Bab XXXXV : Terkejut

Jihyo mengamati foto sang ayah yang tersenyum lebar--tepat di samping guci berwarna emas berisi abu kremasi. Di antara jejeran berisi hal yang sama, Jihyo lebih terpusat pada milik ayahnya. Mata bulatnya berkaca, detik selanjutnya luruh juga pertahanan Jihyo.

Tangisannya tidak bisa lagi Jihyo bendung. Ia menangis tersedu-sedu. "Ayah ... apa kau melihatnya? Semua sudah berjalan sebagaimana mestinya," kata Jihyo disela tangis. Dengan pelan, ia mengusap pipi dan kaca yang menjadi penghalang untuk menyentuh lebih detak.

"Ayah harus tahu juga, aku kemarin mendapatkan nilai memuaskan. Tadi juga aku mengikuti try out untuk persiapan ujian perguruan tinggi dan aku juga berhasil."

"Rasanya luar biasa sekali. Campur aduk. Aku dikelilingi orang-orang yang menyayangiku. Jungkook, Hyena dan yang lainnya," kata Jihyo yang masih mengeluarkan air mata. Dadanya sesak bercerita, tetapi ia mengikuti nalurinya.

Jihyo mengangguk. Walau menangis, tersenyum beberapa saat. "Memang seperti itu, tetapi ... aku butuh Ayah. Aku rindu ayah. Bahkan, juga merindukan ibu dan kakek. Kalian ... cepat sekali sih meninggalkanku!"

Jihyo terkadang ingin berteriak dan bertanya pada Tuhan, alasan dirinya diberi penderitaan seperti ini? Akan tetapi, itu hanya sia-sia saja. Terlebih, jika ia berjalan--menyusuri kota, bertemu dengan banyak orang yang kehidupannya masih berada di tingkat bawah, Jihyo merenung--ia harusnya bersyukur. Setidaknya, ia tidak berakhir menjadi anak jalanan, masih ada tabungan tersisa dan ya, orang-orang yang mendukungnya.

Berusaha, Jihyo menghapus air matanya. Tatapan itu masih fokus pada tempat sang ayah, lalu tidak lama, ia menganggukkan kepala. "Ayah, selalu doakan Jihyo di sana, ya. Jihyo tidak bakalan menyerah kok. Ayah'kan tahu kalau Jihyo mau menjadi dokter dan Jihyo akan bersungguh-sungguh. Ayah, Ibu dan Kakek bakalan lihat Jihyo mendapatkan mimpi itu. Lihat saja nanti."

Suasana tempat pemakaman khusus abu begitu sepi. Ya, setidaknya tidak berlangsung lama, karena ponsel Jihyo langsung bergetar--seseorang menghubunginya. Bergegas, ia merogoh dari dalam saku dan melihat nama sosok yang terpampang di layar. Itu Jungkook.

"Astaga, aku baru menangis. Suaraku terdengar jelek da hidungku mengeluarkan cairan," ucap Jihyo sedikit panik. Ragu untuk menjawab panggilan, hingga ponselnya berhenti bergetar. Sepertinya, Jihyo tinggal beralasan lain karena tidak menjawab panggilan, tetapi nyatanya, Jungkook kembali menghubunginya.

Perlahan, Jihyo menarik napas, lalu menghembuskannya. Ia lakukan berulang kali kemudian kembali pada ponselnya, menekan ikon hijau.

"Astaga, Baby. Kau di mana? Aku menunggumu di parkiran dan kata Hyena, kau sudah pergi daritadi. Kukira kau masih try out, nyatanya sudah selesai tiga puluh menit yang lalu." Jihyo bisa mendengar suara panik dan cemas Jungkook--pujaan hatinya. Hal itu, menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan. Masih ada yang mengkhawatirkannya selain keluarga intinya.

"Baby ...."

"Maaf. Aku tidak meneleponmu, karena aku ingin pergi sendiri ke pemakaman ayah. Setelah ini, aku akan langsung ke Kafe Ryu dengan menaiki bus," balasnya.

Terdengar hembusan napas di seberang sana. "Aku jemput. Jangan naik bus. Perjalanannya tidak akan lama. Tunggu aku, oke?"

"Itu akan merepotkanmu, Jung. Aku bisa ...." Sambungan telepon telah dimatikan sepihak. Kesal sekali rasanya. Jungkook memang pandai membuatnya kalah dalam perdebatan. Alhasil, Jihyo harus menunggu Jungkook di luar rumah pemakaman.

"Semoga Jungkook tidak lama," kata Jihyo dengan raut cemberut. Nyatanya, memang Jihyo hanya menunggu sekitar lima menit. Mendadak ia panik, cepat sekali. Itu berarti, Jungkook melaju begitu cepat.

Dengan wajah kesal seraya mengentakkan kaki, Jihyo mendekat. "Kau mau mati, ya? Naik motor jangan balap-balap. Tidak baik. Lebih baik aku menunggu beberapa jam daripada harus melihatmu balapan. Kalau kau mati, aku akan sendirian," kata Jihyo bahkan langsung memukul lengan Jungkook dengan pelan.

Lekas Jungkook membuka helm dan terkekeh. Ketika masih di atas motor, langsung memeluk Jihyo dengan erat, membuat Jihyo terkejut. "Mana ada, aku punya banyak nyawa, kok. Jangan khawatir. Malah aku yang tadi hampir mati karena tidak melihatmu. Kau ini, lain kali kasih tahu dulu. Astaga, padahal kita belum melakukan hubungan jarak jauh, tetapi aku sudah segila itu. Tidak kah kau lanjut pendidikan di Las Vegas saja? Aku yang--"

"Hust! Jangan berbicara apapun lagi. Sudah ya, sekarang aku baik-baik saja dan kita sudah bahas ini, bukan?" Jihyo membuat Jungkook berhenti bercakap dengan menaruh jari telunjuk di bibir Jungkook.

Jungkook memang tahu betul soal kesepakatan mereka, saling mendukung, tidak meninggikan ego dan tidak menyudutkan--tersimpan begitu rapi. Kepalanya mengangguk lemah lalu melahap jari telunjuk Jihyo dengan gemas. Ekspresi wajah itu, kecantikan yang dimiliki kekasihnya, akan Jungkook rindukan. Astaga, Jungkook memikirkan hal itu lagi.

"Jung! Kau ini, jariku nanti hilang bagaimana? Lebih baik makan permen. Bentar, aku punya," ucapnya yang melepas jari dari lahapan Jungkook yang pribadi itu sendiri menatap lekat dengan senyum terus terpatri pada Jihyo yang sibuk pada ranselnya.

Dengan wajah berseri, Jihyo memberikannya pada Jungkook. "Ini, permen tangkai rasa strowberry. Ini enak sekali. Aku punya banyak sebenarnya, biasa aku makan kalau banyak pikiran. Ini alternatif buat para lelaki, setidaknya makan permen saja daripada merokok," ucap Jihyo dengan nada mendengus. Ia membuka bungkusan permen itu dan menuntun masuk ke dalam mulut Jungkook yang mengerjapkan mata.

Kenapa Jihyo malah larinya ke rokok?

"Tapi aku tidak merokok."

Jihyo mengangguk. "Perumpamaan saja. Tidak ada yang tahu juga. Aku berkata seperti ini, karena tidak sengaja melihat Jimmy merokok. Makanya aku memberi saran," kata Jihyo dengan puas. Terlebih melihat Jungkook menikmati tanpa menolak. Bahkan, kekasihnya itu mengangguk paham.

"Hm ... pantas." Hanya itulah yang dikatakan Jungkook, membuat Jihyo menaikkan sebelah alis.

Ia tidak mengerti. "Pantas kenapa?"

"Bibirmu manis ketika kita berciuman. Aku mengingat rasanya dan selalu merindukannya. "

Detik itu juga, Jihyo rasanya ingin naik bis saja.

***

Seperti biasanya, Jihyo akan bekerja di tempat Ryu--melakukan banyak hal hingga Kafe tutup. Lucunya, Jungkook tidak pernah absen untuk menemaninya. Lelaki itu, akan duduk dengan laptop atau memainkan ponsel di bagian ujung. Ia tidak mengganggu atau menggoda Jihyo, tetapi sikap Jungkook yang kalem seperti itu, membuat Jihyo keringat dingin. Ia tidak bisa jika tidak menoleh pada sang kekasih dan memujanya.

Astaga, entah apa yang Jihyo pikirkan saat ini. "Fokus Ji, fokus!" katanya seraya memeluk nampan.

Jihyo kembali menarik langkah untuk menuju bagian kasir dan memeriksa pesanan. Akan tetapi, takdir nyatanya berjalan tidak mulus. Tiba-tiba, seseorang menabrak Jihyo. Mereka tidak terjatuh, tetapi benda pipih tak lain IPad dan gelas berisi minuman soda gadis itulah yang jatuh.

"Astaga, apa kau tidak bisa mengamati sekitar ketika berjalan! Ya Tuhan, IPad-ku, kau!" Gadis itu menunjuk wajah Jihyo dengan marah. Kemudian, memungut miliknya yang berada di lantai--menyatu dengan tumpahan soda.

"Aku ... aku tidak menabrak. Kau yang melakukannya," kata Jihyo yang gugup dan merasa kacau walau tidak bersalah.

Namun, gadis itu histeris ketika layar IPad-nya pecah dan terdapat gambar glicth. "Gadis sialan, kau merusak barangku! Ini barang mahal dan membayar dengan gajimu saja tidak bisa, kau pikir kau siapa, hah!" pekik gadis itu. Mereka kini berhadapan.

Jihyo menggeleng kuat. "Bukan aku yang menabrak. Anda'lah yang melakukannya, tidak percaya? Kita bisa lihat CCTV. Aku--"

Jihyo menghentikan perkataannya ketika jemari gadis itu bertemu cukup keras dengan pipinya, meninggalkan kesan perih dan mungkin akan memerah. Jihyo terkejut, belum lagi, perkataan gadis itu. "Omong kosong! Kau merusak pekerjaanku yang ada di sana!"

"KAU, KAU HARUS MENGGANTINYA SEKARANG JUGA!"

Jihyo merasa de vaju--ia seperti linglung dan akan terjatuh jika saja seseorang tidak menahan tubuhnya. Jungkook baru berada di sampingnya dan lekas memeluk tubuhnya dengan hangat.

"Jung ...."

"Ck! Gadis murahan ini pintar sekali menarik simpati!!" Gadis asing itu kembali menimpali, tetapi Jihyo masih berusaha memahami sekitar. Tuduhan dan kekerasan yang ia dapat, membuat sisi lain Jihyo keluar--tidak seperti biasanya.

"Jangan terpengaruh--"

"Berikan nomor rekeningmu. Akan kubayar atas perbuatan yang kau buat," kata Jungkook dingin. Jelas mereka menjadi pusat perhatian, tetapi tidak ada yang berniat bersuara. Mereka hanya mengamati.

Gadis itu tersenyum kecut. "Anak SMA seperti dirimu ingin membayar IPad seharga dua juta won? Kau mau dapat darimana? Mimpi sekali," katanya dengan ekspresi meremehkan.

Jungkook masih dengan tatapan dinginnya. Bergegas, membuka ponsel dan fokus berapa saat. "Sebut nomornya saja." Alhasil, gadis itu walau agak ragu menyebut nomor rekening. Namun, jelas gadis tersebut memandang cemooh. Mana mungkin bisa?

Akan tetapi, notifikasi yang muncul dari ponselnya mengenai transaksi yang terjadi--ada kiriman uang yang masuk, membuatnya bergeming. "Empat juta won? Kau ...."

"Aku bayar dua kali lipat! Akan kupikirkan untuk memberimu peringatan dengan mengangkat tangan kepada kekasih Nona. Aku bahkan bisa membeli harga dirimu sekalipun, camkan itu!" kata Jungkook seraya menuntun Jihyo meninggalkan area yang membuat pening. Bahkan, Jihyo dibuat diam karena Jungkook tidak mengizinkan untuk bicara, hingga mereka ada di area luar, Jihyo menatap Jungkook dengan lirih.

"Kenapa kau malah memberinya uang sebanyak itu? Jung, aku tadi perlu menenangkan diri sebentar sebelum membalasnya dan kau membuatku kehabisan kata-kata dengan memberinya uang. Itu--"

Jihyo tidak lagi melanjutkan perkataannya ketika Jungkook langsung mengecup pipi Jihyo yang mulai memerah. "Pipimu akan baik-baik saja. Selepas ini, kita akan kompres. Dengar, uang seperti itu tidak seberapa dengan harga diri kekasihku yang diinjak seperti itu. Jangan memikirkannya, aku bisa memberimu lebih dari itu jika perlu."

Demi apapun, Jihyo tidak tahu harus berkata apa setelah Jungkook mengatakannya.

Hola, aku update guys~~

Hayolohh, JK makin panik dan kepikiran dah buat lanjut di LV, ada alasannya sih kenapa JK kukuh banget lanjut di sana, nanti dijelaskan yaa...

See u pokoknya guys!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top