1. Someone Who Stole My Heart
"Jungkook, kau harus mendengar ceritaku sekarang juga!" seruku dengan nada tertahan, melalui sambungan telepon di ruang keluarga.
Kudengar Jungkook mengerang. Aku tidak peduli dan hanya terkikik.
"Tidurlah, Sa Na. Besok kita harus sekolah dan sekarang masih ... ya Tuhan, kau sungguh keterlaluan."
Aku terkikik lagi, lucu rasanya jika tahu bagaimana Jungkook bisa begitu sabar bersahabat denganku. "Mianhe, Jungkook aku hanya tidak bisa menahannya sampai besok pagi."
"Hanya perlu menunggu beberapa jam lagi, Sa Na," keluh Jungkook, masih dengan napas beratnya dan sesekali diselingi suara menguap. "Ne, ceritalah segera."
Aku mengangguk kuat kemudian menoleh ke arah jam dinding-menunjukkan pukul empat subuh. Sebenarnya terjaga dan menelepon di jam sekarang adalah hal terlarang (Keadaan emergency tidak terhitung) bagi keluarga Ong atau keluarga mana pun. Dan sesungguhnya lagi aku bisa saja menggunakan ponsel untuk menelepon Jungkook, tetapi sayang nasib sial menghampiriku saat kami menonton konser BTS beberapa jam lalu.
Ponselku menghilang, ketika aku terjatuh demi memperebutkan botol bekas air mineral milik Suga, dan hampir terinjak-injak jika tidak ditolong oleh seorang lelaki tampan berparas bak malaikat.
Iya, lelaki yang itu!
Dia menolongku, mengatakan apakah aku baik-baik saja lalu memberikan sesuatu (Dia kira adalah tutup botol) yang ternyata lebih dari sekadar benda biasa.
Jujur saja ponsel yang hilang itu tidak akan bisa ditukar dengan benda pemberiannya.
Jangan katakan bahwa aku sinting karena nyatanya kau juga pasti akan berpikiran serupa.
Someone stole my phone, he's stole my heart and in the same time he gave me the precisious things.
Dan hal berharga itu nyatanya membuatku jadi terjaga sepanjang malam.
"Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku telah membiarkan seseorang mencuri hatiku," kataku, sambil mengingat-ingat salah satu dialog drama akhir pekan agar kalimatnya bisa kucuri.
Sambil menunggu reaksi Jungkook, aku menatap cincin yang tampak kebesaran di jari manisku.
Namun, selang beberapa menit, Jungkook tidak memberikan reaksi apa pun. Kuharap dia tidak tertidur dan membiarkanku berbicara seorang diri seperti idiot.
"Jungkook," panggilku, "kau masih di sana? Jika kau tidur aku akan-"
"Kau meneleponku hanya untuk itu. Jangan katakan bahwa Suga-lah yang mencuri hatimu."
"Aniyo! Suga hanyalah mimpi indah di siang hari, sedangkan orang yang mencuri hatiku ... sudah seperti takdir untukku."
"O jal. Selamat tidur, Sa Na." Jungkook kembali menguap. "Semoga lelaki itu tidak menganggapmu sebagai bencana."
"Kau tidak penasaran tentangnya?" pancingku, karena enggan mengakhiri pembicaraan ini.
"Aniyo, aku ngantuk sekali."
"Kalau begitu dengarkan cerita akhirnya, please."
Jungkook bergeming. Seuntai senyum terlihat jelas di wajahku. Dia tidak sungguh-sungguh menutup teleponnya dan masih senantiasa mendengarkanku.
Jeon Jungkook, kau sahabat terbaikku!
"Well, aku mendapatkan cincin huruf 'A' milik Suga yang sempat dia bicarakan setelah menyanyikan lagu Idol. Kumohon jangan iri padaku," ujarku dengan nada sombong, sambil mengusap hidung menggunakan jari telunjuk.
Kuharap Jungkook akan terkejut setelah mendengarnya.
"Lalu?"
Kedua alisku bertautan. "Kau tidak terkejut?"
"Kau hampir mati hanya karena itu. Beruntung ada yang menolongmu."
Tersenyum lagi, kuberikan tawa renyah untuk Jungkook. Setidaknya dia menangkap topik utama yang ingin kubicarakan.
"Dan seseorang itu adalah sosok yang telah mencuri hatiku. Kupikir, aku harus berterimakasih pada Suga. Berkatnya aku tidak mendapatkan botol air mineral bekasnya, tetapi aku malah mendapatkan cincin dan-"
"Tidurlah, Sa Na. Aku tidak ingin kita terlambat hanya karena pembicaraan bodoh ini." Nada suara Jungkook terdengar dingin atau hanya perasaanku saja, tetapi kupikir ini hanya karena faktor mengantuknya.
Aku mengembuskan napas. Setidaknya, sudah separuh kuceritakan kabar gembira ini padanya.
"Jangan sebutkan kata bodoh, jika hanya karena peringkatku jauh di bawahmu. Kau menyebalkan."
"Kuanggap itu pujian. Gomawo."
"Ne, jangan coba-coba untuk mencuri cincin baruku," ucapku, sambil memerhatikan cincin huruf 'A' milik Suga dan menciumnya.
Kuanggap cincin ini adalah benang merah yang menghubungkan aku dan lelaki berparas malaikat itu.
Aahh, kamsahamnida Suga oppa! Kau tahu aku tidak bisa memilikimu, kemudian mengirimkan lelaki itu untukku.
Suga oppa, kau bias terbaikku.
"Joh-eun bam, Sa Na," ucap Jungkook dari seberang sana lalu memutuskan panggilan.
Setelah meletakkan kembali gagang telepon secara perlahan, kuputuskan untuk segera berlari, mengendap-endap menuju kamar, berharap agar tidak ada seorang pun yang tahu bahwa aku masih terjaga.
Bisa sangat bahaya jika orangtuaku tahu bahwa anak gadisnya sedang bergadang semalaman, bukan karena belajar, tetapi karena melakukan hal yang menurut mereka bukanlah hal penting.
Pukul 04.45 dan aku belum tidur, sama sekali. Itu sama halnya dengan bunuh diri karena jika tidur sekarang pun, pasti akan bangun terlambat jadi ....
... aku akan melakukan tindakan darurat.
Mencuri seluruh jam weker, ponsel, serta tablet yang ada di rumah ini kemudian menyetel alarm pukul tujuh pagi. Kebiasaan yang selalu kulakukan jika imsomnia melanda dan aku harus tetap tepat waktu saat berangkat sekolah.
Eomma, appa, eonni, besok akan menjadi hari paling sibuk buat kalian. Seluruh alarm telah berpindah ke kamarku-
"So ... mianhe," kataku, sambil mengatupkan kedua tangan, berbicara pada pantulan diri sendiri di dalam cermin.
Lampu kamar Jungkook tampak menyala (kebetulan rumah serta kamar kami bersebelahan) dan samar-samar, dari balik tirai bisa kulihat bayangannya yang sedang duduk di meja belajar.
Kupikir dia tidak bisa melanjutkan tidur akibat kubangunkan secara paksa.
"Itu lebih baik, setidaknya kau akan menjadi alarm terakhir jika gadget-gadget ini gagal membangunkanku." Aku tersenyum simpul kemudian mencium cincin milik Suga, tetapi pemberian lelaki berparas malaikat lalu meletakkan benda tersebut di nakas, samping tempat tidur.
"Selamat tidur, my angle. Kuharap kita bisa bertemu lagi dan aku mengetahui namamu," doaku sebelum menghitung domba dan bersiap untuk terlelap-memimpikan lelaki berparas malaikat itu.
Pertemuan yang terlampau singkat, tetapi berkesan.
Ne, aku sangat penasaran mengenai namanya, sehingga kupikir ini adalah salah satu efek dari cinta pada pandangan pertama.
Menarik.
****
O jal: oh baiklah
Aniyo: bukan
Joh-eun bam: good night
Terima kasih sudah mampir semoga terhibur serta masih setia untuk menunggu kelanjutannya, please berikan vote dan tanggapan kalian melalui kolom komentar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top