38. Brother

Setelah keluar dari ruang BK beberapa hari yang lalu. Java dan Angkasa terlihat makin akrab saja. Java senang karena kakaknya itu sudah bersikap baik pada dirinya. Berbeda sekali dengan yang sebelumnya di mana Angkasa bersikap cuek bahkan cenderung tidak mau tahu. Angkasa juga merasa lebih baik karena Java dan Bundanya juga memberikan perhatian pada dirinya hingga ia merasa tak kesepian lagi.

Sabtu sore, Angkasa mengajak adiknya itu sekedar ngobrol di tempat billard. Angkasa sangat yakin kalau adiknya tidak pernah datang ke tempat bermain billiard. Dari penampilan Java saja Angkasa bisa menebak kalau Java hanya berkutat dengan buku soal matematika, buku bacaan berat dan game online. Untuk datang ke tempat billiard Angkasa yakin ini baru pertama kalinya bagi Java.

Angkasa mengajak Java ke tempat bermain billiard langgnannya dengan teman-temannya yaitu Neon Ball. Angkasa memilih tempat itu karena tempatnya nyaman dan asik untuk belajar billiard atau sekedar ngobrol. Angkasa dan Java memasuki ruangan yang cukup besar bernuansa biru dan di sana ada sekitr 12 papan billiard. Angkasa memilih di ujung agar bisa leluasa memesan minuman dan Java bisa duduk di sofa andai Java tidak tertarik bermain billiard.

"Lo mau mesen minum apa?" kata Angkasa sebelum beranjak ke counter minuman.

"Milo deh," jawab Java asal. Java tak berpikir panjang karena sibuk memegang beda asing yang sama sekali tak pernah ia sentuh.

"Lo yang bener mesennya! Masa lo mesen itu" protes Angkasa.

"Gue sukanya itu, penuh energi," jawab Java masih berkonsentrasi pada tongkat billiard.

"Kenapa lo enggak sekalian mesen air kacang ijo?" Angkasa memberikan pertanyaan umpan balik.

"Emang ada?" Java bertanya kembali, kali ini dia mendongak setelah dari tadi konsentrasi dengan tongkat billiard.

"Ada, kalau lo nongkrongnya di tempat jualan dawet," jawab Angkasa asal.

Java langsung cemberut. "Semua tempat sama aja," gerutunya.

"Napa emangnya? Jangan-jangan pas ke Anker Bar lo mesen air kacang ijo?" tanya Angkasa.

"Ya enggak ya," kilah Java.

"Kalau lo mesen itu di Angker bar, fix lo bikin malu keluarga," kata Angkasa berjalan menuju counter.
Beberapa saat kemudian angkasa Datang membawa dua kaleng soft drink dan 2 bungkus rokok.

"Rokok?" tawar Angkasa.

"Enggak Bang, gue nggak ngerokok," tolak Java.

"Hebat lo ya, lo beneran nerapin hidup sehat," sindir Angkasa.

"Gue pernah sekali coba-coba ngerokok Bang, tapi gue batuk-batuk. Jadi enggak lagi deh Bang," cerita Java sambil mengingat kejadian batuk-batuk karena ngerokok di pantai ketika jalan bersama Maya.

"Bagus dong," jawab Angkasa sambil mencoba menyodok bola dan "klek" bola langsung masuk lobang dua buah sekaligus.

Java memperhatikan Angkasa bermain billiard dengan lancarnya seperti memang ini yang sering dia lakukan.

"Lo pinter main billiard Bang!" komentar Java yang coba-coba mengikuti Angkasa bermain billiard.

"Gue udah biasa, di rumah juga ada papan billiard," kata Angkasa mendekat kepada Java dan mengajari cara menyodok bola.

"Seru juga ya," jawab Java.

"Ya seru sih, Cuma tetep aja gue kesepian. Walau segalanya ada tetep aja gue kesepian. Kalau lo gue lihat asik, lo punya Bunda yang perhatian sama lo!" kata Angkasa mencoba sambil mengarahkan tongkat pada bola berangka 11.

"Bunda gue kan Bunda lo juga, lo kan kakak gue. Gue seneng bisa sodaaan sama lo!" kata Java sambil menatap Angkasa dan memeluk tongkat billiard.

"Gue juga, sorry hari itu gue ninju lo!" kata Angkasa sembari menghetikan menyodok bola ia lantas menatap Java.

"Enggak apa-apa itu emang salahnya gue," jawab Java.

"Lo sejak kapan tau kalau kita sodaraan?" tanya Angkasa.

"Sejak bokap kita pulang dari Anker Bar, pas lo bikin rusuh tempat itu," kata Java.

"Lo ada di sana? Yang bantuin gue pas hampir dikeroyok bodyguard itu lo?" kata Angkasa memastikan.

"Iya," jawab Java mengngguk.

"Bravo! gokil! Lo bisa bela diri?" kata Angkasa terperangah.

"Hmmm, gue ikut klub silat Harimau Muda, silat aliran Minangkabau," Jawab Java.

"lo walau berkacamata ternyata keren ya," kata Angkasa dengan wajah senang yang ditampilkan dengan senyuman.

"Jangan lupa Bang, Cyclop berkacamata loh," sambung Java sambil menyipitkan matanya.

"Hahah lo bisa aja," kata Angkasa yang kembali memulai menyodok Bola diikuti Java yang coba-coba menyodok bola.

"Bang, lo sendiri kapan tahu kalau kita ternyata sodaran?" kini Java bertanya pada Angkasa.

"Bokap udah cerita sama gue, tapi gue belom bisa nerima, gue sempet ngira kalau lo sama Bunda udah ngerebut Bokap dari gue," Angkasa menghembuskan nafaas. "ternyata bokap jarang pulang bukan karena lo atau Bunda, tapi karena bokap sibuk memperluas bisnis."

"Bener bang, memang Bokap jarang pulang. Gue juga jarang ketemu bokap," jawab Java.

"Kemarin gue sempat ngerasa kalau bokap adalah satu-satunya kekuarga gue, sebab mama sibuk bisnis dan keluarga barunya, makanya gue sedikit kesal setelah bokap cerita tentang lo dan Bunda. Gue enggak ambil pusing dan gue enggak mau tau tentang lo walau kita satu sekolahan," cerita Angkasa.

"Gue ngerti kok Bang," jawab Java.

"Gue mau nanya lagi," Angkasa kembali bertanya.

"Apa?" jawab Java mendongakkan kepala setelah menunduk mendengarkan cerita Angkasa.

"Lo suka sama Aisyah?"

Java terkekeh atas pertanyaan Angkasa. "Tadinya," jawab Java singkat lalu Java mencoba menyodok bola nomor 6 dan bola itu lolos masuk dalam lubang.

"Apa gue musti ngalah sama lo? Seperti film India yang ngalah sama adek tirinya," kata Angkasa sambil terkekeh.

"Enggak perlu Bang, gue sadar kalau gue lebih nyaman di deket cewek lain. Gue lebih merasa tertantang di sampingnya," jawab Java dengan pandangan menerawang.

"Siapa cewek itu?" kata Angkasa yang setelahnya ia meneguk minuman bersoda.

"Maya," jawab Java.

"Bruuuhhh!" Angkasa menyemburkan minumannya.

"Kenapa Bang? Lo nggak suka?" kata Java dengan wajah merajuk.

"Lo sumpah lucu banget!" kata Angkasa terkekeh.

"Gue minta maaf kemren nekat bawa Aisyah, tapi sumpah kami enggak ngapa-ngapain. Gue Cuma ngasih kado aja," terang Java.

"Ya udah enggak apa-apa, udah berlalu juga. Gue juga udah jadian sama Aisyah," kata Angkasa.

"Gue nyesel waktu itu ngotot ngajak Aisyah jalan, gue Cuma mau yakinin perasaan gue aja. Gue kira gue suka sama Aisyah ternyata gue biasa aja deket dia," kata Java.

"Ya sudahlah, karena kejadian itu Aisyah jadi ngaku salah dan terus terang sama perasaannya," kata Angkasa menepuk pelan bahu Java.

"Iya gue nyesel hari itu ponsel gue silent, telpon dan chat Maya enggak kedengaran akhirnya dia ngambek sampai sekarang," lirih Java.

"Mungkin sekarang giliran lo yang berjuang, setelah sekian lama dia menarik perhatian lo tapi lo cuekin," terang Angkasa.

"Lo bener Bang, " kata Java.

"Hm, gue coba ngobrol sama dia besok, sebab gegara dia juga kita bisa tahu kalau kita saudara," kata Angkasa sampil menepuk bahu Java.

Java tersenyum dan memegang tangan Angkasa yang kini berada di bahunya. Ia menatap Angkasa mantap. Ia tak menyangka semua kepingan misteri hidupnya terkuak, ia juga merasa senang punya kakak seberti Angkasa walau dia dingin tapi hatinya ternyata baik, wajar jika Aisyah sahabatnya sangat menyukainya.

"Thanks bang!" jawab Java.

"Yeah, that's what brother is for!" jawab Angkasa tersenyum dan menepuk pundak Java.

Hai gaesss aku muncul lagi... Makasih sudah menyempatkan membaca. Sebagai bocoran aku mau nyelesain masalahnya satu-satu ya. Nanti juga bakalan ada part Java dan Maya.

Oh iya ada yang nanya kok panjang banget sih?

Jawabannya ya memang panjang karena aku gak mau membiarkan masalah mereka hilang begitu aja. Kalau aku persingkat juga gak bisa pasti hasilnya menggantung begitu saja.

Maaf juga sepertinya ini gak jadi end di part 40 sebab setelah aku baca ulang ada pertanyaan cerita yang belom aku selesain.

Ok makasih buat sahabat-sahabat yang menyempatkan membaca. Hiks.. Kalian baekkk banget mengikuti ceritaku. Aku terharu banget... Sebab ini pertama kalinya aku nulis novel. Oke makasih juga buat silent rider, sebab karena kalianlah aku bersemangat nulis. Tapi aku bakalan kenang kalian kalau kalian vote dan comen aku jadi bisa tau.

Sekian dulu sampai ketemu sabtu, see you




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top