Bab XXXXII : Sidang

Sidang terbuka untuk umum. Ketegangan terasa begitu jelas di masing-masing orang yang ada. Termasuk, Jihyo di samping Jungkook--menyaksikan Zea yang kini duduk di depan Hakim dan dua anggota hakim yang berada di sisinya. Tidak lupa, ada panitera yang siap untuk mencatat apapun yang terlihat dan terdengar selama persidangan terjadi.

"Nona Zealany Garfierld, apakah kau sadar atas apa yang kau lakukan? Semua rentetan dari apa yang kau perbuat. Penabrakan lalu pergi meninggalkan seorang pria berusia 41 tahun yang tengah sekarat, bahkan, kau juga membayar seseorang untuk menghapus rekaman CCTV. Apakah ada yang ingin anda sampaikan atas pernyataan itu?" tanya Pengacara Cha.

Mereka kini menjadi pusat perhatian dari penonton yang hadir. Terdapat pihak Zea seperti ayah, kakaknya dan sang pengacara. Lalu, di sisi lain, pihak Jihyo, terdapat Jungkook dan kedua orangtuanya serta Pengacara Cha. Sidang itu dilaksanakan pagi hari, hendak menjelang siang.

Zea menunduk. Saat ini ia dalam kondisi yang tertekan. Pipinya mendadak tirus--agak kurus dari beberapa hari yang lalu, padahal ia baru sekitar dua hari ditahan sementara. Kedua matanya ingin menangis ketika jemarinya tertaut--memilin pakaian ala tahanan ia gunakan.

"Nona Zealany, silakan menjawab pertanyaan dari Pengacara pihak penggugat. Sesuai sumpah saksi, anda harus memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain daripada sebenarnya," ucap Hakim yang tengah mengamati dan akan memberikan keadilan sebagaimana mestinya.

"Mohon maaf menginterupsi, Yang Mulia. Akan tetapi, pengacara penggugat mengintimidasi klien saya. Pertanyaan yang seharusnya tidak dijabarkan seperti itu," kata Pengacara pihak Zea.

Hakim yang mendengar itu, sontak mengamati dengan lekat Pengacara pihak Zea. "Ditolak. Pengacara pihak tergugat harap menyimak dan Nona Zealany, silakan menjawab pertanyaan tadi," kata Hakim itu lagi.

Ada raut kekecewaan di wajah sang pengacara pihak Zea yang kembali pada duduknya di antara Winter dan River.

Zea yang mendengar adanya sedikit kegaduhan, mengangkat kepala dengan lemas. Ia mengamati sang hakim yang menuntut jawaban, hingga kepalanya memberikan anggukan sebagai jawaban. "Saya melakukannya dalam keadaan sadar dan ... panik. Saya tidak bermaksud seperti itu, saya hanyalah remaja yang baru kembali dari pertukaran pelajar. Saya, saya, tidak sengaja!" katanya dengan air mata yang hendak membasahi kedua pipi.

Pengacara Cha yang berdiri di samping Zea, mengangguk sebagai jawaban. Ia mengamati sekilas lembaran pertanyaan yang telah ia buat setelah kasus telah dipahami oleh ketiga hakim. "Baik. Anda melakukannya dalam keadaan sadar. Anda juga telah memiliki Tanda Pengenal berkewarganegaraan Las Vegas. Berumur legal, tetapi tidakkah perbuatan anda dengan pergi begitu saja dan bahkan menggunakan kuasa untuk menghapus rekaman CCTV itu baik dilakukan?" tanyanya.

Zea merapatkan kedua bibir. Rasanya sulit untuk menjawab pertanyaan yang begitu mudah. Satu hal yang Zea takuti. Apa yang ia ucapkan, bisa saja menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

"Saya salah. Saya takut, panik dan cemas. Saya sudah menabrak dan takut dia meninggal sewaktu itu. Ya, saya salah karena malah mengambil tindakan bodoh. Akan tetapi, saya hanya memikirkan masa depan saya yang berada di ujung tanduk. Saya ... saya ingin menyelamatkan diri saya," kata Zea dengan tangisan lirih, mengarah pada hakim dan didengar oleh semua yang hadir di pengadilan.

Jihyo mendengar setiap kata yang terlontar. Namun, hal tersebut langsung mengingatkannya pada rekaman itu. Jihyo tidak kuasa. Bahkan, terkadang berharap akan sebuah keajaiban dan terdapat mesin waktu untuk mengubah banyak kejadian agar tidak terjadi.

Sesi pengadilan pagi ini terus berlanjut. Pada tahap ini, pihak penggugat yang tidak lain adalah Jungkook dan Jihyo yang menjadi dominan dan banyak mengeluarkan penegasan soal hukuman yang harus diterima oleh Zea.

Hakim tampak mendengar dan melihat berkas yang ada di depan mata, hingga ia kembali pada aura wibawanya sebagai hakim--bak Tuhan dalam pengadilan yang akan mengadili dan memutuskan.

"Sidang akan dilanjutkan tiga hari ke depan. Pihak Tergugat dapat mengeluarkan bantahan ataupun penegasan. Untuk hari ini, sidang ditunda." Beriringan dengan ketukan palu yang terdengar sekali.

***

Jihyo dan Jungkook berjalan beriringan, hendak meninggalkan area pengadilan bersama dengan kedua orangtuanya. Akan tetapi, mereka harus tertahan di parkiran karena sebuah suara menginterupsi. Itu adalah Winter dengan tatapan penuh arti pada mereka. Mungkin lebih tepatnya pada ayah Jungkook yang sejak tadi memasang wajah tenang.

Winter mendekat hingga berhadapan dengan sang kakak. "Kak, ini tidak benar. Aku sudah mengusahakan agar Zea bisa terbebas dari kasus ini, tetapi akan sulit dilakukan. Zea sudah bisa dikatakan bersalah. Hanya satu hal yang bisa dilakukan, mengajukan banding agar hukumannya bisa menurun," kata Winter dengan jelas.

Ocean belum berujar. Terlebih ketika ia merasakan genggaman sang istri yang begitu erat karena merasa khawatir. Namun, ekspresi wajah Ocean begitu tenang--tidak ada badai ombak atau deruk lautan yang biasa saja terjadi di masing-masing orang.

"Kak, kau seharusnya berada di pihak Zea. Dia juga putrimu," katanya lagi.

Perkataan Winter, sang adik, membuat Ocean mengangguk pelan. "Zea memang putriku, tidak ada yang bisa merubahnya. Akan tetapi, anak-anakku harus menerima akibat dari apa yang ia tuai. Kau harus bisa memahami ini, Winter. Salah satu contoh sederhananya adalah Sky, jangan lupakan itu, kakakmu yang juga bernasib sama di masa lalu. Ayah bahkan tidak memberikan pembelaan walau dia punya kuasa. Jadi, tenangkan dirimu. Jangan mempersulit keadaan," kata Ocean dengan wibawanya. Kemudian, meninggalkan Winter dan River yang bergeming. Raut putus asa dan kesedihan begitu tampak.

Jihyo diam. Bahkan, Jungkook sendiri belum menuntun untuk menyusul ke arah orangtuanya. Mereka diam tak berkutit, berhadapan dengan keluarga Zea--tanpa mengatakan satu kata pun hingga Winter pergi yang disusul dengan River.

Jihyo mengamati. Ini bukan pertanda akan kehancuran sebuah keluarga bukan? Jihyo harap seperti itu. Mengingat, jika mereka hancur--jika keluarga Garfield berhamburan tak bersisa, Jihyo akan menyalahkan dirinya seumur hidup.

***

Setelah pertemuan tiba-tiba itu, mereka tidak langsung pulang. Lebih tepatnya, Jungkook mengajak Jihyo untuk jalan-jalan, menikmati angin sore yang beberapa menit lagi akan terganti dengan langit malam.

Kembali lagi, mereka berakhir di atas hamparan pasir. Menikmati indahnya pergerakan  matahari yang ingin terbenam. Sunset memang yang terbaik. Deruk ombak tampak terdengar, menjadi alunan lagu dan menjadi pihak ketiga akan kesunyian yang terjadi. Baik Jihyo dan Jungkook, belum ada yang mengeluarkan sepatah kata saja.

Namun, itu tidak berselang lama ketika Jungkook mengeluarkan sebuah gelang dari sakunya. Tanpa berkata, meraih pergelangan tangan Jihyo, kemudian memasang gelang berwarna putih dari hiasan mutiara, terdapat dua bentuk love berwarna ungu dan awan berbentuk senyum.

Jihyo bergeming. Sulit memahami apa yang terjadi. Bahkan ketika kedua matanya berkaca, tetapi sekuat tenaga Jihyo tahan.

"Hadiah kecil. Aku membeli setelah mengantarmu pulang kemarin. Tidak terlalu mahal. Akan tetapi, ini kupilihkan sendiri. Sangat pas berada di pergelangan tanganmu, Baby," kata Jungkook seraya terkekeh.

Detik itu juga, Jihyo menangis. Ia begitu terharu dengan sikap tiba-tiba Jungkook. Tentu, Jungkook terkejut. Hanya saja, terlebih dahulu ia memeluk tubuh Jihyo--membawanya begitu dalam ke dekapannya seraya mengusap punggung Jihyo dan mengecup pucuk rambutnya.

"Baby, kenapa menangis? Tidak suka? Tidak apa-apa, kita akan membeli bersama--"

"Terima kasih. Sangat indah. Aku sangat menyukainya, terima kasih," ucap Jihyo di sela pelukan itu.

Jungkook awalnya panik, tetapi ia sedikit bernapas lega ketika mendengar Jihyo mengatakannya. "Tidak perlu berterima kasih," ucap Jungkook dengan pelan seraya ia mengusap punggung sang kekasih dengan pelan.

Jihyo mengangguk dalam pelukan itu. Tangisannya perlahan reda. Rasa nyaman kini terasa begitu dalam. Jihyo tidak ingin melepaskan diri. Malah, Jihyo semakin dalam melakukannya. "Jung, jangan berubah. Bahkan di masa depan nanti."

Mendengar itu, Jungkook tersenyum hangat. "Ya, aku mulai nyaman dengan perubahanku sekarang. Tidak akan ada perubahan yang akan menyakitimu, Baby. Kau bisa memastikannya nanti." Lalu, Jungkook mengamati sunset yang tampak begitu indah. "Aku bahkan tidak akan membelok. Jangan menyuruhku untuk menekuni dunia medis, barangkali jika ibu atau ayah memintanya kepadamu."

Jihyo mengangguk dalam dekapan itu, tetapi perlahan Jihyo bergerak--membawa amatannya pada sunset. Entah kenapa, momen seperti inilah yang sangat menakjubkan. "Tenang saja, aku tidak akan melakukannya. Aku mendukung apapun yang ingin kau capai nanti."

"Terima kasih." Masih dengan amatan yang sama lalu memejamkan mata. "Sejak dulu, aku suka berbau otomotif. Apapun tentang mobil atau motor. Itu sangat mengasikkan. Aku sudah memikirkan langkah yang tepat untukku ini. Teknik Otomotif di Las Vegas."

Ketika ia mengatakannya, membuat pelukan yang Jihyo lakukan perlahan mengurai. Bahkan, sorot mata bulatnya mengamati Jungkook dengan lekat--ia mendongak seraya menghela napas. "Baiklah. Long Distance Relationship tidak buruk juga. Aku harap kita akan baik-baik saja, karena aku ingin di sini. Aku tetap akan berusaha masuk di Seoul University dengan keahlian dan mimpiku. Aku yakin bisa lolos," katanya dengan tegas.

Jungkook terkekeh. Gemas sekali melihat Jihyo mendongak. Tanpa merasa bersalah, Jungkook langsung menuntun kedua bibirnya untuk menghapus jarak. Ia merasakan kedua bibir tebal Jihyo. Sedikit memainkan, tetapi tidak terlalu lama. Bahkan, bisa terlihat Jihyo yang merasa tidak rela, padahal ia baru memejamkan mata. Well, ini adalah ciuman pertama mereka--baik itu Jungkook atau Jihyo sekalipun.

"Tentu saja. Kita bisa melakukannya. Aku akan mengunjungimu walau harus menempuh 13 jam lamanya, karena aku serius terhadap hubungan kita. Realistis, aku akan melakukan apapun untukmu, Baby. Jika meminta nikah setelah lulus juga akan kuladeni. Aku sisa menunggumu."

Jungkook berkata dengan tulus. Senyum tidak pernah lekang dan membuat hati Jihyo berdesir. Karena itu, perlahan membuat Jihyo kembali menghapus jarak, tetapi hanya menempelkan saja. "Kau pikir menikah begitu gampang? Kau ingin memberiku makan dan memenuhi kebutuhan keluarga dengan apa?" Dengan nada sedikit sebal, walau tidak menampik pipinya bersemu merah.

Awalnya Jungkook terkejut atas keberanian Jihyo. Sisi lain yang tersembunyi, tetapi ia sangat suka. Apa lagi, ketika kekasihnya ini malah meremehkan dirinya. "Kau belum mengenalku lebih jauh, Baby. Perlahan, kau akan sadar, aku sudah bisa memenuhi semua kebutuhanmu dengan usahaku sendiri."

Hola, aku update ~~

See u pokoknya 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top