11. Temporary Love
Jungkook. Jungkook. Jungkook.
Nama itu sudah seperti mantra yang terpatri di dalam kepalaku. Aku harus menemuinya sebelum bencana benar-benar hadir di hadapanku.
Melintasi lorong kelas dengan langkah terburu-buru, sepintas kulihat beberapa murid menatapku penuh heran. Bahkan Suho anak 2-3 sempat mencegatku hanya untuk bertanya 'Mengapa ekspresimu seperti itu?' Apa aku harus menjawabnya? Tidak. Itu hanya akan memperparah keadaan jadi lebih baik kuabaikan, dan hanya fokus untuk mencari Jungkook.
Jungkook atau Ha Na, aku harus menemukan satu di antara mereka. Meski sebenarnya yang kuharapkan hanyalah Jungkook. Keadaan ini tertulis dalam perjanjian dan Jungkook terlihat lebih tahu, daripada aku.
Akan tetapi, setelah berlari menelusuri seluruh sudut SMA Jaryong, sosok Jungkook sama sekali tidak terlihat. Aku berhenti di belakang gedung serba guna-tempat terakhir yang belum kukunjungi. Namun, Jungkook juga tak terlihat di sini.
Dia ... seperti menghilang di telan bumi, di saat aku membutuhkannya.
Pandanganku pun mulai memudar dan ... kupikir, aku sudah tidak mampu lagi menahan bencana yang ada di hadapanku ini. Jadi setelah bersandar sejenak pada dinding gedung serba guna, kugesek punggungku hingga berakhir dalam posisi duduk berjongkok. Aku ingin menangis dan selama mencari Jungkook, aku berusaha untuk menahannya.
Tanganku terkepal kuat. Banjir bandang yang berusaha kutahan akhirnya terjadi juga dan sungguh, aku tak kuasa lagi menahannya hingga mau tidak mau aku menyembunyikan wajahku di antara kedua lutut.
Terisak, menangis, dan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.
Ini memalukan. Sungguh! Dan kupikir, cuaca sedang mengejekku dengan langit yang bersih tanpa awan kelabu.
Seharusnya hujan turun, agar mereka bisa menyembunyikan tangisanku dan setelah itu Taehyung-yang menjadi malaikatku dalam kisah ini-akan mengarahkan payungnya lalu mengatakan 'Jangan menangis. Aku hanya bercanda.'
Ya, aku berharap Taehyung akan menyusulku dan memberitahuku bahwa apa yang dia lakukan hanyalah candaan. Namun, hidup memang tidak semanis drama. Cintaku ditolak, bahkan di saat aku baru saja memulainya dan Taehyung melakukan hal tersebut hanya dengan alasan, bahwa ia sedang menyukai gadis lain lalu ....
... aku tidak bisa dan tidak mau mengingatnya lagi. Cinta pertamaku berakhir tragis.
Jadi seharusnya aku menangis, 'kan?
Dan aku sedang (berusaha) melakukannya.
"Kenapa secepat ini? Aku bahkan baru saja memulainya," tanyaku di antara isakan tangis, tanpa memedulikan bahwa saat ini tidak ada siapa pun di belakang gedung serba guna (kebetulan yang sangat tepat). Lagi pula, siapa yang mau berkeliaran ketika jam kelas baru saja dimulai? Itu sama saja dengan membuat guru kedisiplinan berpikir kita sedang membolos.
Meski kenyataannya, aku memang sedang membolos.
Membolos karena menangisi Taehyung, setelah menerima penolakan, dan belum siap menghadapi perasaan malu.
"Apa kau tidak bisa mempertimbangkannya sebelum menolak?"
"Tidak."
"Oh,"-Aku mendecak-"itu bahkan jahat sekali."
"Aku tahu."
Lagi-lagi aku mendecak. "Apa aku terlihat seperti gadis bodoh yang wajar ditolak."
"Kau tidak bodoh, tapi juga tidak cerdas."
Aku menghentikan isak tangisku. Cepat-cepat menyeka air mata, masih dalam keadaan menunduk-cukup malu rasanya saat ketahuan menangis, meski orang itu telah memintanya. Well, suara yang sedari tadi menjawab semua keluh-kesahku, terdengar sangat tidak asing di telingaku, tapi aku terlambat untuk menyadarinya.
Kebodohanku jadi terlihat jelas. Dan itu memalukan.
"Kau tidak menangis di depannya, 'kan?" Jungkook duduk di sampingku, setelah meletakkan kaos olahraga di atas kepalaku yang tanpa berdosa kugunakan untuk membersihkan cairan kental di rongga hidung. "Kau hanya pura-pura menangis."
Aku menggeleng kuat lalu menoleh ke arahnya. "Pertanyaanmu terdengar seolah kau tahu segalanya. Apa kau tahu alasanku melakukan hal ini, eh?"
Jungkook menaikkan kedua alisnya. Hanya dalam hitungan detik yang berarti, 'Ya, aku tahu'. Aku paham bahasa tubuh itu-well, seluruh manusia di muka bumi ini juga pasti mengetahuinya.
"Jika yang kau maksud adalah alasan mengapa kau menangis di sini, hingga membolos kelas seperti orang bodoh sedang patah hati, maka jawabannya ... 'Ya' aku mengetahuinya."
"Aku mencarimu seperti orang bodoh," ucapku sambil menggigit bibir, berusaha agar tangisanku tidak pecah di hadapan Jungkook. "Sejak kapan kau di sini?"
Jungkook menggaruk tengkuknya lalu mengambil sebotol minuman lemonade, dan membukanya. Tanpa bicara apa pun, ia meletakkannya di antara kedua tanganku.
"Sejak kau menangis terisak-isak, sambil mencabuti rumput, dan mengutuk cuaca karena terlalu terik. Ah, aku bahkan melihatmu hampir menggigit tembok lalu memanggil nama Taehyung berulang ka ... a!" Jungkook meringis sesaat, sembari mengusap kepalanya yang terkena pukulanku. "Ya! Apa kau ingin menyakiti orang baik di sampingmu ini, eh?"
Mendengkus kesal, aku memilih untuk mengabaikan ucapan Jungkook dan meminum lemonade. Tenggorokanku sakit, mungkin karena terlalu memaksakan diri untuk menangis atau karena terlalu banyak memakan kimbab beracun.
Seketika aku kembali teringat bahwa kotak makan siangku masih di tangan Taehyung.
Aku tidak akan mengambilnya. Mungkin Jungkook atau Ha Na bisa membantuku karena jika eomma tahu, dia pasti akan membunuhku jika mengetahui bahwa barangnya kupinjam dan tidak kukembalikan.
Sigh, eomma lebih sayang barang, daripada anaknya sendiri. Dia bahkan tidak akan menaruh perasaan simpati, jika tahu alasan mengapa aku meninggalkan kotak makannya di tangan Taehyung dan enggan untuk mengambilnya kembali. Yang eomma pikirkan hanyalah bagaimana barang-barangnya bisa kembali. Itu peraturan mutlak-Hyun Ah sudah pernah mengalami hal tersebut.
Seminggu lalu, Hyun Ah membawa payung milik eomma yang akan ia jadikan sebagai atribut pengambilan foto demi keindahan feeds instagram. Dan bodohnya, Hyun Ah meninggalkan payung tersebut di halte bus, eomma mengetahui hal tersebut kemudian meminta Hyun Ah mengambilnya kembali. Namun, payung itu telah menghilang. Aku memakluminya karena malam itu hujan sedang membasahi kota Seoul, tetapi eomma tidak mau tahu. Alhasil, Hyun Ah harus mengeluarkan uang jajannya demi mengganti payung eomma.
Apa yang dilakukan eomma memang berlebihan. Namun, wanita itu selalu berdalih bahwa kita harus bertanggung jawab jika meminjam barang seseorang.
... dan untuk kondisiku saat ini, sepertinya tanggung jawab yang diajarkan eomma akan membuat suasana menjadi lebih canggung.
"Jadi, bagaimana Taehyung menolakmu?" tanya Jungkook. Ia bersandar pada dinding gedung serba guna, sambil memandang langit tanpa dihiasi oleh awan-awan putih. "Hanya ingin tahu, jika itu sungguh menyakitimu ... aku bisa memarahinya."
"Apa aku tidak cantik? Apa aku tidak terlihat cerdas? Setelah belajar ekstra keras denganmu? Apa aku kurang enerjik setelah susah payah melakukan hal yang tidak kusukai? Apa ... tidak,"-aku menoleh ke arah Jungkook, memegang lengannya kemudian menatap lelaki itu lekat-lekat-"jika kau tahu bahwa aku jatuh cinta padamu, apa kau juga akan menolakku?"
"Tidak."
Aku mengembuskan napas. Jungkook bahkan juga ... Apa?
"Tidak?" tanyaku dengan nada heran atas jawaban Jungkook.
Kulihat Jungkook mengerjapkan matanya, menjauhkan tanganku dengan gerakan cepat, dan mengusap tengkuknya.
"Ya ... err, maksudku tidak. Ya, tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Bukankah aku akan menjadi sahabatmu selamanya?"
Aku mengernyit sesaat lalu tanpa diundang air mataku mengalir deras.
Untuk kesekian kali, aku menangis di depan Jungkook. Dan menangisi seorang laki-laki adalah yang pertama kalinya bagiku (menangisi Suga karena operasi usus buntu tidak termasuk hitungan). Meski aku juga tidak tahu mengapa tiba-tiba saja air mataku bisa bertumpah-ruah, padahal sebelumnya aku telah memaksa mereka untuk menangisi kesedihanku setelah ditolak.
"Hei, kau butuh bahu? Aku akan terlihat brengsek jika tidak menawarkannya. Sa Na, kau bisa meminjamnya," kata Jungkook yang tanpa sungkan menarik kepalaku ke bahunya, hingga membuat tangisanku semakin deras.
Di antara tangisan paling melankolis sedunia, aku bisa merasakan tepukan lembut yang diberikan Jungkook di bahuku. Ia berusaha menenangkanku, tanpa bertanya banyak hal dan hanya menunggu.
Dan hal itu membuatku berpikir bahwa Jungkook memang yang terbaik. Lalu ... di waktu bersamaan, aku juga merasa tidak memiliki alasan untuk menangisi Taehyung seperti ini.
Maksudku, aku bertanya-tanya-jika menerima pengakuan bahwa orang yang kau suka tidak membalas cintamu, maka kau akan merasa sakit, patah hati, dan akan menanyakan mengapa ia menolakmu, bahkan tidak jarang senyum sok tegar akan terlihat jelas di wajahmu.
O, jal! Itu tidak terjadi padaku, saat Taehyung menolakku.
O, jal! Aku bahkan tidak yakin mengapa tiba-tiba saja ingin menangis, saat tidak bisa menemukan Jungkook dan semakin menangis ketika Jungkook memperlakukanku seperti ini.
"Aku baik-baik saja," kataku, sembari menghapus air mataku dan kulihat Jungkook mengernyit.
Aku balas mengernyit. Menampilkan ekspresi seolah bertanya, Ada apa?
"Aku tidak pernah melihatmu menangis seperti ini. Apa sesakit itu? Baiklah, aku akan menghadapi Taehyung sekarang dan-"
"Ambilkan saja kotak makan siangku dan berikan pada ibuku. Aku akan membolos hari ini," kataku-memotong ucapan Jungkook. Aku butuh udara segar dan melakukan refreshing setelah ditolak dan dilanda kebingungan dengan kondisi hatiku sekarang. "Jangan ikuti aku dan jangan khawatir, aku tidak akan bunuh diri."
"Yeah, kau tidak akan. Tapi aku mengkhawatirkanmu. Taehyung cinta pertamamu dan kau adalah perempuan."
Lalu?
Aku mengedikkan bahu dan berdiri di hadapan Jungkook.
Dia ikut berdiri-menatapku lekat-lekat dengan sorot mata penuh khawatir.
"Aku akan mengsugestikan diri sendiri bahwa apa yang kurasakan pada Taehyung hanya sekadar naksir sesaat." Tunggu! Naksir sesaat, apakah ....
Kugelengkan kepalaku kuat-kuat dan kembali memfokuskan pikiran, sebelum berkeliaran ke mana-mana. "Bye bye."
Hanya itu dan aku berlari begitu saja, meninggalkan Jungkook dengan ekspresi terkejutnya dan tanpa membawa tas-hanya bermodal beberapa lembar uang yang kuletakkan di dalam saku.
Naksir sesaat. Aku tidak tahu apakah yang dikatakan Jungkook (yang juga kutentang) itu adalah sungguhan atau tidak. Namun, demi mendapatkan jawaban kupikir bersemedi adalah pilihan terbaik
Ya, bersemedi, menyendiri, mengundang rasa kesepian, dan mencari ketenangan. Hanya ada satu tempat ....
... rental komik, aku akan menghabiskan waktu seharian di sana.
******
What do you think about this chapter?
Weird or normal?
Please give me your opinion cz I really need it.
Thx you so much and I hope u like it. Love you see you soon.
Ig: @augustin.rh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top