6 | Bagian Enam

Sudah sebulan semenjak kejadian itu dan sudah hampir sebulan semenjak Fajar meninggalkan rumah. Akhirnya Karen tahu, kalau cowok itu meninggalkan rumah dan memilih untuk tinggal bersama ayahnya. Dan kini Karen sendirian di kamar.

Tidak ada yang spesial. Hanya saja sudah hampir sebulan ini ia tidak marah-marah di rumah. Ya, walaupun di sekolah tetap ada saja orang yang membuatnya tersenggol.

Karen kan selalu dalam mode senggol bacok.

Tapi semenjak hari pertamanya di semester baru yang luar biasa berantakan hanya karena Fajar dan Karen menobatkannya sebagai hari terburuk setelah hari pertama Fajar berangkat sekolah bersamanya. Hari-hari di sekolahnya berjalan amat sangat baik. Setidaknya bagi Karen yang penggangu hidupnya kini sudah menyingkir.

Karen tidak tahu bagaimana kabar Fajar saat ini. Tidak ada yang memberitahunya dan ia pun tidak berniat mencari tahu. Menganggap seakan-akan harinya berjalan seperti biasa dan seolah-olah Fajar tidak pernah ada di sana.

Ya, walaupun setelahnya sikap ayahnya justru semakin menjadi-jadi. Apalagi wanita itu, saat tidak sengaja bersitatap dengan Karen wanita itu selalu membuang muka. Seolah-olah yang jadi biang keroknya di sini adalah Karen. Tapi lagi dan lagi, Karen tidak peduli. Seharusnya wanita itu juga angkat kaki dari sini. Pergi sejauh-jauhnya dengan anak semata wayangnya itu.

Cih. Sudah tertebak wanita itu pasti ingin menguasai ayahnya beserta isi rumah ini.

Karen tidak peduli karena sekarang ia akan menyiapkan rencana sebaik mungkin. Lulus dari SMA dengan nilai memuaskan masuk ke kampus top dan pergi dari rumah ini. Karen percaya diri kalau ia mampu menghadapi semua masalah di luar sana nanti. Kendati sebenarnya ia tidak yakin ketika itu sang ayah masih peduli dengannya atau tidak. Sekarang saja laki-laki yang kerap ia sapa ayah itu sudah menganggapnya seperti angin lalu.

Kerjaannya selalu marah-marah dan mengungkit hal yang sama setiap harinya. Tentang Fajar dan kepergiannya dari rumah ini juga memaksa Karen untuk menerima kehadiran wanita yang sudah menyingkirkan ibunya dari dunia ini. Jelas Karen tidak sudi. Sudah ia bilang bukan, sampai kapanpun tidak akan pernah Karen menerimanya.

***

Hari Minggu pagi dan semuanya berjalan normal-normal saja. Namun saat Karen akhirnya bangkit dari ranjangnya dan melangkahkan kaki di luar, ia mendengar suara ribut-ribut dari ruang tamu. Penasaran, akhirnya Karen berjalan mendekati mereka.

"Mas ini gimana? Kalau Fajar kenapa-napa gimana?" Wanita itu sudah menjerit keras dengan menyebut nama Fajar berkali-kali.

Karen mengernyitkan dahi, kenapa dengan Fajar? Dan melihat ayahnya yang dengan sigap menenangkan wanita itu membuat Karen berdecih. Ia sangat ingin berkata kasar sekarang.

"Kita ke rumah sakit, ya. Kamu yang tenang jangan panik."

"Anak itu Ya Tuhan. Sudah aku bilang jangan pernah kembali ke rumah itu. Ya Tuhan Fajar." Wanita itu masih menjerit.

Dan ketika akhirnya matanya dengan mata sang ayah bersitatap, suara lantang ayah akhirnya menggema. "Karen ikut Ayah sekarang! Kamu yang nyupir." Dengan sigap Karen menangkap kunci mobil yang ayahnya lempar dan karena memang tidak ada pilihan, Karen hanya mengikuti perintah ayahnya saja.

Dan rasa penasaran yang tinggi akhirnya membuat Karen pergi.

***

Karen di sana. Hanya berdiam diri di depan ruang tunggu IGD. Ia sempat melihat sebentar kondisi Fajar di dalam. Dari apa yang ia sempat dengar, Fajar dilarikan ke rumah sakit setelah salah seorang tetangganya memergoki ayahnya keluar rumah dengan baru berlumuran darah.

Ia termenung sebentar.

Fajar masih hidup di dalam sana. Dan yang membuatnya tak habis pikir, mengapa bisa Fajar tahan tinggal dengan orang seperti itu dalam rumahnya? Mengapa Fajar begitu? Apakah karena ucapannya tempo hari lalu?

Anjing! Karen mengumpat dalam hati.

Kalau begini sama saja ia dengan wanita itu. Pembunuh secara tidak langsung. Tangan Karen gemetar sejenak setelah membiarkan pikirannya kalut memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi pada Fajar jika tidak segera ditolong. Apa Fajar akan mati di sana?

Karen akhirnya berdiri. Ia ingin tahu kondisi Fajar selanjutnya. Baru saja berdiri, ia akhirnya dihadapkan dengan ranjang Fajar yang didorong melewati dirinya. Wajahnya lebam biru dan penuh luka. Kepalanya diperban, tangan kanan dan kaki kanannya juga. Separah itu kah?

Karen berjengit ketika sang ayah tiba-tiba menepuk bahunya. "Dia nggak apa-apa. Hanya butuh waktu istirahat sebentar. Makanya Ayah minta dirawat inap dan disediakan kamar. Kamu boleh pulang kalau mau pulang, tapi pake ojek saja, ya? Mobilnya mau Ayah pake ke TKP bareng polisi." Karen diam saja bahkan hingga ayahnya berlalu setelah menyerahkan beberapa lembar uang.

Karen yang masih tidak mengerti hanya bisa memandangi arah di mana ranjang Fajar di bawa. Dan dalam hati berharap semoga Fajar lekas sembuh. Karena sejak saat itu juga Karen tidak keberatan untuk kembali berbagi ranjang dengannya.

End
30/12/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top