1

London, tahun 1840

"Hmph...."

"Ada apa, my lady? Apa kau baik saja?"tanya seorang pria dengan kening berkerut menatap heran kepada sang lady.

Eleanor menutup mulut. Ia bisa merasakan bibirnya gemetar karena menahan tawa. Mata hijau cemerlangnya mendongak menatap sang pria. "My lord, apakah setiap bercermin anda tidak menyadari jika anda memiliki hutan lebat di wajah anda?! Menurutku sudah waktunya anda memangkas hutan itu. Dan kadang aku berpikir apakah serangga bisa bersembunyi di sana?"

"Apa?!"sahut Lord Jenning semakin tak mengerti.

Eleanor hampir tersedak karena tawanya. Ia tahu tidak sepantasnya seorang lady berkata seperti itu. Tapi gadis itu tak tahan. Eleanor sendiri merasa heran dan kaget darimana ia mendapat keberanian untuk mengatakannya. Jika ibunya masih ada dan mendengar perkataannya, Eleanor pasti akan mendapat omelan dan ceramah sepanjang hari.

"Bisa kaujelaskan apa maksud perkataanmu tadi, my lady?"

Eleanor berpikir keras. Bagaimana ia menjelaskan padanya. Lord Jenning memang seorang pria kalangan ton yang tampan dan memiliki kekayaan tak terhingga. Tapi hal itu tidak membuat Eleanor gelap mata. Ia menghargai ajakannya untuk menari. Tapi ada satu hal di wajahnya yang membuat Eleanor tak bisa fokus sejak tadi. Lord Jenning memiliki kumis paling lebat. Begitu tebal hingga nyaris menutupi mulutnya. Saat berbicara pun kumisnya akan bergoyang terkena hembusan angin dari mulut sang lord. Penampakan kumis itu juga membuat Eleanor membayangkan apakah seekor serangga bisa beristirahat di sana? Bayangan itu membuat Eleanor sakit perut menahan tawa.

Eleanor merasa lega ketika mendengar musik telah berhenti. Ia bebas, bisa menghindari pertanyaan Lord Jenning. Dan berniat pergi jauh darinya sebelum tawanya meledak. Eleanor segera melepaskan tangannya dan membungkuk. "Sungguh senang menari dengan anda, my lord."ujarnya seraya membungkuk dan bergegas pergi.

"Lady Rowley!"

Eleanor memerintahkan kakinya untuk berjalan lebih cepat dan tidak menoleh ke belakang. Mengutuk gaunnya yang begitu lebar, membuat sulit melangkah. Ia mengabaikan seruan Lord Jenning yang memanggilnya. Eleanor terus melangkah melewati kerumunan para tamu, berharap dirinya menghilang dari kejaran Lord Jenning. Ia tak mau lagi berlama-lama dengan pria itu. Kumisnya sungguh membuatnya tak tahan.

Eleanor hampir tiba di ujung aula lalu bersembunyi di balik seorang pria bertubuh tinggi. Nyaris membungkukkan badannya agar tak terlihat. Ia mengintip dari sosok pria tersebut dan melihat Lord Jenning yang terlihat kebingungan mencari dirinya. Eleanor terkekeh pelan.

"Apa yang sedang kaulakukan, Lady?"

Eleanor berhenti tertawa lalu mendongak. Melihat wajah pria yang ia jadikan tameng sebagai tempat persembunyiannya. Ia berdiri tegak kembali. Dari balik bahunya, Eleanor bisa melihat Lord Jenning yang masih melihat sekelilingnya, masih dalam usaha mencari sosoknya. Matanya melihat ke arah kumis Lord Jenning dan sekali lagi ia menahan tawa seraya membekap mulut serta memegang perutnya.

"My lady? Kau baik saja?"

Eleanor kembali tersadar. Ia menatap pria itu. Melihat mata biru sang pria dengan hidung mancung dan bibir tipis menatapnya dengan kening berkerut.

"Hmmm biar kutebak..."gumam pria itu seraya membalikkan badan ke belakangnya dan melihat sosok Lord Jenning lalu ia menoleh kepada Eleanor. "Apa kau sedang menghindar dari pria berkumis itu?!"

"Bagaimana tebakanmu bisa benar?!"seru Eleanor dengan nada tinggi dan terkejut.

Pria itu kembali mengerutkan dahi. Sejak Eleanor bersembunyi di baliknya, ia merasa heran dengan tingkah laku sang lady. Sikapnya sungguh tak mencerminkan seorang lady. Eleanor berjalan bergegas, membungkukkan badannya nyaris dekat dengan bokong sang pria, dan ia tak segan untuk tertawa serta berkata dengan suara keras. Sungguh berbeda dengan para lady yang ia lihat dan temui dalam pesta ini.

"Aku sudah melihatmu menghindari pria itu."

"Ooh...."sahut Eleanor dengan mulut membulat membentuk huruf o.

Sang pria kembali menatap Eleanor dengan penuh minat dan penasaran. Siapa dia, batinnya, sungguh wanita yang unik.

"Eleanor!"

"Ayah...."

"Ah kau sudah bertemu dengannya."ujar pria yang dipanggil ayah oleh Eleanor. Ia tersenyum pada putrinya dan pria itu. "Eleanor, ini Lord Oliver Wentworth. Ayah yakin kau masih ingat dengan cerita ayah mengenai Lord Leon Foster. Lord Wentworth, kenalkan putriku, Eleanor Rowley."

Eleanor menatap pria itu dengan mata terbelalak lebar. Mulutnya terbuka karena kaget. Pria yang ia jadikan tempat persembunyian ternyata adalah pewaris baru gelar Viscount Hemmington. Ya, ia masih ingat cerita dari ayahnya. Lord Foster sudah tua dan ia tidak pernah menikah hingga tak memiliki penerus. Hingga akhirnya ditemukan bahwa Lord Foster memiliki seorang keponakan pria dari adiknya dan mewariskan segala harta serta gelar padanya. Ia tak menyangka akan bertemu dengan pewaris baru itu.

"Senang bertemu denganmu, my lady."

Eleanor hanya terdiam seraya mengulurkan tangan untuk dikecup sang pria. Pria ini yang akan tinggal sementara di rumahnya. Oliver tidak memiliki banyak pengetahuan mengenai pekerjaan pamannya. Ayah Eleanor menawarkan diri untuk menbimbing dan Oliver menerimanya. Ia menatap Oliver dengan kening berkerut. Mempelajari pria itu. Ia mengira pewaris baru itu sudah berusia tua, bukan seperti Oliver yang mungkin masih berusia dua puluh tahunan.

"Maukah kau menari bersamaku?"tanya Oliver mendengar musik mulai mengalun.

Eleanor melirik sang ayah yang tersenyum seraya mengangguk pelan. Ia menarik napas. "Terima kasih."

Oliver tersenyum. Entah kenapa Eleanor tidak menyukai senyumnya. Bukan karena ia berwajah buruk. Tapi senyumnya begitu tulus dan membuatnya tampak muda serta tampan. Senyum yang akan membuat gadis manapun akan meleleh hatinya dan bertekuk lutut di depannya. Eleanor hanya diam dan menyambut uluran tangan pria itu. Bersama mereka berjalan menuju tengah aula di bawah tatapan sang ayah yang mengulum senyum kecil.

Eleanor berhadapan dengan Oliver. Pria itu memegang tangannya sementara tangan satunya lagi menyentuh pinggangnya. Mereka pun mulai bergerak mengikuti alunan musik bersama pasangan dansa lainnya.

"Kudengar kau seorang peternak."ujar Eleanor.

Oliver mengangkat alisnya. Tak menduga Eleanor akan memulai pembicaraan lebih dulu. Para lady umumnya hanya akan diam dengan tersenyum simpul dan wajah merona malu. Tapi tidak dengan gadis ini. Sungguh unik, batinnya.

"Ya aku memang seorang peternak."

"Ah kau pasti merasa sangat beruntung karena kabar itu."

"Tergantung dari sudut mana kau melihatnya."ujar Oliver datar.

"Kenapa?! Bukankah seharusnya keluargamu senang? Hidup kalian menjadi lebih baik."ujar Eleanor merasa penasaran dengan wajah Oliver yang tampak tak suka. Dan entah kenapa ia merasa puas melihatnya. Seakan membuat Oliver kesal adalah kebahagiaan baginya.

"Ini bukan urusanmu, Lady."desis Oliver. Wajahnya mulai berang. Ia melepaskan tangan Eleanor dan pergi meninggalkannya sendirian di tengah aula.

Eleanor hanya diam menatap punggung Oliver yang berjalan menjauh. Ia mengabaikan pandangan heran pasangan dansa yang tertuju padanya. Beberapa mungkin sedang mengosipkan dirinya karena ditinggal oleh pasangan menarinya. Eleanor tersenyum kecil lalu mendadak menoleh menatap wanita yang baru saja berbisik dengan suara keras mengenai dirinya. Wanita itu terlonjak kaget lalu bergegas membuang muka dan melangkah ke arah lain.

"Wanita tukang gosip...."gumamnya kesal.

Tbc
Daku kembali dgn cerita baru. Cerita lama belum banyak yg habis udah bikin lagi 😆😆😆
Numpuk aja terus biar keder hahahaha

Bagaimana pendapat kalian utk part 1 ini? Kalo pd suka & byk yg vote akan kulanjut. Kalo ga yah.....liat aja nanti hihihi

Enjoy my story
Di tunggu voment nya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top