Bab XXXXIV : Putusan

Jihyo menatap horor pada sebuah motor yang ada di depan matanya. Motor sport hitam--sedikit kecil dari motor yang biasa Jungkook gunakan ketika memboncengnya dan memang seperti itu. Akan tetapi, Jihyo tidak pernah membayangkan jika Jungkook memberikannya motor secara cuma-cuma. Astaga, harganya pasti mahal sekali.

Sontak saja, Jihyo menggelengkan kepala. "Aku tidak mau menerima ini, Jung. Bukan karena apa, aku sangat terlihat matre jika kau memberikan motor ini. Astaga, aku bahkan lebih suka naik bis saja jika kau tidak sempat melakukannya. Satu lagi, aku tidak bisa menggunakan ini. Lumayan besar dan cara digunakannya menurutku agak ribet."

Kalau pun memang bisa, Jihyo hanya ingin diantar saja--tidak ingin mengendarai yang membuatnya akan kelelahan. Selain itu, Jihyo jelas harus merawat dan mengurus biaya pajaknya, padahal Jihyo sendiri mengaku ia tengah melarat--saat ini bekerja di Kafe Ryu di tengah kesibukannya menyiapkan persiapan ujian.

Entah apa yang Jungkook pikirkan dengan mencetuskan ide untuk membelikannya motor. Dan lagi, Jungkook memasang tampang tenang ketika mereka berdua berada di lantai bawah basecamp. "Aku tidak pernah menganggapmu matre jika kau meminta sekalipun. Sebenarnya, realistis saja dan soal itu, aku akan mengajarkanmu, Baby. Jadi, jangan menolak, ya? Motor ini bisa kau gunakan ketika nantinya kita harus terpisah karena beberapa hal. Agak lebih baik jika kau mandiri daripada menyuruh anggota lainnya seperti Alexio. Aku takut kau nantinya terpikat dengan Alexio," ucap Jungkook sembari menarik langkah untuk mendekat ke arah motor.

Jihyo membulatkan mata. "Terpikat? Hei, aku tidak semudah itu juga jatuh cinta, ck!" katanya yang berjalan walau dengan langkah malas. Bibirnya mengerucut ketika Jungkook mengabaikan perkataannya itu dan memilih untuk menyalakan mesin motor.

"Ini mudah, kok, Baby. Jangan takut. Kau'kan sebelumnya sudah pandai, bukan?"

Hal yang Jungkook katakan memang benar. Kedua tangannya pun bertempu di dada. Namun, walau berpikiran seperti itu, tetap saja menurut Jihyo berbeda. Motor di hadapannya ini lumayan besar dari vespa yang biasa ia gunakan.

"Nanti aku jatuh. Motornya lecet. Perbaikannya pasti mahal sekali." Jihyo mengatakan itu dengan serius. Agak ngeri membayangkan biaya yang bisa saja akan dikeluarkan. Ayolah, Jihyo tidak memiliki tabungan yang cukup lagi yang harus digunakan untuk reparasi motor.

Jihyo berharap Jungkook mengubah pikirannya untuk mengajari dirinya naik motor sport. Akan tetapi, harus Jihyo telan bulat-bulat ketika ia kalah debat. Bahkan, kini telah berada di atas motor sport dengan Jungkook yang berdiri di samping.

Tangannya terasa gemetar, keringat dingin juga mulai mencuat. Bibirnya bergetar dengan mata mengerjap karena takut. "Jung, ini, jangan tinggalkan aku. Nanti aku jatuh bagaimana?" Jihyo tidak tahu harus mendeskripsikan bagaimana dirinya saat ini. Ia telah berada di atas motor sport berwarna hitam yang katanya sudah menjadi miliknya.

"Jangan panik, Baby. Tenang dan fokus--"

"Susah tahu! Aku takut jatuh dan nanti rusak! Jung!" pekik Jihyo dengan kepala menggeleng kuat. Ia tidak peduli jika Jungkook menganggapnya kekanakan, tetapi pada dasarnya Jihyo tidak bisa menutupi rasa takutnya kali ini.

Melihat sang kekasih seperti itu, senyum tipis terbentang begitu saja. Jihyo, semakin menggemaskan jika ia pandang. Perlahan, ia mendekat--hanya menyisakan beberapa senti saja. Aroma khas Jungkook langsung tercium. Sangat wangi dan memabukkan, kenapa antensinya malah mengarah ke sana? Ia saja tidak menyadari jika Jungkook kini menggenggam jemari yang berada di kedua stir. Darah Jihyi rasanya berdesir--jantungnya berdetak tidak karuan.

"Dengar, Baby. Tenangkan dirimu. Rileks. Ruangan ini cukup untuk melaju dengan kecepatan sedang. Pelan-pelan saja. Saat ini, motor dalam keadaan gigi yang netral dan harus seperti itu, karena kalau tidak netral, motornya bisa saja meloncat. Lihat." Jungkook menunjuk sebuah kaca bening--menampilkan beberapa angka yang memang bisa Jihyo pahami. Hampir mirip dengan vespa.

"Lalu, ini tuas kopling. Ia berada di bagian kirimu dan rem di bagian kanan." Jungkook memperlihatkan sebuah benda seperti rem. Jihyo mengangguk paham.

"Selanjutnya, tarik tuas kopling dan memasukkan gigi pada posisi satu. Jika sudah masuk pada persneling satu maka tuas kopling bisa dilepaskan secara perlahan sembari memutar gas. Jika terlalu cepat melepas tuas kopling atau terlalu tinggi memutar gas, bukan tidak mungkin kendaraan akan meloncat atau kalau tidak mesin motor akan mati. Sebaliknya, jika tuas kopling terlalu lama melepasnya sementara gas semakin dibuka maka motor akan berat saat berjalan," kata Jungkook yang menjelaskan secara detail. Ia tidak melewatkan satu hal pun dan Jihyo bisa memahami bagaimana Jungkook yang begitu mengerti soal motor.

Jelas, Jungkook di masa depan ingin menekuninya.

"Baby, santai ... rileks ...."

Jungkook memperingati. Ketika sesi menegangkan dimulai. Jihyo dengan pelan dan agak kaku, mengikuti instruksi Jungkook beberapa saat lalu. Rileks! Jihyo mencoba menekan kata itu dalam dirinya bersamaan ia mulai mengendarai motor. Pandangannya fokus ke depan, tetapi tidak berselang lama, ia tersenyum lebar.

Ia bisa melakukannya. "Jung, lihat aku!" pekik Jihyo tanpa menolah. Jungkook dengan tangan menumpu di atas dada tersenyum kecil.

"Ya, kau berhasil, Baby ...." Walau Jungkook tidak bohong melihat Jihyo dengan tubuh tegap--kaku. Lalu, motor itu berhenti tepat di hadapan Jungkook membuat Jihyo bertepuk tangan.

"Ini mengagumkan, tetapi menegangkan juga, ya. Apa lagi, ketegangan dalam diriku kembali menyeruak ketika mengingat, besok adalah putusan vonis bagi Zea!"

***

Hari ini, Jihyo dan Jungkook izin pada sekolah untuk mengikuti sidang walau mereka bisa diwakilkan oleh pengacara, tetapi mereka tetap mengajukan izin dan sekolah memberikannya. Oleh karena itu, menjadi alasan mereka berdua berada di ruangan sidang untuk sekian kalinya.

Mereka masih menggunakan seragam dan diberikan izin masuk setelah memperlihatkan surat izin untuk ke pengadilan. Suasana kembali tegang, mengingat hari ini, hakim akan mengeluarkan rasa keadilannya.

Di seberang sana, mereka melihat pihak Zea--pengacara, ayah, kakak dan Zea sendiri. Fokus mereka ada pada sang hakim. Jihyo sendiri bisa melihat raut khawatir dan tidak tenang yang terpancar dari ayah Zea. Ya, Zea adalah anak kesayangannya--melambangkan kemiripan dari mendiang istrinya. Jelas, hatinya resah memikirkan sang putri yang kemungkinan akan mendekam di penjara beberapa tahun ke depan.

"Berdasarkan telaah kami atas apa yang telah disampaikan, dilihat dan didengar. Kami menetapkan Zealany Garfield, perempuan berkewarganegaraan di Las Vegas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Bukti yang diperlihatkan, memperkuat kesalahan yang Zealany Garfield lakukan dengan sadar. Kami menjatuhkan pidana terhadap Zealany Garfield berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangi selama berada dalam tahanan sementara, dengan perintah agar para tergugat tetap ditahan, dan pidana denda sebesar 43 juta won."

Lalu, terdengar suara ketukan palu sebanyak tiga kali. Ruang sidang menjadi senyap. Jihyo bahkan tidak tahu harus berkata apa setelah mendengar hukuman yang Zea terima. "Nyatanya dikurangi dari hukuman yang seharusnya, ya?" gumam Jihyo nyaris tidak terdengar. Pengacara Cha mengajukan hukuman maksimal yang ditambah dengan kelakuan tidak etis Zea sebanyak delapan tahun penjara, tetapi nyatanya putusan hakim di luar dugaan.

Jungkook yang berada di samping Jihyo, sontak mengusap punggung tangan Jihyo dengan lembut. Ia tahu, apa yang Jihyo pikirkan. "Jihyo, aku minta maaf--"

Jihyo langsung menggelengkan kepala. Sedikit kecewa dengan apa yang Jungkook katakan. "Jangan minta maaf, kumohon. Ya, ini sudah jalannya. Aku akan menerima dengan ikhlas dan semoga ayahku bisa tenang setelah mendapatkan  keadilannya," kata Jihyo dengan senyum lebar.

Jungkook mengerti kekecewaan sang kekasih. Perlahan, mereka bangkit dan ternyata, langsung dihadapkan dengan kehadiran Zea yang menundukkan kepala. "Jihyo, sebelum kita berpisah dan tidak bertemu dengan jangka waktu yang lama, aku ingin meminta maaf dan teruslah bahagia," katanya dengan bola mata yang berkaca-kaca.

"Sudahlah. Aku sudah memaafkanmu, Zea. Ya, semoga kita bisa bertemu nanti. Jaga dirimu baik-baik," balas Jihyo. Zea mengangguk, kemudian amatannya kini terpusat pada Jungkook--sepupunya.

"Jack, aku minta maaf juga dan aku harap, kau bisa bahagia dan kalian selalu bersama," katanya lagi. Kali ini, ia merasa sangat canggung.

Jungkook membalas dengan anggukan, hanya tersenyum tipis. "Ya, aku juga meminta maaf dan sampai ketemu nanti, Zea." Kemudian, Zea dengan tangan terborgol, berjalan dengan diiringi oleh pihak polisi.

Mata bulat Jihyo mengamati hingga sosok Zea menghilang, tetapi tidak sengaja ia mengamati ayah Zea, pria itu menatapnya sangat lekat dan nyatanya mendekat bersama dengan putranya.

"Nona Jihyo, saya hanya ingin mengatakan beberapa hal." Lalu, ayah Zea diam sebentar.

"Apa yang terjadi membuat saya sadar dan mendapatkan banyak hikmah. Ya, seperti yang kukatakan, Zea tidak bisa terlepas dari hukuman ini, tetapi kemungkinan akan berkurang dan saya merasakan jika ini pasti tidak adil bagimu. Akan tetapi, terima kasih karena membuat putri saya mendapatkan kekuatan. Beberapa hari yang lalu, Zea menyuruh saya untuk tidak melakukan apapun lagi. Baik itu mengajukan banding, dia ingin menebus kesalahannya dan saya menerima keputusannya. Sebelumnya, saya meminta maaf sekali lagi." Sambil ayah Zea membungkukkan tubuhnya, begitu pun dengan kakak Zea yang hanya mengikuti--tanpa berkata atau menerjang Jungkook seperti sebelumnya.

Jihyo memang kecewa, tetapi ia tidak ingin mempermasalahkan perkara ini lagi. Demi ketenangan ayahnya, ia belajar untuk ikhlas dan memaafkan semua hal yang berkaitan dengan kematian sang ayah. Ya, Jihyo akan melakukannya.

Hola, aku update ~~

See u pokoknya ya🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top