Chapter 5

Chapter 5
Wasted days,
Dreaming of the times I know I can't get back

"Elena nggak masuk."

Kenzo sudah tahu ada yang tidak beres, ketika waktu sudah berlalu kurang lebih lima belas menit selepas bell pulang sekolah dan sosok yang ditunggu-tunggunya tak kunjung terlihat.

Dia ingin jadi gila saja.

Tapi ia menarik kembali niatannya, dia terlalu keren untuk jadi orang gila.

Atau setidaknya, itulah yang orang lain kira.

Jadi, Kenzo langsung pura-pura keren dengan memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana seragam sekolah dan mundur selangkah.

"Oke," kata Kenzo lalu berbalik badan.

Sementara Ravindra dan Devan yang masih berada di tempatnya semula, di depan kelas Elena berhadapan dengan Nara—sahabat sekaligus teman sebangkunya itu pun langsung buru-buru mengikuti Kenzo.

Ravindra menoleh sebentar. "Makasih ya, tolong kabarin kalo Elena masuk!" Kemudian ia melambaikan tangannya dengan senyuman super ramah andalannya.

Bisa dikatakan, Ravindra yang paling ramah di antara ketiganya.

"Ngomong makasih sekali apa susahnya?" Ravindra geleng-geleng menatap punggung Kenzo yang mulai menjauh.

Devan menepuk pundaknya agar sadar dan cepat-cepat menyusul.

Nara hanya mengernyit dan melanjutkan langkahnya keluar kelas dengan ransel di pundaknya. Hanya saja, ia berjalan menuju jalan yang berbeda dengan ketiga cowok ganteng itu.

Dia mau latihan tari.

Tapi sebelum itu, Nara mengeluarkan ponselnya dan mengirimi pesan kepada Elena soal apa yang baru saja terjadi: Kenzo mencarinya.

Entah apa yang sebenar ya terjadi di sini, tapi Nara meyakini ada sesuatu yang aneh di sini.

Walau Kenzo sudah berulang kali menjawab dengan tatapan tajam yang seolah berkata kalau sekali lagi Devan berani mengajukan pertanyaan yang sama, Kenzo akan mencabik-cabik tubuhnya. Tapi, Devan terus saja menatap.

Kenzo benar-benar stress saat ini.

Dan kehadiran Devan, membuatnya semakin pusing tidak karuan.

"Serius, Ken. Lu apain anak orang?" tanya Devan, untuk yang ke-273910262 kalinya.

Muak, akhirnya Kenzo memilih untuk tidak menjawab sama sekali atau bahkan menoleh.

"Kata gue sih dia ada kirim yang aneh-aneh ke si Elena," putus Ravindra.

Kenzo melirik sebentar, sementara Devan langsung merapatkan posisi.

"Video gitu?"

Plak!

Sebuah hantaman meluncur di dahi Devan. Ia mendongak dan menatap Kenzo tajam.

"Sakit, babi." Devan meringis.

"Otak lo kuras."

"Otak lo kurang," balas Devan tak mau kalah. "Tadi aja senyam-senyum pas bilang ngirim sesuatu. Eh, pas orang yang dikirimin gak masuk, auto panik."

Baik Kenzo maupun Ravindra hanya diam kali ini. Ucapan Devan ada benarnya.

Melihat respon kedua temannya itu, Devan tiba-tiba saja merasa tidak enak. Ia menggaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal.

Apakah ia tidak seharusnya mengatakan hal tersebut?

"Positif thinking aja mungkin dia sakit," kata Devan.

Ravindra berdecak. "Positifnya di mana, anjing? Orang sakit mah negatif, tolol."

"Ravindra kasar."

"Gue gatau kalo respon dia bakal begitu," renung Kenzo.

Akhirnya cowok itu angkat bicara.

Ravindra menoleh. "Emang harusnya gimana?"

"Gue kira dia bakal semangat ngeliat video dia pas dulu modern dance sama Sherly."

"Lagian sih lo segala mutusin dia. Aturan sabarin aja dulu kalo emang bener-bener mau ngerekrut Elena. Kan biar si Sherly langsung yang ngajakin, jangan maen kirim video gitu aja. Ntar kalo dia nanya lo dapet videonya dari siapa, gimana?" cecar Devan. "Terus dia nanya Sherly, Sherly bilang gapernah ngasih, lu mau apa? Makin gamau lah dia masuk ke sini."

Kenapa sih, kalau masalah kayak gini malah jadi Devan yang pintar?

"Gegabah sih lu," kata Ravindra, menambah argumen di ucapan Devan. "Aturan ngomong dulu, pas udah yakin oke baru kirim. Jangan buat keputusan sendiri. Kan kita mau ngerekrut dia rame-rame, demi bisa bawa piala, biar gak ditutup ekskul kita."

Benar.

Kenzo sampai lupa tujuan utamanya merekrut Elena karena cewek itu yang terasa begitu sulit untuk digapai.

Ia malah jadi menganggap ini sebuah kompetisi untuk dimenangi alih-alih membawa Elena untuk memenangi sebuah kompetisi bersamanga.

Kenzo lupa, kalau tujuan awal ia melakukan semua ini agar ekskul Modern Dance di sekolahnya tidak ditutup karena kekurangan member yang berbakat.

Kenzo tidak ingin menghancurkan impian anggota lainnya untuk membawa piala ke sekolah dengan bangga hanya karena membutuhkan proses lebih lama dari ekskul-ekskul lainnya.

Yang terpenting ia tidak ingin dinilai menjadi pemimpin yang dikenal dengan kegagalannya.

Modern Dance perempuan benar-benar kekurangan anggota yang bisa menjadi pusat perhatian dan memiliki bakat yang lebih baik dari yang lain, serta bisa menuntun dan mengajar untuk sukses bersama.

Kenzo benar-benar butuh anggota seperti itu, dan ia melihat potensi dari Elena.

Tepatnya empat bulan yang lalu, saat salah satu anggota modern dance perempuan, Diska, sedang menyetel salah satu video dokumentasi modern dance yang dilakukannya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, dan perhatian Kenzo sama sekali tidak bisa lepas dari pergerakan lihai yang dilakukan oleh Elena—yang selalu saja menjadi bagian center di hampir setiap pergerakkan.

Kenzo bertanya kepada Diska, siapa anggota tersebut dan tanpa disangka-sangka, ia akhirnya mengetahui alasan kenapa cewek itu tampak familiar baginya.

Rupanya, mereka satu sekolah.

Merasa Tuhan sedang berbaik hati kepadanya, Kenzo ingin merekrut Elena. Tapi, Diska cepat-cepat menjawab kalau Elena sudah berhenti dari kegiatan menari modern, dan hanya orang terdekat yang bisa membujuknya.

Saat itulah, mata Kenzo beralih pada gadis yang terus bergerak di samping Elena, Sherly.

Awalnya, Kenzo hanya berniat untuk mendekati Sherly. Tapi, tanpa disangka-sangka mereka malah berpacaran karena kepribadian Sherly yang lumayan ceria. Kenzo jadi senang berada di dekatnya karena selalu memancarkan energi positif.

Tapi, semakin ke sini Kenzo jadi melupakan tujuan utamanya.

Ditambah lagi, saat surat pemberitahuan tentang penutupan ekskul modern dance sudah keluar. Dan waktu Kenzo hanya menyisakan dua bulan. Ia tidak sadar kalau dirinya menghabiskan waktu empat bulan dengan tiga bulan di antaranya yang ia gunakan untuk bercengkrama dengan Sherly secara sia-sia.

Dan, di sinilah ia sekarang. Dengan waktu tenggat yang semakin dekat dan kekacauan yang dibuatnya.

"Terus gue harus gimana?" tanya Kenzo.

"Ngomong pelan-pelan," kata Ravindra. "Terus minta tolong."

Devan mengangguk setuju. "Jangan maksa, jangan ngasih penekanan."

"Minta tolong?" ulang Kenzo.

"Iya, minta tolong," jawab Ravindra.

"Gue?"

"Ya masa setan sih, bambang." Devan gondok sendiri.

Ravindra menepuk pundak Devan dan melotot sebentar sebelum kembali beralih kembali ke arah Kenzo.

"Iya, jangan kasar. Bilang baik-baik soal keadaan kita. Kata Sayudha, Elena baik kok. Siapa tau dia mau nolongin kita, ngebantu ekskul kita."

Kenapa cara itu tidak pernah terlintas di benak Kenzo? Dia merasa jadi penjahatnya kalau begini.

Atau, memang benar dialah tokoh antagonisnya di cerita ini?

note:

maaf lama yah baru update hehehe
waktu itu wattpad error, lama
jadi males
jadi ngga lanjut lanjut hahahaha

tapi kali ini janji bakalan rajin update karena lagi seneng nulis lagi

jangan lupa follow instagram buat info lebih lanjut yah
di @melanieyjs dan @wattpadmelanie

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top