aksa berbicara pelan dan lembut, tapi dia merasa sakit hati. Dia masih belum bisa menerima kenyataan yang Aksa memang berhak untuk menegur sikapnya.

''Memang aku hanya seorang guru. Nggak seperti mantan tunangan kamu itu yang keren dan tajir. Sedangkan aku ini siapa? Tapi... Di mana dia saat kamu memerlukan. Pernah nggak dia berpikir dulu sebelum selingkuh. Pernah nggak dia berpikir bagaimana hidup kamu karena terpaksa menikah dengan orang yang nggak kamu kenal?

di mana dia saat kamu menangis karena karena terpaksa menuruti kemauan Papa? Di mana orang yang kamu banggakan itu? Nggak ada Risa... Dia sudah terlalu jauh dalam kamus hidup kamu.

tapi kamu ada aku sekarang. Seorang guru yang hari ini hampir dua bulan jadi suami kamu. Aku memang selalu buat kamu marah, sakit hati, dan juga buat kamu nangis. I'm really sorry... Semua itu terjadi karena aku hanya manusia biasa yang nggak sempurna.

jujur, ada kalanya memang aku sengaja biar dapat perhatian dari kamu. Sekali pun kamu nggak pernah nanya, aku lapar nggak? Aku capek nggak? Tapi nggak masalah, itu semua bukan salah kamu. Sebab aku nggak layak jadi suami kamu yang seorang wanita cantik, kaya, dan sukses. Kamu nggak mungkin merasakan seperti apa yang aku rasakan sama kamu. Karena aku bukan suami pilihan kamu. Siapalah aku ini?''

Aksa yang telah berbicara panjang lebar melihat Risa terdiam saja.

Sedangkan Risa berkaca-kaca. Dia merasakan sesuatu telah menyentuh tangkai hatinya... Kenapa dia merasa pedih ketika Aksa berbicara panjang lebar seperti tadi. Itulah kalimat terpanjang dari suaminya. Dan sebuah kejujuran dari Aksa tentang perasaan lelaki itu padanya membuatnya berbunga.

''Kenapa mata kamu?'' tanya Aksa ketika melihat Risa menggosok matanya. Dia bangkit, mencoba mendekat tapi Risa beranjak menjauh.

''Kena debu!!''

Risa terus berlalu meninggalkan Aksa. Di balik pintu, air matanya tak bisa dia bendung lagi.

##########19052016##########

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top