39. Jalan Cinta
Menindaklanjuti kata-kata Angkasa tempo hari yang katanya akan menemui dan mengajak Maya berbicara empat mata ternyata memang akan dibuktikan oleh Angkasa. Angkasa dan Maya adalah teman sebangku, dengan ini Angkasa bisa leluasa mengajak berbicara Maya secara empat mata.
Pagi itu saat pelajaran ekonomi Bu Chita meminta siswa mencatat materi yang ia berikan setlah satu jam pelajaran materi itu diterangkan. Selagi mencatat Angkasa mencoba menyikut siku Maya yang tengah asik mencatat pelajaran. Beberapa kali sikutan namu Maya tidak peka maksut Angkasa, Maya terus-terusan mengindar dan menjauhkan tangannya dari Angkasa.
Angkasa menyerah dan akhirnya mencoba bersuara, “Eh May, lo dari tadi gue kasih kode enggak ngerti juga!” geram angkasa.
“Emangnya lo kenapa? Gue kira lo kesempitan karena tangan gue! Makanya gue geser tangan gue,” jawab Maya.
“Gue tu dari tadi manggil-manggil elo, elonya aja gak ngerti-ngerti,” gerutu Angkasa dengan suara pelan.
“Enggak dari tadi elo enggak manggil gue, gue gak denger suara lo,” jawab Maya.
“Astaghfirullah! Menyikut lo tadi sama aja dengan kode,” geram Angkasa.
“Kode apa? Gue gak ngerti,” jawab Maya dengan suara nyaris berbisik.
“Astaga, baru mau baikan udah bikin kesel,” Angkasa kembali geram.
“Apaan?” Maya bertanya kembali.
“Gue mau ngomong!” kata Angkasa mantap.
“Ya udah ngomong aja, lo tinggal ngomong aja. Gak usah basa-basi,” jawab Maya sekenanya.
“Lo emang enggak bisa serius, dan ugh selalu bikin kesal!” protes Angkasa.
Akhirnya jam istirahat Angkasa mengajak Maya berbicara di kelas saat kelas tidak terlalu ramai. Angkasa mencoba bercerita dengan Maya perihal Java dan dirinya bersaudara. Sebenarnya terkuaknya Angkasa dan Java bersaudara secara tidak langsung ada Maya di balik itu semua. Maya yang dulu pernah suka dengan Angkasa ternyata Maya juga memperhatikan wajah Angkasa yang memang memiliki kemiripan dengan Java. Dikarenakan Maya sering menyebut-nyebut kemiripan mereka akhirnya baik Java maupun Angkasa menjadi penasaran dan membuktikan kalau mereka memang bersaudara.
“May,” kata Angkasa yang duduk di samping Maya.
“Hm,” jawab Maya singkat.
“Gue mau nyampein sesuatu,” sambung Angkasa.
“Kalau lo Cuma mau menceritakan masalah lo berantem dengan Java, gue Cuma bisa bilang kalau gue tutur prihatin,” jawab Maya.
“Bukan itu,” kata Angkasa sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Lalu apa?” Maya bertanya kembali.
“Gue,” baru akan melanjutkan perkataannya, perkataan Angkasa di potong oleh Maya.
“Kalau lo Cuma mau membahas kekalahan lo dari Java karena memperebutkan Aisyah, gue Cuma bisa bilang kasihan deh lo!” kata Maya dengan wajah polos.
“Ya Salam, dengerin gue dulu!” Angkasa mulai emosi dan merapatkan giginya.
“Jadi apa? Lo mau bilang kalau lo nyerah sama Java dan lo nyuruh gue suka sama lo lagi? seperti dulu? Gue Cuma bisa bilang gak bisa hiks,” Maya berkata-kata dengan suara parau.
Maya pun terlihat menagis dan menitikkan airmatanya. Sepertinya dia sangat terpukul atas kejadian itu. sampai-sampai Maya tidak tahu kalau Angkasa dan Aisyah sudah resmi jadian. Maya sepertinya menutup diri dari berita dan akun berita sekolah panutannya yaitu Lambe Kingkong. Padahal setelah dicek Angkasa akun Instagram Lambe Kingkong sudah memposting feed tentang hubungan Angkasa dan Aisyah. Apa Maya sampai sekarang tidak tahu? Kemana aja Maya selama ini?
“Lo jangan nangis dong, lo tiap ketemu gue bawaanya nangis terus. Ntar gue diamuk massa nih, dikira nyakitin lo!” kata Angkasa.
“Gue Cuma bisa bilang gak bisa. Gue sayang banget sama Java Ang, gue susah melupakan Java,” Maya mulai bercerita dan sepertinya ia mengeluarkan segala isi hatinya.
“May, lo dengerin gue dulu gue gak bermaksut membicarakan perasaan,” tukas Angkasa.
“Gue tau Ang, gue memang dulu pernah suka sama lo. Ketika lo nolak gue, gue enggak sehancur ini! gue enggak sesakit ini,” kata Maya sambil menyeka air Matanya.
“Gue ngerti kok perasaan lo, tapi lo enggak tau yang sebenarnya kalau,” lagi-lagi omongan Angkasa dipotong oleh Maya.
“Enggak apa-apa kok Ang, gue Cuma mau fokus belajar aja,” jawab Maya dengan wajah masih terlihat sedih.
“May, lo dengerin gue,” kata Angkasa.
Maya mendongakan kepalanya, seolah mengiyakan panggilan Angkasa.
“Gue Cuma mau bilang makasih sama lo, secara tidak langsung karena lo gue jadi bisa tahu kalau Java itu adek gue,” terang Angkasa.
Maya tertegun dengan ucapan Angkasa barusan, ia tak menyangka kalau mereka berdua ternyata bersaudara. Pantas saja mereka memiliki kemiripan. Sebenarnya kemiripan itu yang membuat Maya mulai suka dengan Java. Tapi lambat laun Maya menyukai Java bukan hanya karena mirip tapi karena Java memiliki pribadi yang asik dan pastinya Java sangat terlihat lucu ketika marah dan kesal pada Maya.
“J—jadi kalian adek Kakak?” Maya kembali bertanya.
“Iya May,” jawab Angkasa singkat.
“Selamat ya, lo udah ketemu sama adek lo yang udah lama gak ketemu lo!” sambung Maya.
Angkasa hanya mengangguk.
“Ang, beberapa hari yang lalu lo berkelahi sama dia kan?” Maya mencoba bertanya.
“Iya, tapi enggak lama kami baikan!” terang Angkasa.
“Dia enggak kenapa-kenapa kan Ang? Waktu itu gue udah nyampe rumah. Gue pengen jengukin dia, tapi.”
Walaupun menghindar ternyata Maya masih perhatian pada Java. Ia sebenarnya juga masih menghawatirkan Java. Ia sangat berharap kalau Java tidak terluka parah.
“Dia enggak kenapa-kenapa. Waktu itu Hans yang mengobati lukanya,” cerita Angkasa.
“Syukurlah gue juga melihat begitu, gue masih lihat dia berangkat sekolah,” jawab Maya lega.
“Iya May,” jawab Angkasa.
“Ang, kalian berkelahi gara-gara kejadian hujan itu ya? Waktu gue pingsan itu ya?” tanya Maya.
“Mmm... iya. Hari itu gue ke rumah Aisyah, kebetulan Aisyah ulang tahun gue mau ngasih surprise ternyata Java sudah mengajaknya duluan,” cerita Angkasa.
“Aisyah keren sekali diperebutkan dua cowok ganteng sekaligus. Kalau gue aja, ditolak dua cowok ganteng sekaligus. Kalau begini lebih baik gue enggak memikirkan cinta lagi,” kata Maya tertunduk.
“May, lo jangan gitu. Lo enggak tahu yang sebenarnya kalau,” lagi-lagi Maya memotong.
“Kalau lo sudah resmi jadian sama Aisyah? Gue tahu kok. Selamat ya,” kata Maya dengan senyum yang dipaksakan.
“Seharusnya lo seneng, sebab Java.”
“Maaf Ang, gue udah enggak bisa memperjuangin Java lagi. Gue capek Ang, gue capek,” jawab Maya parau. Lagi-lagi airmatanya memancar dari matanya.
“May, dari tadi lo motong omongan gue, sebenarnya ada hal penting yang lo harus tau” protes Angkasa.
“Maaf Ang, gue minta lo jangan bahas Java lagi, gue enggak kuat,” jawab Maya.
“Ya udah lah May, sekerang terserah lo aja. Kata orang cinta itu akan menemukan jalannya sendiri. Gue harap lo dan Java bisa menemukan cara untuk bersama,” kata Angkasa lirih.
“Ang, gue keluar dulu,” pamit Maya. Lalu Maya keluar kelas dan meninggalkan Java.
“May, andai aja lo tahu. Kalau Java sayang sama lo,” batin Angkasa.
Hay gaeys... Makasih ya udah mampir. Aku mau ngucapin makasih banyak buat sahabat2 yang bersedia meluangkan waktunya untuk membaca.
Mungkin aku enggak banyak bicara lagi deh... Terimakasih semuanya, sampai ketemu rabu, see you...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top