When I Meet You

*Herdy POV*

  Perlu kuceritakan di sini. Namaku Herdy. Ya, agar kalian bisa mengenalku! Aku hanya seorang cowok santai yang apa adanya, tidak menuntut apa-apa untuk kupenuhi dalam hidupku. Ah, mungkin karena aku terlahir dari keluarga yang cukup berada, sehingga untuk menginginkan sesuatu saja sudah muncul di depanku tanpa perlu kuusahakan. Tapi memangnya itu berpengaruh? Hm.. mungkin! Atau mungkin tidak. Selama aku hidup, ada tiga hal yang jadi komitmen hidupku. Hal yang pertama adalah aku benci kalau barang milikku diambil orang lain. Tentu saja ini bukan tentang berbagi. Aku bukannya benci berbagi, namun aku benci bila ada barang yang kusayangi diambil begitu saja tanpa izin. Lalu apa aku akan memberikannya kalau dia meminta izin? Ah, tentu saja... tidak akan pernah!! Karena aku akan mematahkan tangan orang yang mengambil barang milikku! Apapun itu!


 Hal yang kedua adalah aku akan berusaha mendapatkan apa yang aku inginkan, dengan caraku sendiri! Aku sangat bangga bila mendapatkan barang itu, apalagi aku pasti akan menjaga dan merawatnya sepenuh hatiku. Tentu saja lagi-lagi aku tak akan pernah meminjamkannya untuk orang lain! Tidak akan pernah sekalipun! Bahkan untuk melihat atau memegangnya saja siapapun tidak akan pernah kuperbolehkan!


Hal ketiga yang harus kalian tahu tentang hal yang kubenci adalah saat seseorang meninggalkanku dan mengkhianatiku. Aku akan mengejar, bahkan aku akan membalasnya sejuta kali lipat dari apa yang telah dia lakukan padaku. Ya, aku menjunjung tinggi harga diri!


"Selamat datang, tuan muda...!" pelayan-pelayanku menyambutku di depan pintu, lengkap dengan membungkukkan badannya. Ah, aku merasa seperti penguasa di film-film mafia! Pelayan yang lain mengambil tasku, melepas jasku, dan menyiapkan segala hal untukku. Aku diperlakukan seperti seorang raja di rumah mewah dan mirip kerajaan ini. Tapi sayangnya aku tak merasa bahagia. Ada yang kosong. Di sini... Kosong. Seperti merindukan sesuatu. Uang? Ah, apa gudang uangku kurang banyak? Fasilitas? Tidak, aku tidak terlalu menikmati fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh orang tuaku. Tapi tiba-tiba saja muncul perasaan rindu saat cowok itu tidak muncul di depanku. Namanya Adit. Keponakan tukang kebun di rumahku.


Satu hal yang kuingat saat pertama kali dia muncul di depanku. Dia tersenyum dengan lolipop di bibirnya, melihat pamannya menanam mawar di kebun rumahku. Aku hanya menatapnya sekilas, namun sebuah degup jantung yang cukup keras muncul dari jantungku. Dan aku benar-benar menginginkannya! Tiba-tiba menginginkan dia menjadi milikku, walaupun aku baru pertama kali itu melihatnya.


"Dia siapa?" aku bertanya pada salah satu pelayan yang sedang membersihkan perabot di ruang keluarga. Jendela ruang keluarga berhadapan langsung dengan kebun samping, sehingga dengan leluasa aku bisa melihatnya. Aku tersenyum, sebuah senyum licik yang selalu muncul saat aku mencoba menjatuhkan kekuasaan dan perusahaan lawan.


"Dia keponakan tukang kebun kita, Tuan..."


"Panggil dia, suruh ke kamarku!" aku pergi ke kamarku dengan senyuman iblis di bibirku. Mungkin aku harus mendapatkannya.

*Adit POV*


            "Mas Adit dipanggil sama Tuan ke kamarnya...!" tiba-tiba seorang pelayan memanggilku ketika aku sedang menuangkan pupuk ke dalam salah satu pot. Aku mengerutkan kening, apalagi saat dia bilang Tuan. Tuan besar? Om-om pemilik rumah ini, ya? Kenapa sih panggil-panggil? Apa aku mau diangkat anak oleh mereka? Ah, bisa jadi uang mereka nganggur jadi mereka ingin menyumbangkannya untukku! Oke, bos! Kalau aku sih bisa saja habiskan dalam sekali belanja! Rumah, mobil, tanah, hahaha... sorry, ini mimpi di siang bolong!


            Atau mungkin dia salah orang? Namaku kan udah digunakan oleh ribuan atau bahkan jutaan orang di dunia ini terutama di Indonesia. Nggak, nggak.. bukan nama yang pasaran, karena aku benci mengakui itu. Aku lebih suka menggunakan kata universal yang artinya namaku memang digunakan oleh banyak orang, tapi Adit yang sedang bercerita pada kalian ini adalah aku, bukan Adit-Adit yang lain. Adit yang suka bermain, Adit yang masih labil, Adit yang jahil, Adit yang selalu diteriaki oleh teman dan orang lain karena keisengannya. Aku Adit yang itu...


            "Kenapa harus aku?" aku pasang wajah cengo, karena bingung alasan aku dipanggil. Mungkin aku akan dijadikan menantu mereka. Eh, bukannya mereka nggak punya anak cewek? Ah, apa ini?


            "Tuan muda ingin bertemu.."


            Oh, tuan muda! Halah, jadi untuk apa? Padahal aku sih pengennya dipanggil oleh nona muda. Haha..! Ah, mungkin aja kan kalau tuan muda pengen diajarin sesuanu. Siapa tahu saja mereka akan mengadakan transaksi gelap dan aku sebagai salah satu umpan agar transaksi mereka berhasil! Ah, siapa tahu saja begitu!


            "Emangnya kenapa, ya?" aku bertanya curiga. Pelayan setengah baya itu hanya mengerutkan kening, mungkin karena beliau juga tidak tahu kenapa aku harus dipanggil begini.


            "Maaf, tuan muda tidak menjelaskan, mas..! Mendingan mas langsung ke sana aja, tuan muda benci menunggu."


            Halah, yang butuh siapa yang sok siapa! Aku mengerutkan kening lalu menggeleng tegas.


            "Kalau emang nggak jelas butuh apa, aku nggak mau ke sana..!" aku menggeleng tegas. Pelayan itu kembali mengerutkan kening namun tak beranjak dari tempatnya. "Kok masih di sini? Aku kan udah bilang aku nggak mau!" karena lelah menunggu aku langsung pergi dari hadapannya. Biar saja, itu resiko! Kenapa harus memerintahku, padahal aku kan bukan pesuruhnya! Aku segera mengambil vespaku dan pergi dari "istana" itu. Besok aku akan berkunjung lagi, tapi tentu saja untuk mengantarkan tanaman baru bukan untuk menemui tuan muda sok itu!

*Herdy POV*


            Aku tersenyum licik. Seenaknya saja cowok mungil itu menolak perintahku! Apa dia lupa siapa dia? Pamannya bekerja untukku, jadi aku yang berhak melakukan apapun padanya. Berani sekali dia!


            "Siapa namanya?" aku bertanya tegas sambil membelakangi tukang kebunku, paman cowok yang sudah menolakku kemarin.


            "A... Ampun, tuan..! Keponakan saya kemarin Cuma tidak tahu kalau dia harus menemui tuan. Dia memang anak nakal! Maafkan keponakan saya..." lagi-lagi tukang kebunku meminta maaf. Begitulah, mungkin ketika mereka tidak salah apapun justru mereka yang harus meminta maaf. Padahal aku tidak menyuruh mereka meminta maaf! Ah, mungkin inilah kekuatan uang!


            "Aku hanya bertanya namanya, Paman..!" aku tersenyum geli, mencoba memanggil tukang kebunku itu seperti bagaimana keponakan kesayangannya itu memanggilnya.


            "Na.. Namanya Adit, tuan..." lagi-lagi, Paman, begitulah aku menyebutnya menjawab dengan takut.


            "Tidak perlu takut, Paman..! Aku hanya kagum dengan keberaniannya. Nanti saat dia berkunjung ke sini, tolong panggil aku! Aku yang akan menemuinya!"


            "Ah.. apakah perlu tuan sendiri yang menemuinya? Nanti biar saya yang menyuruhnya..."


            "Ah tidak, tidak perlu..." aku tersenyum makin lebar. Aku mengambil jasku dan pergi dari tempat itu setelah menepuk lembut bahu laki-laki paruh baya itu. Dalam hati ada tekad yang mulai kususun. Aku harus mendapatkan apa yang kuinginkan! Apapun, atau bahkan... siapapun!


            Aku kembali ke kamarku dan duduk menghadap jendela, sampai akhirnya sebuah ketukan pelan terdengar dari luar. Aku terdiam, namun tersenyum licik. Oh, rupanya dia sudah datang! Ini saatnya aku harus memberinya pelajaran karena dia sudah membuatku menunggu.


            "Ada apa, ya Tuan?" dia muncul di belakangku, lengkap dengan ekspresi imut yang menurutku... ah, sudah! Jangan paksa aku menjelaskan lebih jauh lagi! Aku tersenym dengan wajah licik, karena aku yakin dia pasti akan memperlakukanku dengan enteng dan remeh.


            Aku berbalik dan menatap wajahnya langsung. Saat itulah ada getaran lembut yang merambat dalam hatiku, diiringi oleh jantungku yang berdegup kencang hingga aku merasa kalau aku memang harus mendapatkannya. Dia menatapku dengan tatapan bingung. Tangan kirinya menggaruk belakang kepalanya dan bibirnya mengerucut imut. Bibirnya merah dengan wajah polos dan entah mengapa terlihat menarik di mataku. Dia masih memakai seragam sekolahnya. Ah, jangan lupakan bibirnya yang sedang mengulum permen lolipop itu! Aku tersenyum. Hum.. rupanya dia masih sekolah. Namun sayangnya dia bukan bersekolah di sekolah elite milikku.


            "Siapa namamu?" aku bertanya cepat, agak gugup.


            "Adit, tuan..." dia menatapku tanpa gentar. Perlahan seulas senyum muncul di bibirnya, membentuk sebuah lengkungan di pipi kirinya.


            "Kamu tahu kenapa dipanggil ke sini?"


            "Nggak, tuan.." Adit kembali menatapku dengan mata sipitnya. Aku tersenyum licik.


            "Mulai besok kamu wajib datang ke sini...! Tak boleh ada penolakan!"


            Adit mendongak, menatapku. Dia mengernyit bingung, lalu dalam sekejap dia menggeleng tegas.


            "Maaf, tuan...! Saya bukan pesuruh tuan..!" dia menolakku. Aku melotot, tak menyangka kalau masih ada orang yang dengan berani menolak perintahku. Aku beringsut maju ke depan dan berdiri tepat di depannya.


            "Perintahku adalah mutlak!" aku membentak. Namun bukannya takut, dia malah balas menatapku dengan wajah menantang. Aku terdiam. Tanganku spontan mencengkram bahunya. Dia meringis, namun tak ada ekspresi takut yang muncul di wajahnya. Aku terdiam lagi. Dia benar-benar membuatku tak berkutik!


            Lagi-lagi aku diam tak berkutik. Aku mencabut lolipop yang sejak awal dia kulum di bibirnya. Aku menatapnya sekilas, lalu balik mengulum lolipop itu di bibirku sendiri. Adit masih datar menatapku. Perlahan tangan kanannya terangkat dan...


            "Anak baik, kalau ngambil barang yang udah dimakan orang lain itu namanya nggak baik! Kalau pengen permen kayak gitu, nanti aku beliin yang baru!" dia menepuk-nepuk kepalaku dengan wajah santai! Aku beku di tempatku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku benar-benar menginginkan sesuatu! Reflek, aku mengeluarkan lolipop itu dari mulutku dan menarik kepala Adit mendekat ke arahku. Bibirku dengan kurang ajarnya melumat bibir Adit dengan brutal. Untuk saat ini aku tak bisa mengingat apapun! Kepalaku hanya dipenuhi olehnya, dan juga... ah, ada yang sudah terbangun di bawah sana!

*Adit POV*


            Hah?!! Apa-apaan ini?! Apa yang dia lakukan?! Apa ini?!


            Otakku kosong saat ini, tanpa ada pikiran apapun! Benar-benar kosong, apalagi saat bibir itu bermain dengan bibirku. Rasanya manis seperti strowberry, rasa lolipop favoritku. Aku nggak bisa menolak bibir itu melumat bibirku, tapi aku juga nggak bisa nolak! Haaah!!! Apa ini??!!


            Namun perlahan aku ingat kalau aku harus kembali rasional dan kembali pada akal sehatku, dan dengan kekuatan penuh aku mendorong tubuh besarnya dan memukul pipinya kencang. Dia terhuyung, lalu memegang pipinya. Dia memegang pipinya sekilas lalu menatapku.


            "Apa ini?" aku menatapnya datar. Dia tersenyum sinis, namun aku benci senyum itu! Aku melangkah kembali ke arahnya, mencengkram krah bajunya dan berteriak tepat di depan wajahnya.


            "GUE BUKAN COWOK MURAHAN YANG BISA LU MAININ SEENAKNYA!!" aku berteriak kencang. Dia menatapku dengan wajah nggak percaya.  Aku hanya terdiam, sementara dia mulai terkikik seperti iblis.


            "Berapa harga yang perlu aku bayar buat bikin kamu di sini?"


            "Gua bukan cowok panggilan!!" aku berteriak kencang, apalagi saat dia mulai melangkah dengan wajah menyeramkan ke arahku. Aku mundur, lalu berbalik kabur dari tempat itu. Aku bego kali ini! Harusnya aku pukul dia sekali lagi! Harusnya aku pukul dia! Nggak, harusnya aku tendang "senjata"nya itu, biar sekalian impoten!


            Mulai besok, aku nggak sudi maen ke sini lagi!! Big NO!


***


            Lihat, aku beneran nggak maen ke sana lagi, kan? Halah, orang kaya kurang ajar, seenaknya saja mencoba membuatku jadi pelacur laki-laki! Aku benci cowok macam begitu! Emang, sih aku nggak pernah peduli urusan gender dalam mencintai. Aku biseks. Omnivora. Halah!


            Tapi sayangnya aku sekarang sampai di kamar ini lagi! Kurang ajar banget, kan? Kalian tahu alasannya? Alasannya sialan banget!!!


            BAIK, ORANG PSIKOPAT DI DEPANKU INI NGANCAM PAMANKU, KALAU SAMPAI AKU NGGAK DATANG KE SINI LAGI PAMANKU BAKALAN DIPECAT!!!


            Shit!! Kurang ajar! Akhirnya aku mau nggak mau harus datang ke ruangan biadab ini! Ruangan tempat aku dilecehkan! Apalagi, dengan status aku harus rutin mengunjunginya kalau nggak mau pamanku dipecat! Ini demi pamanku!!


            "Kenapa lu bikin gara-gara sama gua?" kali ini nggak ada kata sopan dalam kamusku untuk bicara dengannya. Dia menatapku sambil tersenyum senang.


            "Kenapa kamu malah marah? Bukannya aku bayar kedatangan kamu ke sini?"


            "Lu yang bikin gua jadi kayak murahan! Gua bukan cowok bayaran!" aku menantang. Dia tersenyum lagi-lagi. Aku masih menantangnya dengan tatapanku, dan saat itulah aku merasa kalau dia memiliki niat jahat padaku. Aku balas tersenyum licik. Oke, ini bukan saatnya santai dan menerima perbudakannya! Mana Adit yang iseng dan jahil seperti di sekolah? Oke, ayo kita mulai saja permainan ini!


            "Tuan kenapa memperlakukan saya kayak gini?" aku bertanya cepat. Dia menaikkan alisnya, mungkin bingung dengan pertanyaanku yang berubah drastis dengan kata "Tuan".


            "Kenapa? Mungkin karena saya suka sama kamu..."


            "Tuan gay?"


            "Menurut kamu?" dia tersenyum. Aku menatapnya, dan dalam sekejap aku melangkah ke arahnya, lalu berlari ke arahnya, melompat ke punggungnya. Dia roboh karena perbuatan spontanku. Tubuhnya terhempas ke lantai, dan aku berhasil duduk di atasnya.


            "Tuan, tuan harus membayar saya kalau emang ingin saya berkunjung ke sini setiap hari!" aku tersenyum licik. Dia tersenyum lembut dan mengusap pipiku. Aku menghempaskan tangannya kasar. "Dilarang menyentuh!" aku berteriak kencang.


            "Apa peraturannya?"


            "Nggak boleh ada sentuhan, ciuman, pelukan...! Kalau Tuan berhasil melakukannya, saya bisa kasih hadiah untuk Tuan...!" aku tersenyum licik. Hoho, jangan harap aku bisa memberikanmu hadiah! Aku bisa hafal gimana perilaku dan juga otak mesummu itu! Apalagi tadi aku sudah jadi mata-mata ke kamarmu. Koleksi video pornomu hampir satu ruangan, belum lagi mainan pornomu itu juga penuh di ruangan tertentu. Merinding juga! Hiiii...


            "Hadiah apa?" dia balik menantangku. Aku tersenyum licik.


            "Apa yang tuan minta? Tapi kalau harus uang dan benda mahal saya yakin tuan bisa membelinya lebih dari saya!"


            "Hadiah..." dia tersenyum lagi-lagi, dan aku percaya kalau di otaknya sekarang tersimpan niatan mesum. "Setiap hari datanglah ke kamar ini..." ucapnya pelan. Aku sudah mati kutu, nggak bisa menarik ucapanku. Makanya, aku hanya bisa menyetujuinya, tentu saja dengan niatan jahatku untuk membalas perlakuannya. Jangan harap aku bisa jadi budaknya! Cuih!


            Dan sepertinya aku harus rutin mengunjunginya mulai hari ini! Hoeks!

*Herdy POV*


            Lalu begitulah, dia datang ke kamarku setiap harinya. Aku harus menahan diri untuk tidak menyerangnya, namun aku selalu ingin melakukannya. Dia selalu datang seperti biasanya hanya untuk menemaniku. Bahkan, dia sering membuatku kesal setengah mati. Dia sering menjahiliku, menggangguku waktu aku sedang sibuk dengan kerjaku. Namun sayangnya aku tak pernah bisa membencinya. Aku justru semakin menginginkannya lebih dari apapun. Aku gemas dengan sikapnya yang tiba-tiba membuka pintu kamarku kasar dan berteriak kesal sambil bercerita dengan penuh emosi.


            "Masa tadi aku dihukum guru gara-gara nyembunyiin sepatu! Aku kan nggak tahu kalau sepatu yang di depan lab komputer itu punya guru. Lah, model sepatunya kayak murid.. kan bukan salahku juga!" dia bercerita dengan menggebu sambil bergulung di kasur king sizeku.


            "Salah kamu itu!" aku menjawab pendek.


            "Nggak, pokoknya aku kan nggak tahu itu sepatu guru! Harusnya gurunya ganti sepatunya jadi kayak sepatu guru lainnya!" dia berteriak sambil mengerucutkan bibirnya. God! Tolong kendalikan aku! Aku mati-matian menahan hasratku untuk tidak menyerangnya saat ini.


            Lalu begitulah, dia sering datang ke kamarku. Kadang dia datang sambil membawa cemilan jalanan macam bakso goreng, es puter, keripik singkong, dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku memakan makanan seperti itu. Hatiku menghangat di dekatnya. Aku semakin ingin memilikinya untuk diriku sendiri.


            Hari ini dia tidak menampakkan batang hidungnya di depanku. Biasanya dia akan mengirim SMS yang isinya, "Bos, ane gak bisa datang gangguin hidup loe dulu, ane ada urusan sama guru BP!" atau biasanya dia mengirim SMS dengan niat bercanda, "Kucing ane masuk RS, jadi hari ini libur deh gak nebeng kamar bos.." Seperti biasanya juga aku langsung menelponnya, menanyakan apa yang terjadi. Lalu dengan background suara berisik di sana dia akan berteriak dan mengatakan kalau dia sibuk saat itu. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa dia sehari saja!


            Tapi lihat sekarang! Dia sama sekali tidak muncul di kamarku, atau bahkan mengirimiku SMS. Aku berkali-kali mencoba menelponnya, tapi hanya terdengar suara operator di sana kalau nomornya sedang tidak aktif. Aku cemas, mondar-mandir sejak tadi. Akhirnya karena sudah tidak betah lagi aku segera mengambil mobilku dan melaju ke sekolahnya. Dia mungkin masih ada di sekolahnya.


            Aku sampai di sekolahnya, sekolah kecil dengan gerbang hitam yang dijaga oleh seorang satpam. Aku terdiam, mengawasi murid-murid yang keluar dari lingkungan sekolah. Sampai mataku tertuju pada seorang siswa cowok yang sedang muncul dengan wajah kusut dari dalam sekolah. Tak berapa lama kemudian, lima orang cowok lain temannya berlari ke arahnya dan merangkulnya sayang. Aku melihat kebersamaan mereka, namun perlahan muncul perasaan sakit yang sangat menyiksa! Cowok yang sedang mereka rangkul itu adalah milikku!!


            Aku membuka pintu mobilku dan langsung melangkah cepat, menarik tangan Adit dari cengkeraman cowok-cowok itu. Adit mendongak, namun aku sudah dibakar api cemburu. Aku menarik tangannya menjauh dan mendorong tubuhnya masuk ke dalam mobilku. Saat itu yang kuingat adalah aku ingin memiliki Adit untukku sendiri! Bayanganku saja tak boleh memilikinya!

EPILOG


            Kasur king size itu berantakan dengan cairan lengket dimana-mana. Dua tubuh tertidur di atasnya. Seorang cowok dengan tubuh tegap dan wajah tampan, sementara yang satunya bertubuh mungil dengan wajah manis dan imut. Tubuh cowok mungil itu penuh dengan bercak berwarna merah di bagian leher, dada, perut, paha dan bagian lainnya.


            "Aku nggak suka kamu deket-deket orang lain!" suara Herdy terdengar. Adit membuka matanya dan menatap wajah Herdy. Mata Herdy tertutup. Adit tersenyum melihat Herdy yang sedang mengigau. "Adit milikku! Milikku...!" Herdy meracau lagi. Adit tersenyum, lalu memajukan wajahnya dan mencium kening Herdy.


            "Kamu pantas untuk dicintai, namun kamu harus belajar untuk mengejar sesuatu tanpa uang yang kamu punya...!" Adit bangkit dan mengambil seragamnya yang tercecer di lantai. Dia berpakaian dan pergi dari tempat itu setelah meninggalkan sebuah notes kecil di meja belajar : TERIMAKASIH, TAPI MAAF AKU BUKAN COWOK BAYARAN! AKU PERGI! TERIMAKASIH BUAT SEMUANYA!


            Lalu Adit pun pergi sambil menahan perih di selakangannya. Paling tidak, nanti sakit yang dirasakan Herdy di hatinya jauh lebih menyakitkan daripada yang dirasakan fisiknya saat ini....

END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top