41. Genggaman Tangan Java
Rupanya kata-kata orang yang mengatakan jika ingin mendekati seorang gadis, maka dekatilah keluarganya terbukti benar. Setelah obrolan yang cukup panjang dengan Kay, tepat pukul 21.00 Kay setuju untuk mengajak Java ke rumah Maya. Java memang tengah merindukan gadis itu, ia berencana untuk mengajak Maya ngobrol walau sebentar saja.
Kay memacu mobil supaya lebih cepat lagi, Kay tahu betul jika sepupunya tipe cewek yang jika sudah tidur ia sangat susah dibangunkan. Mereka berkejaran dengan waktu. Java menitipkan motornya di tempat latihan dan ia menumpang mobil Maya yang memang sedang dipinjam Kay.
“Gue lihat lo kayak gini, gue jadi keinget Maya beberapa hari yang lalu juga galau,” Kay memulai obrolan.
Java melepas pandangannya dari jendela dan menoleh pada Kay sejenak, “Begitu lah.”
“Mudah-mudahan dia belum tidur ya Bro, gue tahu betul kalau dia sudah tidur dia susah dibangunkan,” kata Kay.
“Makasih ya Kay, maaf gue udah negative thinking sama lo!” kata Java.
“No problem,” jawab Kay santai.
Setelah sampai di rumah Maya, benar saja memang mereka bersaudara. Hal ini terbukti dengan Kay yang masuk rumah menyelonong seperti rumahnya sendiri.
“Lo tunggu di sini ya. Gue mau nyuruh Maya turun,” kata Kay pada Java.
Java lantas menunggu Kay dan Maya di ruang tamu rumah Maya. Java memandangi rumah yang didesain minimalis itu. ini kali kedua ia masuk ke sini. Terakhir ia ke sini bertemu dengan ibunya Maya saat setelah hujan di mana ia lupa janji nonton dengan Maya. Ia sungguh menyesal, saat itulah awal mula masalah ini, saat itu juga lah Maya mulai menghidari dirinya.
***
Beberapa menit sebelumnya perasaan Maya masih galau berat. Ia benar-benar tak ingin berada pada perasaan yang salah. Jika memang cinta itu bertepuk sebelah tangan ia merasa harus tetap kuat. Jika memang kabar yang terdengar Java menyukainya, ia tetap menepisnya. Ia tak ingin Java menyukainya karena rasa bersalahnya. Ia juga tak ingin jika Java menyukainya karena Aisyah lebih memilih Angkasa. Ia tak ingin dirinya hanya sebagai pelarian saja.
Jauh dari lubuh hati terdalamnya ia juga merindukan Java. Rasaya ia ingin menyerah dan kembali berusaha mendekati Java seperti sebelumnya. Tapi Maya sudah terlanjur malu, belum lagi gosip tentang dirinya sudah menyebar dan tentang kenekatan dirinya juga sudah banyak yang tahu. Lalu hal lain yang terdengar risih adalah satu sekolah memanggil Java dengan sebutan Zeyeng, sama seperti ia memanggil Java dengan sebutan Zeyeng.
Maya membuka pintu keluar menuju balkonnya, ia mencoba memandangi bintang-bintang yang bertebaran di angkasa. Suasana romantis ini akan lebih romantis jika ia bisa memandangi bintang bersama Java. Sayangnya itu hanya hayalanya saja, Java tak mungkin menyukainya, ia hanya menyukai dan mencintai Java dalam hatinya. Ia membiarkan waktu supaya waktu sendiri yang menjawabnya, biar lah dirinya hanya menjadi seorang lakon dalam kisah percintaannya.
“Maaf Zeyeng, aku enggak bisa ketemu kamu. Kata orang tipis dinding antara benci dan cinta. Kemarin cinta sekarang benci. Tapi perasaanku seolah enggak punya dinding, aku bahkan enggak bisa membencimu,” Maya berkata liris sambil mencopoti satu persatu mahkota bunga Mawar yang ia petik di pot balkon kamarnya.
Maya mendengar mesin mobilnya berhenti, Maya tahu betul itu Kay. May tidak perlu mengampirinya karena Kay memang sering datang ke rumahnya dan selalu makan malam seperti di rumahnya sendiri.
Bruk, Bruk Bruk! Kay menggedor pintu kamar Maya.
“Woy, woy May!” pekik Kay dari luar kamarnya.
“Apaan sih!” jawab Maya, ganggu banget.
“Bukain pintu buruan!”
“Buka aja gak dikunci!” jawab Maya.
Kay membuka pintu dan langsung menghampir Maya yang berada di balkon Kamar.
“May, lo ditungguin pacar lo di bawah!” Kay memberikan informasi.
“Gue jomblo! Gue gak punya pacar!” tegas Maya.
“Buruan, Zeyeng lo di bawah!”
“Ngapain dia ke sini? Dia mau jadiin aku sebagai pelariannya? Aku enggak mau Kay, suruh aja dia pulang!” tolak Maya dengan suara parau menahan tangis yang sebentar lagi membuncah.
“May, lo ngobrol dulu sama dia gih! Hargai tamu dong, dia udah minta ikut gue ke sini!” Kay memberi pengertian.
“Gue enggak bisa Kay, gue pengen tenangin hati dulu!” tolak Maya lagi.
“May, gue tahu lo masih sayang sama dia!”
“Memang Kay, tapi dia cuma sayang sama Aisyah,” kilah Maya.
“May, dengerin! Lo lihat muka gue bonyok gini? Ini bukti kalau dia sayang sama lo!” Kay ngotot dengan menunjukkan luka lebam karena latihan tadi.
“Kay, muka lo bonyok? Dihajar Java?” Maya melihat Kay dengan heran.
“Sepertinya iya, dia cemburu sama gue. Tapi enggak apa-apa ini cuma latihan aja. Buruan temui dia, jangan lo sia-siain pengorbanan gue!” kata Kay berapi-api.
Setelah dibujuk oleh Kay, Maya akhirnya menyerah dan menemui Java di bawah. Maya berjalan pelan dan menatap Java. Java sedang membaca koran yang diambilnya dari meja. Begitu ia tau Maya ada di hadapannya Java menjadi tersenyum sumringah. Maya mengambil duduk di sebelah Java dengan mengarahkan wajahnya ke arah lain.
Mereka cukup lama saling diam, Java sejak tadi tak habis-habis memandangi Maya yang sudah berada di sampingnya. Java melihat Maya berbeda dengan di sekolah. Kalau biasanya Java melihat Maya menggulung rambutnya atau mengikat ekor kuda kini ia melihat rambut Maya yang hitam itu tergerai indah. Poninya ia biarkan terjuntai dan bando hitam tipis bertengger manis di ubun-ubunya. Maya juga terlihat tanpa make-up dan memakai piyama bergambar Hello Kitty.
“Kamu masih marah sama aku?” tanya Java.
“Enggak,” jawab Maya singkat tapi masih berpaling ke arah lain.
“Kenapa di sekolah, kamu sering menghindar dari aku?” tanya Java.
“Aku enggak pernah menghindar dari kamu, aku cuma sibuk dikit aja,” jawab Maya berbohong, padahal hatinya juga merindukan Java bahkan sangat merindukan Java.
Tiba-tiba tangan Java mengambil tangan Maya. Mereka pun saling berpegangan tangan. Maya langsung jantungan gara-gara sikap Java ini. Cobaan Maya tak hanya sampai tangannya dipegang Java, tapi tatapan Java tidak mau lepas darinya.
“May, lihat ke aku! Kamu jangan lihat ke sana!” kata Java yang kedengaran sedikit memaksa.
“Maaf Java aku enggak bisa!” tolak Maya.
“Kenapa?” Java bertanya.
“Kamu terlalu ganteng!” jawab Maya masih tetap tidak mau memandangi Java.
“Ya ampun, terus aku harus bagaimana?” Java kembali bertanya.
“Pakai kacamatamu!” kata Maya.
“Ketinggalan di rumah, aku tadi latihan silat!” Jawab Java.
Maya masih takut untuk melihat wajah Java. Java terlalu ganteng, kalau dilihat-lihat dia lebih ganteng dibanding siapapun. Yang masih menjadi masalah dan membuat dadanya berdebar adalah Java masih menggengam tangan kanannya, sialnya Java malah memainkan ibu jarinya di punggung tangan Maya. Rasanya Maya ingin pingsan tapi ia tak bisa pingsan, ia merasa masih ingin menikmati tangannya yang berada di genggaman Java.
“Maya kamu jangan diem aja dong!” kata Java menyebut nama Maya langsung. Biasanya dia memanggil Maya dengan panggilan Kakak.
“Maaf Jav, aku meleleh!” jawab Maya asal.
“Haha... kamu bisa aja!” Java terkekeh.
Maya masih bersikukuh tidak mau melihat wajah Java. Ia tak ingin Java menjadi suatu hal yang membuatnya tidak bisa tidur. Tak mau kalah Java menarik pelan tangan Maya dan mau tak mau Maya berpaling pada Java, hal ini membuat mereka saling bertatapan. Jarak wajah mereka cukup dekat. Kini giliran dada Java yang berdebar.
“Panggil aku Zeyeng lagi!” kata Java pelan namun tak melepas tatapannya pada Maya.
“Maaf, aku enggak bisa,” tolak Maya.
“Fine, kalau begitu sekarang aku yang akan panggil kamu Zeyeng!” jawab Java pelan dan nyaris berbisik.
“Jangan panggil aku Zeyeng,” tolak Maya dengan suara pelan juga dan menatap mata Java.
“Mau aku panggil Zeyeng atau peyang?” Java memberikan pilihan yang pernah diberikan Maya dulu.
“Aku enggak mau keduanya!” jawab Maya.
“Oke, kamu aku panggil Zeyeng!” jawab Java.
“Terserah kamu!” jawab Maya.
“Aku sayang kamu,” Java terlanjur mengucapkan itu, padahal belum waktunya.
“Kamu bohong! Kamu sayangnya sama Aisyah!” tolak Maya.
Java tak menjawab ia meninggikan wajahnya bibirnya hampir saja mengenai kening Maya, tapi Kay tiba-tiba datang. Java lupa kalau Kay ada di dalam rumah ini.
“Hey, kalian mau ngapain!” Kay datang mengagetkan mereka berdua. Kay datang dengan mulut yang mengunyah makanan dan sepertinya Kay baru saja menghabiskan isi meja makan.
Maya dan Java serempak melihat Kay, dan cepat-cepat mereka melepaskan tangan mereka yang saling menggenggam. Wajah Java terlihat memerah karena malu dipergoki Kay hampir mencium kening Maya.
Gaesss.... Akhirnya tiba di part romantis. Maap ya.... Baru ngasih yg romantisnya sekarang. Karena memang di sini lah seharusnya romantis hehee....
Makasih buat sahabat2 setia yang sudah mengikuti cerita when maya meet Java. Sampai ketemu rabu.. Di part yang gak kalah romantis dan mohon kesabarannya karena tiap part menyelesaikan konflik2 dari awal. Supaya enggak nimbulin pertanyaan. Sebab aq masih belajar nulis juga. Makasih...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top