17. The Last Day With Jungkook

"Hanya sekadar informasi," kataku pada Jungkook, saat kami baru memasuki komplek perumahan—berjalan sambil bergandengan tangan, menikmati taburan bintang. "Aku belum ingin pulang. Ini akan jadi kencan terakhir kita dan besok—subuh-subuh sekali, kau akan pergi."

Jungkook menoleh sesaat ke arahku lalu kembali menatap lurus ke depan. Dia hanya tersenyum tipis dan mempererat genggamannya. "Masih belum cukup umur untuk menginap di hotel."

"Seriously, Jungkook?!"

"Nde?"

"Apa yang kau pikirkan!?"

Jungkook berhenti sesaat, berdiri berhadapan denganku—menatap lekat-lekat. "Kau bicara apa?" tanya Jungkook yang sebenarnya membuatku ingin memutar mata.

Atau mungkin tidak.

Jungkook berpikir jauh ke depan, sedangkan aku tidak atau mungkin kebalikannya. Entahlah, yang jelas aku belum ingin pulang bukan berarti ingin menginap dan melakukan itu.

"Yang kubicarakan adalah aku ingin meluangkan waktu lebih lama lagi karena waktu kita tinggal—"

"Sa Na," panggil Jungkook, memotong ucapanku lalu menarikku ke dalam pelukannya.

Beruntung keadaan jalan sedang sepi dan tidak ada kendaraan yang melintas, sebab posisi kami sudah seperti menantang maut.

Yap! Jungkook memelukku di tengah jalan—itu gila dan ....

... dramatis.

Aku terbawa suasana dan ingin menangis. Padahal seminggu terakhir ini, aku sukses menahannya dengan terus tersenyum.

Jungkook brengsek!

Aku memukul punggungnya pelan ketika perasaan hangat dalam pelukannya menjalar ke tubuhku. Pipiku basah terutama saat sentuhan Jungkook terasa mengusap kepalaku.

"Mian," kata Jungkook dengan nada berat dan cenderung sedih. "Gomawo, untuk semua yang telah kita lalui." Kecupan lembut bisa kurasakan di pucuk kepalaku dan aku memeluknya semakin erat.

"Jangan katakan dua hal itu, Brengsek. Kau tahu bagaimana aku menahan tangisanku karena kita belum pernah berpisah, 'kan?" Menengadahkan wajah, kulihat Jungkook menampilkan ekspresi yang tidak kalah sedih. Namun, tetap tersenyum.

Alright, dari semua ekspresi ... ini adalah yang paling tidak kusukai. Tahu 'kan istilah penggabungan antara senyum terpaksa dan senyum pura-pura bahagia, demi menyembunyikan kesedihan.

Aku tahu ekspresi itu dan melihatnya sungguh menyebalkan jadi segera kunaikkan tudung kepala di hoodie Jungkook, demi menyembunyikan wajahnya.

"Jika ingin menangis, maka menangislah. Jangan perlihatkan ekspresi seolah-olah kau baik-baik saja. Itu menyebalkan," kataku sembari mengusap air mata di wajahku dan merogoh tas.

Jungkook menurut. Tidak menurunkan tudung kepalanya dan kupikir ia sedang menangis dalam diam.

Sepuluh detik berlalu, aku masih menatap Jungkook dengan tangan yang bersembunyi di balik punggung. Kulakukan hal ini karena ingin menyembunyikan kotak kado berukuran kecil untuk lelaki itu.

"Jungkook," panggilku pelan.

Bahu Jungkook masih gemetar.

Aku mengembuskan napas pelan lalu menarik tangan Jungkook dan meletakkan kotak kecil itu di tangannya.

Dan dengan gerakan cepat, percayalah aku memulai hal itu. Berjinjit agar bisa mencapai Jungkook, menarik tudung kepalanya lalu ....

Ciuman kedua kami ... di tengah jalan, di bawah cahaya lampu, dan tetesan gerimis yang mulai menyentuh bumi.

Jantungku berdebar. Ciuman pertamaku yang kuberikan, terasa seperti menikmati americano dan mulai hari ini akan menjadi favoritku.

"Jangan lupakan kenangan enam belas tahun kita bersama," pesanku—mengakhiri ciuman dan tertunduk di hadapan Jungkook.

Aku merasa cukup malu. Tidak pernah mencium seorang lelaki lebih dulu dan ini sungguh perbuatan nekad, karena menolak penyesalan.

"Tidak akan." Jungkook menyelipkan anak rambut di balik telingaku.

Kurasakan ada senyuman pada diri Jungkook dan itu menular. Semoga hubungan kami akan baik-baik saja, meski terpisah puluhan mil.

Aku menghela napas lalu menarik sedikit tangan kiri Jungkook. "Kau harus pakai gelangnya dan perlihatkan, jika seorang gadis mencoba mendekatimu."

"Kau yang pakaikan," ucap Jungkook lalu lagi-lagi menciumku—hanya di pipi, tetapi sangat berarti malam ini. Jadi aku menurut.

Membuka kotak yang berada di tangan kanan Jungkook lalu memasangkan gelang di tangan kirinya.

"Selamat ulang tahun," kataku setelah memakaikan gelang tersebut di tangan Jungkook. "Harus kukatakan sekarang karena dua bulan ke depan, kita tidak tahu apakah—"

"Saranghae, Sa Na." Lagi-lagi Jungkook memotong ucapanku kemudian menarikku ke dalam pelukannya dan ....

... aku tidak tahu bahwa Jungkook menyematkan kalung di leherku.

Tidak tahu sama sekali, sebelum Jungkook melepas pelukannya dan menunjuk ke arah kalung berliontin bintang kecil itu.

"Kupikir kita ditakdirkan bersama. Aku tidak tahu liontin kita sama,"—Jungkook memperlihatkan gelang pemberianku—"bintang kecil. Kita sama-sama menyukainya."

"Saranghae." Hanya itu yang bisa kukatakan saat ini, sebelum tangis bahagia sekaligus sedih kembali kutumpahkan dan Jungkook, mengangkat tubuhku di punggungnya.

"Saat aku sudah tinggal di Osaka, berjanjilah bahwa kita akan terus menjaga komunikasi. Ah, video call juga," kata Jungkook, sambil terus berjalan menuju rumah kami dan sayup-sayup, kudengar ia bernyanyi.

Lirik lagu For You dari BTS, kami menyukai lagu itu akhir-akhir ini dan Jungkook menyanyikannya.

Di lain sisi, tidak ada yang bisa kulakukan selain menangis diam-diam di punggung Jungkook, hingga tanpa sadar malah tertidur.

"Selamat tidur, Sa Na."

Sayup-sayup, itulah yang kudengar di tengah tidurku dan aku tahu ....

... itu suara Jungkook. Dia meninggalkan kotak musik di nakas samping tempat tidurku dan aku baru mengetahuinya di keeseokan hari.

Keesokan hari, ketika tirai kamar Jungkook tidak lagi terbuka.

Keesokan hari, ketika Jungkook tidak lagi menekan bel untuk berangkat ke sekolah bersama.

Dan keesokan hari, ketika mobil Hoseok tidak terparkir lagi di depan rumah bercat biru. Terkadang mobil itu adalah kendaraan alternatif jika Hoseok sedang luang.

Aku merindukan Jungkook dan itu terasa berat untuk hari-hari pertama, tanpa kehadiran Jungkook.




****

Belum diedit juga cz besok gak ada kuota.

Besok terakhir, ya.

Semoga kalian suka. Anyway share pendapat kalian tentang chapter ini dund ^^

Daku kurang jago nulis adegan baper 😭 mianhe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top