Bab XXXXIII : Berjalan Lancar

Hari ini, sidang kembali di gelar--seperti yang sang hakim agendakan. Waktunya mengulur, setelah makan siang. Sehingga, membuat mereka--Jungkook dan kedua orangtuanya serta Jihyo berkumpul di salah satu rumah makan yang ada di sekitar pengadilan--tidak terlalu jauh. Tempat ini seperti kantin bagi pengunjung ataupun staf pengadilan.

Jika diperhatikan, mereka seperti keluarga yang bahagia. Ketegangan yang ada, habis tersisa. Mereka mencoba untuk membuat pikiran berjalan positif sebelum memasuki ruangan sidang. Agenda bagi pihak Zea mengeluarkan bantahan dan memberikan pembelaan. Itu sudah diatur.

Mereka pun telah memesan hidangan untuk makan siang ala western. Hanya saja, Jihyo memilih untuk undur diri beberapa waktu. Ada panggilan alam yang harus ia lakukan. Jihyo ingin ke toilet.

Rasanya menggelikan ketika Jungkook sempat menawarkan diri untuk menemani. Itu mustahil, mana mungkin Jungkook berdiri seperti orang bodoh--bukan! Bagi banyak orang terlihat seperti orang mesum di depan toilet perempuan. Tentu saja, Jihyo menolak. Tidak ingin membuat drama yang bisa saja terjadi.

Alhasil, langkah kaki Jihyo membawanya ke toilet dan tidak berlangsung lama, ia tiba di tujuannya. Lekas, Jihyo masuk untuk menyelesaikan hal yang sempat ditunda. Sekitar beberapa menit, Jihyo keluar. Ia menuntun kedua kakinya ke arah wastafel untuk membasuh tangan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat eksistensi seorang gadis yang akhir-akhir ini menjadi pusat pikirannya.

Dia ... Zea ... berada di sampingnya. Kini memasang wajah datar. Tidak lupa, terdapat polisi wanita yang ada di sampingnya.

"Zea ...." Jihyo hanya bergumam. Memang, mereka tidak begitu akrab. Mengingat, mereka hanya bertemu beberapa hari saja, sekembalinya Zea dari Jepang.

Tampak Zea masih pada fokusnya. Namun, harus buyar ketika suara sang polisi menginterupsi. Zea menoleh dan menggeleng. "Beri saya waktu beberapa menit untuk berbicara dengan teman saya."

Teman? Terdengar sangat cangung ketika Zea mengatakannya. Jihyo bergeming mendengar hal itu. Bahkan ketika negosiasi yang ia buat dengan sang polisi.

"Baik, lima menit. Setelah itu, Nona harus bersiap untuk mengikuti persidangan kembali," kata sang polisi. Ia tetap berada di dekat Zea, sebagai antisipasi.

Zea mengangguk setuju. Walau menurutnya sangat singkat sekali, tetapi ia akan menggunakan sebaik mungkin. Tatapan pun lantas beralih pada Jihyo yang kebingungan, hanya diam saja dengan tatapan penuh pertanyaan.

Perlahan, Zea tersenyum. Tetapi terlihat sangat getir. "Aku belum mengatakan hal ini kepadamu. Aku, aku meminta maaf karena membuatmu sengsara dan kehilangan orang yang berharga untukmu. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk melakukannya, tetapi aku takut. Pun akhir-akhir ini, aku, tiba-tiba mengingat soal ibuku. Dia telah meninggal dan rasanya sakit ditinggal pergi. Itulah yang jelas kau rasakan," kata Zea dengan mata yang berkaca. Tanpa basa-basi karena minimnya waktu yang ada.

Kedua bibir tebal Jihyo tertutup rapat--seperti ada lem yang merekatkannya. Sulit untuk memberikan balasan.

Akan tetapi, Zea kembali mengangguk. "Aku meminta maaf dengan tulus. Kau bisa membenciku. Aku menerimanya, bahkan, aku juga menerima apapun yang hakim akan vonis nantinya. Aku sudah membahas soal ini kepada ayah dan kakakku, aku akan melakukan penebusan dosa seraya menjernihkan diri. Itu keputusanku," katanya lagi.

Mendengar Zea berbicara dengan nada seperti itu, membuat Jihyo merasakan matanya yang memanas. "Zea--"

"Kau berhak bahagia, Ji. Setidaknya, aku masih memiliki orang yang terkasih disisiku walau penyesalan jelas ada karena aku mengecewakannya. Akan tetapi, aku masih lebih baik daripada dirimu yang harus berjuang lebih keras lagi. Aku ... aku minta maaf." Lalu terdengar isakan di antaranya .

Sedih sekali. Jihyo lantas langsung membawa Zea ke dalam pelukannya. Mereka saling berbagi kesedihan atas peliknya kehidupan. "Jihyo, aku meminta maaf ...."

Di dalam pelukan, Jihyo mengangguk. "Hust, aku sudah memaafkanmu Zea. Tenangkanlah dirimu. Semua yang terjadi, ada hikmah yang bisa dipetik."

***

Pihak Zea tidak menolak atas apa yang telah dilakukan Zea. Tidak ada dalih yang mereka perlihatkan untuk membantah. Hanya beberapa penegasan bahwa Zea melakukannya tanpa disengaja, adanya rasa takut yang memicu masa depannya, membuat ia melangkah begitu jauh. Pengacara Zea menjelaskan beberapa hal disertai dengan bukti yang telah ditetapkan.

Persidangan sendiri tidak terlalu menegangkan seperti yang beberapa hari yang lalu. Alurnya tampak tenang, walau terdapat rasa takut dan khawatir atas keputusan yang akan keluar. Pihak hakim sendiri memerlukan beberapa waktu untuk menelaah kembali. Mereka, akan menyampaikan vonis pekan depan, sehingga menambah masa tahanan sementara Zea. Akan tetapi, dari sana, hakim juga akan menilai melalui pemantauan pihak kepolisian. Bagaimana perkembangan Zea di dalam jeruji besi.

Walau Jihyo merasa takut, ia tampak sedikit lega. Zea tidak membencinya. Gadis itu, tersenyum tipis setelah persidangan usai dan di bawah kembali oleh kepolisian. Sedih sekali melihatnya, tetapi namanya takdir tidak bisa terelakkan.

Hanya saja, Jihyo bisa mengamati ketika hubungan ayah Zea dan ayah Jungkook belum membaik. Bahkan, ayah Zea langsung meninggalkan tempat--setelah melihat putrinya pergi. Raut ekspresinya bahkan tidak bisa ditangkap. Tak seperti yang diperlihatkan ayah Jungkook yang memang pandai mengatur ekspresinya--tenang seolah-olah tidak ada yang terjadi. Padahal Jihyo bisa memastikan, ayah Jungkook pasti khawatir dengan perkembangan hubungan keluarganya.

Tatapan Jihyo fokus pada pintu utama ruangan persidangan. Tidak sadar, sebuah lengan mengusap jemarinya. Itu adalah ibu Jungkook. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun, Jihyo. Kita sisa menantikan putusan pekan depan dan kami tidak bisa menemani kalian. Mungkin, Aaron yang akan mendampingi," katanya.

Jihyo tersenyum lebar mengamati ibu Jungkook yang begitu hangat kepadanya. Ia mengangguk. "Terima kasih, Ibu. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi kepada kalian yang  membelaku."

"Itu sudah semestinya. Kami akan berangkat besok. Sedikit dipercepat. Jack, jaga dirimu baik-baik. Sebentar lagi, kau akan ujian," sahut Ocean dengan kedua tangan menjejal ke dalam saku.

Jungkook membalas dengan senyum tipis. "Aku kira kalian akan memperpanjang masa liburan. Setidaknya, sampai ibu kembali memberikan adik, lagi pula ibu belum menopause'kan?"

Tentu saja, membuat kedua bola mata Ailan membulat. Bahkan, ia langsung memukul bahu si bungsu. "Adik-adik, ibu sudah tidak bisa. Mengurusmu saja sudah setengah mati. Kau dan Aaron saja yang akan memberikan ibu cucu. Ingat, jangan kebablasan! Ibu tidak mau jika kalian melakukan hal itu sebelum menikah. Jack, ibu sangat percaya denganmu soal ini," kata Ailan dengan tegas. Harapan memang tampak begitu jelas.

Mendengar kekhawatiran ibunya dan semburat kemerahan di pipi Jihyo karena malu, ia mengangguk. "Tenang saja. Aku tidak akan kebablasan. Kata ayah, jangan lupa menggunakan pengaman. Itu akan kuingat terus," ucap Jungkook tanpa beban--hanya sebuah candaan, tetapi ibunya langsung menarik telinganya. Jihyo tidak tertawa, ia terkejut dengan balasan Jungkook soal pengaman. Jungkook sudah gila.

"Pokoknya tidak ada! Ibu akan marah besar dan menyuruh ayahmu membedah milikmu. Tidak, ibu juga bisa melakukannya sendiri," balas Ailan dengan tarikan pada telinga putranya.

"Aku tidak pernah mengajarinya untuk melakukannya, ya. Aku hanya mengatakan untuk berjaga-jaga." Ocean menyahut ketika tatapan istrinya begitu mematikan, seakan ia juga ingin menariknya.

Jungkook memang sudah tidak waras membuat candaan ketika ibunya sedang serius. Pikir Jihyo, tetapi ya, itulah sisi lain yang Jihyo dapatkan soal Jungkook. Apalagi ketika Jungkook yang hanya tertawa renyah--seakan menggoda ibunya adalah sebuah tindakan yang mengasikkan.

***

Ujian tidak lama lagi akan terjadi. Bahkan, sesi ujian tengah semester sudah mereka lalui beberapa saat yang lalu dan ketegangan masih terasa begitu jelas. Jihyo paham dengan hal itu. Di tempat mengisi jawaban ujian, ia memang bisa mengisi jawaban yang menurutnya benar. Akan tetapi, Jihyo tidak tahu bagaimana menurut para guru yang ada, bukan?

Sial. Itulah yang menjadi beban pikiran Jihyo. Terlebih, nilai ujian akan diumumkan dilayar monitor--di bagian utama sekolah--tepat di samping majalah dinding. Betapa tidak nyamannya Jihyo dengan hal itu? Belum lagi, Jihyo harus mempersiapkan diri untuk membayar uang persiapan ujian tiga bulan lagi. Serasa dunia berotasi begitu cepat.

Nyatanya memang seperti itu. Kali ini, para murid jelas dibuat penasaran. Siapa yang menjadi unggul di Sains dan Sosial. Apalagi, mulanya kehadiran Zea yang bisa menjadi posisi pertama, harus urung terjadi karena pihak sekolah dengan tegas mengeluarkan Zea dari sekolah--tidak ada kesempatan untuk mengikuti ujian dan memang sulit bagi Zea lakoni karena keterbatasan geraknya yang harus dipantau pengadilan dan kepolisian. Begitulah hukum alam terjadi.

Namun, tidak ada kabar mengenai kapan pengumuman itu keluar. Jadi, membuat Jihyo yang saat ini berada satu meja dengan anggota Black Dragon--tepat di samping Jungkook tidak berselara untuk makan. Ia bahkan menghela napas. "Apa nilai ujian kemarin sungguh belum keluar? Ck! Lama sekali, padahal kemarin kita menggunakan komputer. Bukannya langsung terdeteksi?" kata Jihyo yang memecah keheningan akan kesibukan para lelaki yang ada di dekatnya.

Alexio yang sedang bermain game dengan Jay mengedikkan bahu. "Entahlah, tetapi kudengar hari ini. Tunggu saja dan santai. Itu hanya nilai."

"Tetapi itu juga berharga bukan, Xio? Turun sedikit, bisa-bisa fasilitas yang kau dapat diambil paksa oleh ayahmu," kata Ryu dengan enteng. Ia tengah membaca buku, er ... Jihyo tidak tahu itu apa. Belum lagi, Ryu hanya tersenyum tipis tanpa melirik ke arah sang empu.

Alexio mendengus sebal. "Jangan membuatku terbebani dengan itu. Sial, aku tertembak! Jay, jangan diam saja, bantu aku!" kata Alexio dengan memekik.

Jihyo hanya bisa tersenyum geli melihat pemandangan yang mulai sering dilihatnya. Ia pun bahkan tidak peduli jika mungkin gunjingan terdengar karena Jihyo yang semakin lengket dengan Jungkook. Buktinya saja, Jihyo menjatuhkan kepalanya di samping tubuh Jungkook yang tengah mengobrol dengan Jimmy. Ya, itu terus terjadi seperti itu hingga Jihyo melihat eksistensi Hyena dengan napas terengah-engah.

"Ji--jihyo! Berita penting--"

"Kakak cantik, tarik napas dan hembuskan. Santai--"

"Diam kau, Alexio! Jihyo, ayo kita ke monitor! Pengumuman sudah keluar!" kata Hyena yang langsung menarik pergelangan tangan Jihyo--tanpa meminta persetujuan siapapun. Jihyo pun tidak mengelak, karena ia penasaran. Alhasil, ia meninggalkan Jungkook dan yang lainnya.

Alexio mendengus melihat itu. "Lihat kekasihmu, Jung."

Jungkook memang tidak mengalihkan amatannya. Ia fokus melihat Jihyo yang perlahan menghilang. Ia membiarkan Jihyo bersama dengan temannya. Mungkin, ia akan menyusul nanti.

"Ya, aku melihatnya. Dia sangat menggemaskan dan aku semakin mencintainya!"

Sementara di sisi lain, Jihyo dan Hyena kini dihadapkan dengan layar monitor yang lebih besar dari televisi. Terdapat rentetan nama yang saat ini memperlihatkan keunggulan dari tingkat tiga. Walau banyak orang, mereka bisa melihat dari jarak yang lumayan jauh.

Kedua mata mereka menyipit, mencoba mencari nama mereka. Hyena melompat girang. "Ji, aku naik satu nomor. Lihat, aku di nomor 30. Wah, serunya," ucap Hyena dengan bangga.

Jihyo bergeming mendengar itu, pun ia berusaha mencari namanya dan tidak lama, kedua matanya langsung membulat. "Nomor tiga?" Bergegas, Hyena melirik nomor yang Jihyo maksud dan membuat Hyena memekik girang.

"Astaga, Ji! Kau yang terbaik." Lalu ia langsung memeluk Jihyo. Jelas, Jihyo tidak menolak. Ia bahagia dan terharu--tidak pernah ia bayangkan jika langsung menempati posisi ketiga untuk seluruh tingkat tiga yang berada sekitar 150 orang.

Mereka berpelukan, berbagi kebahagiaan. Satu hal yang pasti, Jihyo semakin bersemangat untuk mengejar impiannya. Ini semua demi kedua orangtuanya dan Jihyo nyatanya tidak melupakan satu hal. Selain menemukan namanya, ia juga mencari nama Jungkook yang berada di posisi pertama untuk tingkatan dan satu sekolah. Pencapaian yang tidak bisa orang lain ragukan lagi, karena Jungkook sendiri sudah membuktikannya waktu itu.

"Ya Tuhan, terima kasih! Tolong beri aku kesempatan untuk menggapai semua mimpiku!"

Hola guys! Aku update ~~

See u di bab selanjutnya pokoknya ya🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top