02 - When Love Blooms, I Come to You

Kala itu, musim dingin di Hadong, banyak orang yang sedang berbahagia menyambut hari kasih sayang datang. Hal yang sama juga dilakukan oleh para siswa sekolah menengah atas, tidak terkecuali Jo Yerin. Ia memandangi kotak makanㅡyang dibubuhi dengan secarik kertas berisi pesanㅡdi genggaman. Dengan mengenakan jaket tebal berwarna putih, gadis itu melangkah menuju lapangan yang terletak di bagian depan gedung sekolah. Netranya mengedar ke semua penjuru area dan berhenti ketika menemukan sosok lelaki yang tengah duduk di sisi lapangan, Lee Jinhyuk. Senyumnya mengembang.

Kakinya yang melangkah pasti tiba-tiba terhenti ketika ia dengan Jinhyuk hanya berjarak satu meter. Kehadiran Yerin disadari oleh beberapa laki-laki yang memang sedang bersama Jinhyuk. Lantas, mereka menyenggol siku Jinhyuk untuk memberi tahu siapa yang datang. Tepat ketika lelaki itu menoleh, jantung Yerin berdegup lebih cepat. Ia ingin melangkah, tapi sungguh kakinya membeku.

"Kau mencariku?" Hanya mendengar suara Jinhyuk saja tubuh Yerin seakan meleleh, terlalu hangat.

Sebelum dihadapkan dengan Jinhyuk, Yerin sudah menyiapkan beberapa kalimat yang bisa membuat mereka berbincang lebih lama. Namun, semua telah menghilang dari pikiran gadis itu. Lidahnya kelu, ia tidak bisa mengatakan apa pun di depan laki-laki yang sudah mencuri hatinya.

Bukan menjawab pertanyaan Jinhyuk, gadis itu malah menjulurkan tangan lurus ke depan. Membuat sekotak kue cokelat di tangannya berada sedikit lebih dekat dengan Jinhyuk. Yerin menundukkan kepala, tidak ingin menatap mata seseorang yang ada di hadapan. Tepatnya, tidak mampu.

Hanya riuh ledekan dari mulut sekumpulan laki-laki di belakang Jinhyuk yang bisa gadis itu dengar. Sebuah kotak di genggaman belum berpindah tangan, pun tidak ada suara yang menanggapi perlakuan Yerin. Hingga ucapan yang seharusnya membuat Yerin bahagia malah terdengar menyakitkan.

"Aku mau pergi dulu."

Jinhyuk berpamitan pada teman-temannya. Yerin baru saja ditolak oleh lelaki itu. Raut wajahnya berubah, sudut matanya menurun. Pandangannya tidak terlepas dari kepergian Jinhyuk yang membiarkan Yerin seorang diri tanpa sepatah kata pun. Mulai hari itu, Yerin menyadari bahwa mencintai Jinhyuk adalah sebuah kesalahan.

Masa-masa sekolah telah usai. Yerin yang sudah selesai menghadiri upacara kelulusan memilih untuk menghabiskan waktu terakhir di Hadong dengan berjalan-jalan di area sekolah. Ditemani dengan Yoon Chaewon, sahabatnya, ia menghabiskan siang itu dengan perbincangan yang cukup serius.

"Jadi, kau akan pindah ke Seoul? Artinya kita akan sulit bertemu?" tanya Chaewon. Sepanjang jalan, gadis itu hanya merengek.

"Aku tidak mungkin tinggal di sini sendiri, sementara semua anggota keluargaku sudah pindah ke Seoul."

"Kau bisa tinggal denganku saja!" Chaewon meraih kedua tangan Yerin. Menatapnya lekat-lekat, berusaha meruntuhkan keinginan gadis itu.

Namun, Yerin tetap menolak. "Ada satu alasan lain mengapa aku memutuskan untuk pergi dari tempat ini."

"Jangan katakan kalau itu tentang Jinhyuk," tebak Chaewon sembari tidak melepaskan pandangannya. Yerin tidak menjawab apa pun. Tebakan Chaewon benar. "Ah, yang benar saja?!"

"Kau membenci laki-laki itu, tapi bukan berarti harus menjauh seperti ini?"

Yerin sempat mengatakan bahwa ia telah membuang perasaannya jauh-jauh untuk Jinhyuk usai lelaki itu bersikap abai. Kenyataannya, mulut memang mudah berucap dusta, tapi tidak dengan hati. Bagi Yerin, pergi menjauh dari sana akan membantunya melupakan Jinhyuk lebih cepat.

"Aku akan sering-sering datang ke sini untuk menemuimu."

Chaewon mengerucutkan bibir, sedang Yerin merangkul gadis itu dan tersenyum. Mengajak sang sahabat tidak memikirkan perihal kepindahannya terlalu rumit. Lagi pula, Seoul dan Hadong tidak begitu jauh dan masih bisa dijangkau dengan kereta. Mau tidak mau, Chaewon mengikuti kemauan Yerin dan ikut mengembangkan bibirnya.

Seseorang dari kejauhan memperhatikan mereka. Mendengarkan apa yang kedua gadis itu bicarakan. Usai keduanya melangkah pergi, lelaki itu menyandarkan punggung di dinding berpoleskan cat putih. Sembari menggenggam sebuah kertas berukuran kecil, ia menghela napas. Sekarang atau tidak sama sekali. Lee Jinhyuk harus menentukan pilihan. Gadis yang menyatakan perasaannya melalui secarik kertas itu akan pergi jauh dan entah kapan waktu mengizinkannya bertemu lagi dengan Jinhyuk.

Namun, Jinhyuk terlalu lemah dalam urusan ini. Ia bukan mengabaikan Yerin, melainkan tidak sanggup bersikap layaknya lelaki pada umumnya dalam menyatakan perasaan. Yerin sudah memenuhi ruang di hatinya sejak lama, tapi bodohnya lelaki itu malah mengabaikan ketika kesempatan sudah ada di depan mata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top