Bab XXXXVII : Festival Lampion
Keduanya tertidur begitu tenang dan damai di atas sofa, dengan Jihyo yang bersandar dibantalan sofa dan Jungkook masih pada posisinya. Hanya saja, Jungkook menghadapkan wajahnya ke lain arah, tepat ia berhadapan dengan perut Jihyo. Selama beberapa menit, tidak ada sahutan selain suara dengkuran halus dan angin sepoi karena Jungkook sebelumnya membuka jendela.
"Wah, Alexio, kau memang brengsek dengan mempermaikan Hyena seperti itu. Jika Jihyo tahu, dia akan menghancurkanmu ... dengan bantuan Jungkook," kata seorang yang tak lain adalah Jay, memasuki area lantai atas ketika pintu lift terbuka.
"Aku tidak takut. Lagipula, siapa suruh berurusan dengan Barbara. Lucu sekali, dia membuatku malu karena menolak ajakan dansaku," katanya dengan rasa kesal yang memuncak.
"Kau mengatakannya seperti memiliki banyak nyawa, cih!"
Alexio menatap Jay dengan kesal. "Persetanan dengan nyawa. Memangnya, Jungkook itu malaikat pencabut nyawa." Lantas, imajinasi Alexio terbentuk. Ia melihat Jungkook yang mengenakan jubah berwarna hitam dengan memegang tongkat, ujungnya begitu tajam, melengkung seperti celurit.
Astaga. Buru-buru ia menggeleng dan memukul kepala. "Omong kosong macam ini. Aku ...."
"Hust .... Oi, jangan berisik!"
Sebuah suara yang seketika terdengar mengalihkan pembicaraan Jay dan Alexio. Mereka mengedarkan pandangan. Tanpa mereka sadari, ternyata ada sosok gadis yang melirik, tetapi badan menghadap ke arah televisi yang menyala.
Baik Jay dan Alexio menyipitkan mata, menganalisis dari kejauhan. Terlebih, satu orang lagi yang membuat mereka terbatuk.
"Apa yang mereka lakukan di sini? Tidakkah apartemen Jungkook sudah sangat pas untuk berduaan? Inimah, kita akan berakhir seperti nyamuk, tahu!" Alexio mendengus, pun semakin kesal tatkala mendapati Jay yang mendekat ke bagian sofa.
Alexio lantas menajamkan pandangannya. "Anak ini ya, membuat suasana hatiku menjadi sangat buruk," katanya, tetapi ia juga ikut menarik langkah, sedikit penasaran dan masih terkejut, Jungkook--bos mereka yang dijuluki akan tendangan mematikan dan keberingasan bagai serigala, tertidur bagai bayi di paha Jihyo. Semakin mencenangkan kita Jihyo menepuk dan mengelus amat pelan ke arah Jungkook.
"Apa yang kalian lakukan di sini? Apa dari tadi?" Jay membuka suara dengan nada begitu pelan, tetapi Alexio dan Jihyo masih bisa mendengar.
Jihyo tampak sedikit malu, kedua pipi merona dengan senyum yang terbentang canggung. "Kami tadi sedang joging. Tahu-tahu, Jungkook mengajak ke basecamp dengan motornya. Kita habis sarapan," jelas Jihyo. Berusaha agar tidak ada kesalahpahaman.
Jay mengangguk paham. Itu bisa di atasi. Akan tetapi, beda dengan Alexio yang bajingan, pikirannya terkadang kotor sekali dan tidak bisa mengontrol perkataannya.
"Oh, ya? Hanya sebatas itu?" Dengan sebelah alis terangkat.
Jihyo sedikit bingung. Pertanyaan Alexio terdengar ambigu. "Ya, seperti itu. Memangnya seperti apa lagi?"
Alexio yang duduk di sofa lain, kini berkacak pinggang. "Kaliankan berdua, banyak hal bisa dilakukan. Menikmati dinginnya pagi yang menyapa dengan olahraga yang panas dan membuat tubuh merinding, ingin terus melakukannya. Sepasang kekasih biasa melakukan itu--"
"Tapi aku bukan seperti itu, tahu!" pekik Jihyo dengan kesal. Tidak peduli lagi jika Jungkook akan terbangun dan memang, Jungkook mulai terusik.
Bukannya diam, Alexio malah tersenyum tipis. "Itu hal biasa. Jangan malu. Melihatmu seperti ini, serasa kau begitu agresif dari Jungkook. Atau sama saja ya?"
"Diamlah, Alexio atau kau ...." Jihyo tidak melanjutkan ucapannya. Ubun-ubunnya terasa panas sekali dan tanpa ia sadari, rambut lebat Jungkook menjadi pelampiasan, membuat Jungkook meringis kesakitan.
"Baby, ini sakit, astaga! Bisa habis nanti rambutku!" Dengan kasar, Jihyo melepaskan tangannya dan membuat jarak. Ia mendorong tubuh Jungkook begitu saja, agar mereka tidak sangat dekat.
Jungkook yang ditarik paksa dari imajinasi indah yang tercipta, dibuat kebingungan. Terlebih, Jihyo menarik rambutnya. Padahal, sebelumnya Jihyo baik-baik saja. Bahkan, mengelus begitu lembut. Alhasil, Jungkook menoleh pada dua temannya yang menunduk dengan senyum canggung dan kembali menoleh pada Jihyo yang memalingkan wajah, mirip seperti singa betina yang meraung-raung.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya Jungkook dengan suara serak, kepalanya sedikit pening karena ia baru tertidur sebentar.
"Tanyakan pada Alexio. Omongannya membuatku, ingin sekali menamparnya," kata Jihyo. Alexio mengumpat dalam hati, pun Jay tersenyum sinis dengan berkata dalam hati; katanya tidak takut?!
Alhasil, Alexio menoleh pada Alexio. "Alexio, apa yang kau katakan sehingga membuat Jihyo marah seperti ini? Rambutku serasa tertarik hingga ke akar-akarnya," kata Jungkook dengan dingin.
Alexio mengangkat kepala. Ia tersenyum tipis. "Hanya perbincangan ringan tadi. Kekasihmu seperti sedang PMS. Sudah, ya, aku minta maaf. Dan tahu tidak, aku bawa berita mengagumkan tahu. Ada Festival di Taman Sakura. Festival Lampion," ucapnya dengan gemetar, senyum dilakukan secara terpaksa.
Jihyo, Jungkook dan Jay dibuat bungkam. Memang, Alexio sangat memaksakan diri dengan mengalihkan topik.
Walau Jihyo merasa kesal, mendengar Festival itu, membuat dirinya sedikit membaik. Festival yang paling ia nanti ketika di Busan. Nyatanya, di Seoul juga ada.
"Apa yang kau katakan itu, Alexio. Kau ini ya, sini sebentar." Jungkook menghancurkan misi Alexio yang tengah mengalihkan topik. Melihat Jungkook dengan tampang sangar, membuat seluruh tubuhnya gemetar. Terlebih, Jungkook kini berdiri--mereka berhadapan.
"Jung tadi, akh!" Jungkook langsung menarik rambut Alexio sangat keras. Alexio sendiri merasa roh juga ikut tertarik karena tenaga Jungkook jelas berbeda ketika Jihyo menarik rambutnya.
"Jung, ini sakit! Oi!"
Jihyo melongo melihat aksi yang dilakukan Jungkook, begitu pun dengan Jay. Akan tetapi, mereka diam agar Alexio setidaknya memiliki rasa takut dan memang, Alexio sangat takut dengan Jungkook.
Amat kasar, Jungkook lantas menghempaskan tangannya, membuat Alexio sedikit bernapas lega. "Astaga, ya Tuhan, aku hampir mati! Aku kapok!" ucap Alexio seraya mengusap rambutnya.
Jungkook memang titisan iblis. Ekspresi wajahnya begitu tenang dan sedikit kesal memang. "Biar seimbang dan ini menjadi peringatan. Beruntung, aku tidak menamparmu seperti yang diinginkan kekasihku," balas Jungkook yang kembali duduk di dekat Jihyo. Tanpa memedulikan keterkejutan sekitarnya, ia menjatuhkan kepalanya di pundak Jihyo sembari memejamkan mata.
Jihyo tersenyum kikuk. "Sudah ya, Jung. Semuanya baik-baik saja. Tidurlah lagi dan oh iya, Alexio, kapan Festival itu tadi?" Jihyo seketika mulai melupakan kejadian yang menggelikan beberapa menit yang lalu.
Ingin rasanya Alexio berteriak, tetapi takut jika Jungkook berakhir merobek mulutnya. Ia menahan rasa kesalnya. "Nanti malam. Pukul delapan, Taman Sakura pasti akan penuh dengan lampion dan impian. Astaga, pasti banyak juga yang akan berciuman. Ck, aku tidak punya partner," katanya mendesah seraya menuntun pantatnya duduk di samping Jay yang fokus pada ponsel.
Jihyo mengerjapkan mata. "Berciuman? Maksudnya seperti apa? Vulgar sekali."
"Namanya juga Festival Lampion. Itu bermaksud, ketika lampion dinyalakan dan siap diterbangkan, banyak harapan juga impian pada lampion itu. Berciuman ketika diterbangkan'kan bermaksud baik, hubungan bisa berjalan mulus dan langgeng sampai maut memisahkan, bahkan bisa bertemu di akhirat nanti," katanya dengan santai.
Tentu saja, membuat Jihyo melongo. Begitupun dengan Jay dan Jungkook yang sebelumnya menyibukkan diri.
"Kau serius? Kok aku tidak pernah mendengar hal semacam itu, padahal festival itu ada setiap tahun di Busan," tanya Jihyo lagi.
"Seoul beda lagi konsepnya. Ya sudah sih kalau tidak percaya." Lalu Alexio memilih fokus pada ponselnya. Jihyo pun tersenyum malu mendengarnya, apalagi ketika Jungkook menatapnya dengan begitu lekat--seolah-olah ada maksud yang terselubung.
Akan tetapi, Jay lantas menyenggol Alexio dengan pelan lalu berbisik. "Kau membual'kan? Aku hidup di sekitar sana, tidak pernah kudengar hal seperti itu.
Tidak ingin berdebat, Alexio hanya menoleh dengan senyum lebar. "Lagipula, mereka juga mendapatkan keuntungan masing-masing bukan?"
Benar, Alexio sudah tidak waras.
***
Jihyo tidak menyangka jika Jungkook benar-benar membawanya ke Festival Lampion itu. Saat ini, mereka bahkan sudah berada di sana dan Jihyo terkejut, begitu banyak orang datang, mereka memegang lampion dan tertawa terbahak-bahak bersama dengan teman atau bahkan pasangan mereka.
Kedua bibirnya melongo. Ia berdecak kagum. "Indah sekali, aku jadi rindu dengan kampung halamanku, Busan," gumam Jihyo nyaris tidak terdengar, tetapi Jungkook bisa mendengarnya.
Ia menjadi tidak tega melihat raut wajah sang kekasih yang mendadak sedih, larut akan kesedihan yang ada. Jungkook mengedarkan pandangan, ia menemukan sebuah toko, tidak, beberapa toko lampion berjejer. Dengan pelan, ia yang tengah menggenggam jemari Jihyo menuntun ke tempat itu.
"Jung, kita mau ke mana?"
Akan tetapi, tidak Jungkook balas. Hingga perhentian mereka berada di salah satu toko lampion yang membuat Jihyo paham. Jungkook tengah membeli lampion. Bahkan, kini memberikan benda itu padanya dengan senyum lebar. "Mari kita terbangkan secara bersama-sama nantinya. Katakan impian dan doamu seraya menutup mata, Baby," kata Jungkook memberikan instruksi.
Jihyo diam sebentar, mengamati lampion yang cukup besar. Lalu, mengangguk setelahnya. "Baiklah, itu memang sudah menjadi tradisi. Akan tetapi, untuk yang di katakan Alexio, aku tidak pernah mendengarnya sama sekali." Sialnya, Jihyo merasakan kedua pipinya bersemu merah.
Jungkook bisa melihat sang kekasih yang tengah merona dan salah tingkah. "Ya, aku juga, tetapi kita bisa mencoba."
Perkataan Jungkook sangat berhasil membuat kedua bola mata Jihyo mendelik. "Apa?" Namun, percakapan mereka berantakan ketika lonceng berbunyi yang menandakan inti dari acara segera dilakukan. Bahkan, saat ini juga sudah berada di pukul delapan. Oleh karenanya, mereka mendekat ke tengah taman, ikut berkumpul pada masyarakat yang sedang menyemarakkannya.
Lonceng kedua kembali berbunyi, beriringan dengan sorakan parah masyarakat yang ada. Mereka berteriak "Untuk hidup yang lebih baik, lampion ... terbang dan pergilah bersama keburukan." Lalu lampion dinyalakan dan terbang secara perlahan. Jungkook dan Jihyo melakukannya. Setelah menyalakan lampion, mereka pertama-taman memejamkan mata.
"Tolong, beri aku kemudahan menjalani hidup ini."
"Buat dia bahagia, karena kebahagiaannya adalah kebahagiaanku."
Lantas, mereka melepas tangan pada lampion yang perlahan terbang. Jihyo sudah tidak merasakan benda itu, perlahan, ia membuka mata dan mendapati sekilas Jungkook mendekat--menghapus jarak begitu kilat dan membiarkan bibir mereka menyatu dan bermain. Ditemani dengan suara pekikan musik dan kembang api, mengiringi lampion yang telah terbang jauh ... membawa duka dan kepahitan.
Hola, aku update ~~
Duh, bikin nano² dah, Jungkook mengambil kesempatan dalam kesempitan😭🤝
See u guyss~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top