10.Receh
Warning:
Buat teman-teman yang bukan orang Jawa kalian harus baca ini :
1. Yo wes ben, artinya ya sudah biarkan saja
2. Ono opo, artinya ada apa
3. Ojo, artinya jangan
4. Sopo, artinya siapa
5. Mboh, artinya entah lah
Kalau ada yg kurang jelas komentari aja ntar ku jawab.
Ternyata memang benar jika berita hoax itu membuat pusing kepala dan stress. Pantas saja selebriti sampai membuat somasi untuk pelaku penyebar hoax. Hari ini Java cukup dibuat pusing oleh oknum-oknum penyebar hoax di sekolahnya. Mereka sepertinya senang mengerjai dirinya.
Belom lagi Maya yang masih gencar merayunya, dengan rayuan maut yang sumpah receh banget. Terkadang ia ingin marah, tapi ia tak pernah bisa marah. Java memang tipical cowok penyabar yang sulit marah meledak -ledak, ia hanya menyimpan amarahnya dalam hati.
Hari ini Java pulang agak terlambat, ia disibukkan dengan aktivitas barunya yang untung saja hanya 2 minggu, jika lebih dari 2 minggu bisa saja Java masuk rumah sakit jiwa atau tertawa sendiri. Aktivitas terbarunya yang membuatnya cukup setres yaitu memberikan Maya les privat pelajaran matematika. Sungguh diluar diguan ternyata Maya selama diberi les tambahan bukannya fokus belajar Maya justru lebih sering senyum-senyum sendiri. Jika mengingat kejadian "les matematika" tadi, lagi-lagi Java ingin menghilang saat itu juga.
Cukup memusingkan hari ini, akhirnya ia memutuskan untuk tidak datang latihan silat seperti biasanya. Ia ingin mengunci dirinya di dalam kamarnya tidak sekolah untuk beberapa hari. Hanya untuk menghindari segala hal yang memuakkan.
Begitu masuk kamarnya ia membuka kacamatanya dan melempar kacamatanya ke atas meja belajarnya. Untung kacamata itu terbuat dari plastik hingga tahan banting setelah itu seperti biasa ia mengacak-ngacak rambutnya.
"Arrgghhhh..."
Diapun membanting tasnya ke sembarang tempat. Untung saja di dalam tasnya tidak ada laptop, jika ada laptop sudah pasti bundanya marah-marah. Mengapa bisa leptop di lempar-lempar, bukannya harganya mahal? Saking kesalnya ia membuka sepatunya dan lagi-lagi melempar asal sepatunya. Yang kiri entah sampai di mana yang kanan entah sampai di mana. Bisa dipastikan jika besok ia berangkat ke sekolah ia akan kebingungan mencari sepatunya karena ia telah melempar sepatunya dengan asal.
Setelah aksi lempar-melempar selesai. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur single-nya karena ia merasa lelah setelah seharian beraktivitas penuh emosi.
"YAAAAAAA AAAAMMMMPUNNNNNN! Ckckckckckc" tiba-tiba Jeni bunda Java tiba-tiba muncul dan masuk ke kamarnya.
Wanita berusia hampir 40 tahunan itu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya. Baru pulang sekolah sudah membuat kamar menjadi berantakan.
"Ono opo toh? Pulang sekolah kok ngamuk-ngamuk," Bundanya bertanya lagi.
Java hanya menanggapi kata-kata dengan garukan kepala.
"Masuk rumah gak baca salam, nyelonong kayak maling, baju seragam nggak diganti. Ono opo toh?" tanya Bunda kembali.
"Java lagi kesel Bun," jawabnya singkat.
"Segalanya bisa diselesaikan baik-baik, jangan dengan kekerasan" sambung Bunda dengan logat Jawanya.
"Java nggak makai kekerasan kok Bun."
"Lha itu apa? Semua dilempari. Sampe-sampe sepatu sekolah udah nyampe ke atas lemari," tambah Bunda sembari menunjuk sepatu sport berwarna hitam yang terletak di atas lemari.
"Java kesel Bun, semua siswa di sekolah menatap Java lucu, padahal Java bukan pelawak."
"Yo pasti ono sebab pe," jawab Bunda sambil duduk di tempat tidur Java.
"Ya, ono lah Bun. Itu gara-gara rayuan receh Maya, pokoknya Java kesel!"
"Yo wes ben, ngerayu-ngerayu tandanya suka."
"Suka, suka. Suka boleh suka, emang gak ada apa cowok lain yang dia sukai!"
"Yo wes ben, dia suka kan karena anaknya Bunda ngganteng toh."
Java masih berbaring di tempat tidurnya, padangannya terarah ke langit-langit kamar.
"Beberapa hari yang lalu, dia maksa-maksa Java buat jadi pacarnya. Java gak mau, akhirnya Java janjiin aja les Matematika."
"Yo wes ben. Ngasih les itu tandanya anak Bunda memang pinter dan suka berbagi ilmu pengetahuan."
"Ah, Bunda yo wes ben terus."
"Ya Bunda mesti njawab opo toh? Wong Bunda seneng kok, anak Bunda wes laku,"
"Apaan sih Bunda, Java kayak jomblo lama aja, dibilang laku."
"Loh kan kamu pernah bilang sama Bunda, kalau kamu tu udah ngerti sama lawan Jenis. Yo bagus lah ada cewek yang suka sama kamu."
"Ya nggak dia juga lah Bun, apaan tu. Rayuannya receh banget, udah gitu sikapnya ngeselin."
"Recah receh, kamu tu gak boleh ngeremehin yang receh-receh. Kamu tau duit receh? Gak akan genap uang pecahmu kalau gak ada uang receh."
"Bunda gimana sih?" Java tak mengerti dan mengacak acak rambutnya kembali.
"Kamu punya uang 49.900, gak akan genap jadi 50.000 kalau gak nemu uang 100 rupiah."
"Kok malah perginya ke duit sih Bun!"
"Dengerin dulu, Bunda mau ceramah," Jawab Bunda dengan nada agak tinggi.
Java menanggapi dengan manyun.
"Ibarat uang receh, kalau dikumpulin banyak-banyak bakalan jadi uang utuh. Sama seperti cinta, dia hadir sedikit-sedikit lama-lama jadi utuh. Ketika utuh baru kamu menyadarinya. Nah itu yang dilakukan temanmu, dia memberikan cintanya sedikit-sedikit hingga kamu menyadarinya suatu saat nanti."
"Kok Bunda belaiin dia sih? Anak Bunda tu Java bukan dia."
"Bunda cuma ngasih tau aja loh."
"Dia tu ngeselin Bun, kadang Java terganggu."
"Mmm... kamu suka juga tah sama dia?"
"YO NDAK TOH!!!!" jawab Java yakin.
"Ya udah seng sabar aja, do'a in aja. Supaya dia punya pacar baru dan gak gangguin kamu lagi."
Java mengangguk
"Ya udah buruan mandi."
"Bun, sebenernya ada yg mau Java tanyain."
"Nanya apa?" Jawab Bunda membalikkan badannya ke belakang.
"Bun."
"Hmmm," Bunda membalikkan badannya.
"Sebenernya aku ini anak siapa Bun?"
Deg... suasana menjadi hening sesaat.
"Ya anak Bunda lah... Anak siapa lagi. Wong Bunda yang lahirin kamu kok?"
"Bunda, apa Java punya kakak?"
Deg, dada Bunda berdetak lebih kencang.
"Jawab Bun, apa Java punya kakak laki-laki."
"Kamu, ngomong opo toh, kamu loh anak tunggal Bunda. Ojo ngelindur kamu."
"Bunda, sebelumnya apa Bunda pernah membuang bayi?"
"Woi, kok kamu malah nuduh-nuduh bunda sih? Emangnya Bunda ibu tak bertanggung jawab," dengus Bunda.
"Ya siapa tau aja, bayi itu diadopsi orang dan sekarang jadi ketua OSIS."
"Yo ndak toh! Ngawur kamu. Memangnya kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Java heran aja Bun, Angkasa ketua OSIS yang disiplin itu kata teman-teman mirip sama Java. Senyumnya, hidungnya, bibirnya dan tinggi kami hampir sama. Java jadi ngerasa punya sodara kandung aja."
"Itu mungkin kebetulan aja," jawab Bunda.
"Iya sih Bun. Sebenernya Java pengen punya Abang Bun, walau bukan Abang kandung. Java juga pengen kenal dekat sama Angkasa karena kemiripan kami."
"Ya sudah kamu kenalan aja," kata Bunda.
"Males Bun, dia orangnya dingin, susah senyum," kilah Java.
Java memang hanya sekali berinteraksi dengan Angkasa, waktu itu mereka bertemu di perpustakaan dan diam-diam Angkasa memperhatikan Java, sepertinya Angkasa juga merasa kalau Java juga mirip dirinya.
"Ya sudah kamu mandi dulu gih," perintah Bunda Java.
"Tapi bener kan Bun?"
"Opo toh?"
"Bunda enggak pernah buang Bayi kayak di sinetron?"
"Yo ndak toh, Bundamu iki orang baek."
"Aku bukan anak adopsi kan Bun?"
"Anak adopsi opo seh? Susah payah Bunda lahirin kamu," protes Bunda.
"Trus kenapa ya Bun, Java mirip Angkasa?"
"Yo mboh!" jawab Bunda sambil berlalu keluar kamar Java.
Ketika Bunda sampai di tangga turun ke lantai 1 Bunda pun memikirkan apa yang dikatakan putranya.
"Apa betul Angkasa yang dimaksut Java anaknya .... Ah emboh lah... mungkin belom saatnya."
Bunda pun berlalu menuju ruang keluarga dengan dada yang berdebar-debar.
Bunda Java namanya Jeni Purnama Sari
gaeys........ cast ibunya aq gak bisa ngasih orang korea... aq pakai foto mbak dhella puspitha soalnya pas aq buat part ini, aq keingetnya Java ngobrol sama ibu yang sosoknya seperti si mbak itu. Sama kayak author yang ehemmmm rada2 mirip si mbak itu hahahaha
Makasih ya gaes... buat yang sempat baca.. semoga kalian selalu mudah rezeki dan selalu sehat. Wassalam
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top