19.Salah Orang

Setelah les matematika yang dasyat itu akhirnya Java tertidur di Sofa. Sementara Maya lanjut membantu Bunda Java membuat Bika Ambon yang merupakan makanan kesukaan Bunda Java. Sebenarnya Bunda bisa saja membeli Bika Ambon, tapi menurut Bunda Bika Ambon buatan Maya jauh lebih enak dari pada yang Bunda beli di toko-toko kue.

Entah jurus apa yang dikeluarkan Maya, hingga Bunda benar-benar jatuh hati kepada Maya yang notabene biasa saja itu. Samar-samar setelah Java tersetak dari tidur ayamnya Java mendengar Bunda berteriak kegirangan karena makanan kesukaannya berhasil dan hasilnya enak. Wangi kue asal Medan itu tercium oleh Java, namun Java tak bisa berkutik karena diam-diam di dalam dapur Bunda dan Maya secara tidak langsung 'menyerang' dirinya dengan omongan-omongan penuh halusinasi.

Bunda dan Maya rupanya sudah mengidap penyakit halusinasi akut. Bunda terus-terusan memanggil Maya sebagai 'mantu' dan Maya juga kadang-kadang memanggil Bunda sebagai 'ibu mertua,' hal ini sungguh sangat berat dan mengganggu Java.

Sore ini Java benar-benar terkena serangan tekanan batin oleh Bunda dan Maya. Bunda dan Maya seolah bahagia diatas penderitaan Java. Java benar-benar gelisah, dan dalam hatinya ia berdoa jangan sampai Bunda mengklaim Maya sebagai calon mantu secara permanen. Andaikata Bunda benar-benar mengklaim Maya sebagai mantu secara permanen, maka tamatlah riwayat Java.

Mau-tak mau kalau sudah dewasa nanti Maya harus jadi istrinya. Java harus menuruti omongan Bunda, tidak boleh melawan, karena jika melawan omongan ibu seorang anak bisa dikutuk jadi batu seperti legenda Malin Kundang. Ohhh.... no.... membayangkannya saja Java sudah sakit kepala, apalagi menjalaninya. Apalagi jika benar- benar bersama Maya setiap hari? Akan ada ribuan kata Zeyeng yang sangat menyebalkan itu.

"Gue harus ngomong terus terang sama Bunda, penderitaan ini harus segera berakhir," gumam Java yang sudah duduk bangkit dari tidurannya.

"Bun, udah siap belom?" tanya Java dari ruang keluarga.

"Tinggal manggang aja, kenapa sih? Gak sabaran amat pengen jalan," kata Bunda dari dapur yang lokasinya tidak jauh dari ruang keluarga. Antara dapur dan ruang keluarga hanya di batasi dinding yang tidak tinggi. Aktivitas memasak akan kelihatan dari ruang keluarga.

"Bunda, Java mau ngomong," kata Java.

"Ya wes tinggal ngomong aja kok repot!" jawab Bunda.

"Penting Bun, ayok!" kata Java tiba-tiba muncul di dapur dan menarik tangan Bunda.

Java pun melarikan Bunda ke halaman belakang rumah di tepi kolam renang kecil.

"Aduh! Aduh ! Aduh!" Bunda merintih kesakitan.

"Kenapa Bun?" tanya Java.

"Kaki Bunda keinjek," kata Bunda sembari menyubit pinggang Java.

"Aw..Aw.. sorry Bun," kata Java.

"Kamu kenapa sih? Narik-narik tangan Bunda," kata Bunda sambil menepuk lengan Java.

"Bunda, Bunda harus tanggung Jawab," kata Java tiba-tiba.

"Buat apa?"

"Bunda udah bikin Maya ke-GR-an, lihat tu dia senyum-senyum sediri," protes Java.

"Loh, kenapa toh? Bukannya bagus?" Bunda kembali bertanya.

"Bagus apanya Bun? Ini masalah besar, Bunda salah orang."

"Lho, masalah besarnya di mana? Kan bener kemaren kamu cerita kalau cewek yang kamu suka itu Maya?"

"Aduh," kata Java menepuk keningya berkali-kali.

"Lha opo toh?" heran Bunda.

"Cewek yang Java suka tu bukan Maya tapi AISYAH!" kata Java pelan tetapi menekan intonasi saat penyebutan Aisyah.

"Loh loh loh loh, kamu bilang Maya kok. Telinga Bunda nggak salah dengar kok, sumpah!"

"Bukan Maya Bun, Aisyah!! Aisyah itu sahabat Java, cantik, pintar, soleha, cewek paling di sukai satu sekolahan. Semua cowok naksir dia Bun. Wajar kalau Java juga naksir," cerita Java.

"Kamu gimana sih, sahabat ya sahabat, pacar ya pacar," tepis Bunda.

"Bunda, udah deh. Sahabat Jadi cinta itu bisa terjadi," kata Java sambil celingukan takut-takut terdengar oleh Maya.

Bunda terdiam sejenak.

"Tapi Bunda terus terang aja ya Java. Kamu bilang kamu naksir Aisyah? Kamu sadar gak sih? Kalau kamu lebih sering menceritakan Maya daripada Aisyah," ralat Bunda.

"Masa iya?" Java kembali bertanya dengan nada heran dan berpikir.

"Iya, buktinya cewek pertama yang menginjakkan kakiya di rumah kita Maya kan? Ya wajar kalau Bunda kira Maya itu pacar kamu," kata Bunda.

Tik...tok...tik...tokkk...tik...tok... Java dan Bunda berpikir sejenak.

"Ya ini kan konteksnya beda Bun, Maya kan ke sini Cuma buat belajar, karena janji Java. Ini semua Java lakukan daripada Maya menuntut Java jadi pacarnya," Java angkat bicara.

"Bodo ah, Bunda tetap suka sama Maya. Bunda jatuh cinta pada pandangan pertama sama Maya. Maya itu baik, cantik, pintar masak. Mantu idaman itu harus yang pinter masak," komentar Bunda.

"Astaghfirullah Bun, Bunda bakalan lebih jatuh cinta sama Aisyah. Dia itu idaman semua orang. Jangankan jadi pacarnya, jadi suaminya aja mau bahkan tanpa kenalan dulu," kata Java bersemangat.

"Eh kamu itu ya, mbok ya bedain antara kagum sama sayang beneran. Perasaanmu ke Aisyah itu kagum, kamu tu sayangnya ke Maya," kata Bunda sambil mendorong-dorong pelan dada Java dengan telunjuknya.

"Bunda jangan asal tebak dulu deh Bun, Masa Java dituduh suka sama Mak Lampir," gerutu Java.

"Itu bukan asal tebak, itu gayamu yang menunjukkan begitu," jawab Bunda.

"Belain Maya teros, belain Maya teros. Anak Bunda tu siapa sih? Java atau Maya?"

"Maya," jawab Bunda sambil berlalu pergi.

****

Setelah perdebatan sengit bersama Bunda, Java menghampiri Maya yang sedang duduk manis di ruang keluarga.

"Yuk Kak, Java antar pulang," ajak Java sambil mengambil kunci motornya di atas meja.

Bunda juga mengikuti Maya dan Java ke ruang keluarga.

"Tante, Maya pulang dulu Tante," pamit Maya sambil mencium tangan Bunda.

"Nggak nginep sini?" tanya Bunda basa basi.

Java menatap Maya dengan Tajam seolah memberikan isyarat JANGAN COBA-COBA MAY, ATAU LO GUE HABISI. Tatapan jahat itu langsung membuat nyali Maya ciut untuk berkata IYA.

"Mmmm, enggak Tante tadi Maya Cuma pamit sebentar aja, sama Bi Ngatmi," tolak Maya.

"Loh, Bi Ngatmi siapa?" tanya Bunda.

"Asisten rumah tangga Mama Maya Tante, sejak kecil sudah mengasuh Maya juga," jawab Maya.

"Ibu dan Ayah Kakak mana?" tanya Java Kepo.

"Ohhh, Mama sama Papa di Prancis Ze... eh Jav," jawab Maya.

Dan Java baru tahu itu, selama berurusan dengan Maya sedikitpun Java tak pernah bertanya-tanya tentang Maya.

"Ya sudah kalau begitu Salam sama Mamanya Ya," sambung Bunda.

"Iya, tante," Jawab Maya.

"Oke hati-hati ya sayang. Kalau ada waktu main-main ke sini ya, kamu sudah janji loh sama Tante mau masak kepiting saos Padang," kata Bunda sambil mengusap-usap bahu Maya.

"Beres Tante," kata Maya.

"Ayo Kak," ajak Java.

"Java, kamu ngantar Maya pakai apa?" tanya Bunda tiba-tiba.

"Ya pakai Motor lah, gak jauh-jauh amat kok Bun," jawab Java.

Bunda melempar kunci mobil ke tangan Java, dengan sigap Java menangkapnya.

"PAKE MOBIL," kata Bunda melotot membesarkan matanya seperti tokoh kuntilanak dalam film horor Beranak Di Kuburan yang di perankan mendiang Suzane.

Oke guys.... makasih banget... sudah stay di cerita Maya dan Java. Sekali lagi makasih banget buat yang cuma scrol-scrol aja, makasih buat yang silent rider, makasih buat sahabat-sahabat yang beneran membaca ngasih vote dan comen.

Oke hari ini ada beberapa pertanyaan yang mau author jawab

1. Kenapa sih sinetron yang muncul kisah nyata, suara sedih istri dan pintu barokah?

Yap karena tontonan author muter-muter di situ author gak suka nonton anak langit-langit dan anak jalan-jalan.

2. Kok Java gak jadian aja sama Maya sih?

Belom, cinta itu butuh proses, proses cepat maka cepat juga putusnya (menurut author). Proses pengenalan itu penting.

Ok sekian dulu makasih semua see you...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top