15.Setelah Kejadian Malam Minggu

Pagi itu seperti biasa Java berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali. Sejak pintu pagar sekolah ditutup beberapa hari yang lalu ia tak ingin terlambat lagi. Apa lagi terlambat bersama orang yang sama sekali ingin ia jauhi siapa lagi kalau bukan Maya.

Seperti pagi biasanya, Java kesekolah mengenakan jaket dan menutup wajahnya dengan hoodie-nya. Langkahnya terhenti, ia merasa seseorang telah mengikutinya dari belakang. Jantung Java berdetak hebat, ia bepikiran kalau sejak kejadian malam minggu itu hidupnya mulai terancam.

Ia merasa tidak aman, belum lagi pikiran tetang om-om gendut berputar dikepalanya. Java merasa kalau Om gendut itu pasti menyimpan dendam. Apalagi Java telah meninju Si Om hingga pingsan, dan mengambil kembali uang yang sebelumnya ia berikan secara tidak iklas.

Sekolahan masih sepi, Java sedikit khawatir jika ia harus berhadapan dengan pembunuh bayaran. Siapa tahu saja, dendam keributan malam minggu harus berujung pembunuhan. Kalau untuk melawan preman mungkin Java masih bisa, kalau harus berhadapan dengan pembunuh bayaran, belum tentu Java bisa, karena setahu Java menurut film yang ia tonton pembunuh bayaran itu memiliki berbagai taktik. Java memang terlalu berlebihan prasangkanya.

Java mempercepat langkahnya, langkah kaki lain di belakangnya juga makin cepat. Java mencoba berheti, langkah kaki itu juga ikut berhenti. Java pun memberanikan diri untuk menoleh ke belakang namun ia tak menemukan sosok orang lain.

Java kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Langkah kaki itu juga tetap mengikutinya. Keringat Java pun mulai menetes namun ia tetap tidak menyerah.

"Sial, kenapa sekolah ini sepi? Bukannya ini hari senin?" gumam Java.

Java menghentikan langkahnya, dan langkah yang mengikutinya juga ikut berhenti.

"Woy, siapa? Dari tadi ngikutin!" kata Java setelah menghetikan langkah.

Hening tidak ada suara.

Apa begini ya, kalau sudah berbuat kesalahan? Batinnya.

"Woy, tunjukkan wujudmu!!" Java kembali berkata-kata.

Tak ada jawaban.

"Shit!" Java mendengus kesal.

Java melanjutkan perjalaanannya. Letak kelasnya cukup jauh dari pintu gerbang sekolah. Hal ini membuat Java belum juga sampai ke kelasnya. Tapi sosok di belakang Java masih tetap mengikutinya.

"Siapa sih!!" Java penasaran.

Naluri Java berkata untuk berlari menjauh. Ia pun mengambil langkah seribu dan berlari sekencang-kencangnya agar tidak terkejar. Sosok dibelakangnya tetap mengejar tapi tidak bisa mengejar Java sampai sejauh itu.

GEDUBRAK!!!!!!!

Sosok di belakang Java yang sedari tadi mengikuti Java ternyata Jatuh. Mau-tak mau Java menoleh kebelakang, dan sosok sedari tadi yang mengikutinya tak lain adalah Maya.

"Astagaaaa.... Kak Maya!!!" kata Java dengan mata melotot.

"Zeyeng aku jatuh!!" kata Maya masih dengan posisi terlungkup.

"Ya Ampun kak Maya, Java kira siapa tadi!!!" geram Java.

Java pun berlari mendatangi Maya yang masih terlungkup. Java pun berjongkok membantu Maya berdiri.

"Ngapain Kakak ngikutin Java!!"

"Kan aku stalker-in kamu," jawab Maya tanpa dosa.

"Iya, tapi nggak gitu juga kali Kak!!" geram Java.

Maya sudah berada dalam posisi berdiri sembari membersihkan sikunya yang kotor dan di bantu Java.

"Zeyeng, aku tau ngapain kamu malam minggu kemarin."

"Hah, apa? Kakak melihat semuanya?" kata Java dengan dada berdebar-debar.

Apa betul cewek ini melihat tingkah bar-bar ku di bar kemarin? Bisa gawat nih! Musti janji apalagi nih, buat nutup mulutnya? Batin Java.

"Iya Zeyeng!"

"Kakak di Bar?" tanya Java.

"Bar apa? Aku nggak pernah ke Bar!"

"Trus, Kakak lihat Java dari mana?"

"Dari mata hatiku aja Zeyeng."

"Hah..." Java menghembuskan nafas lega.

Jangan sampai warga sekolah tau deh bisa gawat ini, aku kan malu banget. Apa lagi kalau pak Rafles tahu, aku dan Angkasa pasti di hukum. Predikatku sebagai siswa teladan bisa dicabut nih. Batin Java.

"Zeyeng, a... aku..."

"Apa!!"

"Nggak jadi."

"Stop ngeprank-in Java kak!!"

"Maaf Zeyeng, kamu jangan marah-marah dong. Nggak kuat aku tu."

"Kakak aneh-aneh aja sih, pakai ngikutin Java dari belakang."

"Kan aku pengikut setiamu," gumam Maya.

"Java bukan bintang K-Pop," gerutu Java.

"Zeyeng."

"Apa."

"Lututku sakit," rintih Maya.

"Trus?"

"Gendong aku," pinta Maya.

"Nggak mau ah berat!!" Jawab Java.

"Ah Zeyeng, aku nggak bohoong, beneran. Lututku sakit, bantu aku Zeyeng."

Java membuang nafasnya cukup kuat. Selalu saja ada-ada saja yang diperbuat cewek ini. Dan sialnya Java tak pernah bisa menolaknya, dan selalu tidak pernah bisa menolak. Entah mengapa, selalu saja ia merasa peduli dengan cewek unik ini.

"Ya udah sini Java bantu," tawar Java.

"Seriusan Zeyeng?"

"Hmmm," jawab Java diiringi anggukan.

"Kamu Iklas kan Zeyeng?"

"Ya terpaksa lah!!"

"Ih Zeyeng, kata Pak Ustadz semua yang akan dikerjakan harus dengan niat tulus, suci dan Iklas," protes Maya.

"Ck...Mau dibantu gak nih!!"

" Iya iya Zeyeng."

Java pun mau tak mau merangkul pundak Maya dan membantunya berjalan.

"Jadi Java bantu ke mana nih?"

"Ke UKS."

"Masih terlalu pagi, UKS masih tutup, ke kelas Kakak aja ya?" Tawar Java.

Maya mengangguk.

"Aih, kelas kakak di lantai satu, jauh!"

"Maaf Zeyeng udah ngerepotin."

"Ya udah gak apa-apa."

Java pun membimbing Maya untuk kembali ke kelasnya. Walau ada beberapa pasang mata siswa yang menyaksikan mereka berangkulan. Tapi Java tetap cuek membantu Maya. Mau bagaimana lagi, sudah kepalang tanggung, toh dia juga sudah digossipkan dengan gadis itu.

Sabar Jav... Sabar... Batin Java menguatkan dirinya sendiri.

Setelah sampai ke kelasnya Maya, Java pun membimbing Maya duduk dibangkunya. Kelas Maya masih kosong, belum ada satupun siswa lain di kelas Maya yang datang.

"Zeyeng, makasih ya. Kamu baik banget," kata Maya dengan suara pelan.

"Hmm," jawab Java cuek.

"Kamu mau ke mana Zeyeng?" tanya Maya ketika Java melangkahkan kakinya.

"Ya ke kelas lah," jawab Java

"Ini buatmu Zeyeng," Maya memberikan kotak bekal jatah Java hari ini.

"Thanks Kak," jawab Java sambil menerima bekal pemberian Maya.

"Dimakan ya Zeyeng, jangan di kasih ke Idet atau Tio," protes Maya.

"Iya Kak,"

"Jangan juga di kasih ke Aisyah!" gerutu Maya.

"Ya ampun iya Kak."

"Aku cemburu sama Aisyah Zeyeng, dia tu selalu deket-deket kamu. Sad aku tuh tiap lihat dia belajar bareng kamu," kata Maya dengan raut wajah sedih.

"Udah selesai ngomongnya?"

"Udah Zeyeng," jawab Maya pelan.

"Ok Java balik dulu."

Java berjalan dengan langkah cepat.

"Zeyeng!!"

"Apa lagi IHHHH!!!" geram Java.

"Jangan deket-deket Aisyah!!"

"Nggak bisa, sebelum janur kuning melengkung Java bukan milik siapa-siapa," tegas Java.

"Ya deh. Aku harus sabar," pasrah Maya.

"Oh, ya nanti les matematikanya di rumah Java. Kalau kaki Kakak masih sakit, les-nya libur aja dulu."

"Yah jangan libur dong Zeyeng, nanti sore aku pasti bisa kok."

"Katanya kakinya sakit!"

"Iya, itu sekarang Zeyeng, kalau nanti mungkin kakiku udah baikan," kata Maya sambil menaikan alisnya berulang-ulang.

"Ck!! Jadi tadi pura-pura sakit nih!"

Maya meringis tanpa dosa. Java pun berlari kembali ke kelas meninggalkan Maya dan mengabaikan panggilan Maya berkali-kali.

"Sia-sia gue bantu dia tadi, ternyata dia nggak sakit" geramnya.

Hai... gaes... ketemu lagi.... kali ini aku up datenya agak siangan. Dan jujur di part ini aku agak susah nulisnya, dan mungkin agak kurang lucu.

Ok gaes... makasih banget buat yang iklas membaca, makasih juga buat yang sudah scrol-scrol aja. Terlebih makasih banget buat sahabat yang sudah membaca dan memberikan feedback. Feedbackmu mempengaruhi tulisan ini, karena banyak kata-kata yang terinspirasi kalian.

Terimakasih banyak.... see you next part... bye bye...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top