Bab XXXV : Masalah

Benar saja, Alexio kembali menemui Jihyo ketika bel telah berbunyi. Mungkin, Alexio sudah tahu jika Jihyo akan menolak dan memilih kabur. Tetapi Alexio sudah berpikir seperti itu terlebih dahulu. Alhasil, mereka kini berada di atas motor dengan kecepatan laju yang sedang.

Jihyo tidak minat berpegangan di pinggang Alexio. Ia terdiam dengan memegang besi bagian belakang. Alexio sendiri tidak banyak bicara. Padahal Jihyo menanti ia bercerita mengenai Jungkook yang tiba-tiba menghilang setelah membawa Zea ke Unit Kesehatan. Apa Zea begitu penting hingga bisa menahan Jungkook seperti itu?

Jika mengingatnya, suasana hati Jihyo lantas memburuk. Jihyo mengenyahkannya. Ini hari pertama ia bekerja--tidak boleh terdapat kesalahan. Masalah dengan Jungkook, akan Jihyo kesampingkan dulu.

Beruntung, Kafe tempatnya bekerja telah berada di depan mata. Ia bergegas turun tanpa berucap pada Alexio. Mengingat, rasa jengkel yang rasa-rasanya menghampiri. Hal itu bertambah ketika Alexio memarkir motornya dan ikut turun.

Belum memasuki kafe, Jihyo melirik dengan sebelah alis terangkat. "Apa yang ingin kau lakukan?"

Alexio terkejut, tetapi langsung tertawa konyol. Ingin rasanya Jihyo menghantam kepala itu dengan ransel. "Aku ingin singgah di Kafe temanku. Kapan lagi ditraktir Ryu nantinya."

Gila sekali. Jawaban yang membuat Jihyo merotasikan bola mata dengan malas. "Jadi lelaki tidak ada modalnya! Benalu!" Jihyo kembali menuntun kedua kakinya untuk masuk terlebih dahulu.

Alexio melihat kekesalan Jihyo. Ia hanya menggelengkan kepala. "Tamat riwayatmu, Jung. Kekasihmu marah sekali!" Lalu ia juga ikut masuk ke dalam hingga menimbulkan bunyi bel.

Alexio melihat Jihyo yang tengah berbincang dengan seorang wanita beriasan menor--membuatnya bergedik ngeri. "Hyena lebih baik daripada dia." Pun ia menggelengkan kepala, kenapa pula dari sekian banyak gadis yang sedang bersamanya, nama Hyena melintas? Ia pasti sudah gila. Lantas, Alexio memilih duduk di kursi bagian dekat pintu.

Jihyo pun hanya bisa menahan rasa kesalnya tatkala melakukan pekerjaan pertama dengan Alexio yang menjadi pengunjung pertama yang harus ia layani. Rasanya, menyebalkan sekali.

“Kau ingin pesan apa!” tanya Jihyo dengan nada ketus dan jutek. Suaranya bahkan agak meninggi, siapa saja akan kabur jika dilayani seperti itu--Alexio bahkan dibuat terperangah.

Alexio mengambil buku menu yang ada seraya menggelengkan kepala. “Sabar, Ji. Bahaya jika bosmu tahu jika pengunjungnya mendapatkan pelayanan buruk seperti ini. Ingat, ini pekerjaan pertamamu--"

“Silakan dipesan,  Tuan. Kami memiliki menu yang nikmat dan menyehatkan tentunya.” Jihyo langsung memangkas perkataan Alexio dengan senyum yang dibuat-buat. Tidak ikhlas, Alexio paham soal itu dan menggoda Jihyo adalah hobinya. Sangat menyenangkan, apalagi tidak ada kehadiran Jungkook yang membuatnya takut. Itulah nilai plusnya.

Alexio pun memesan hot cappucino dan tteokbokki. Mengingat, ia cukup lapar untuk hari ini dan ia sendiri hanya ingin memakan itu. Alhasil, Jihyo dengan cekatan menulis pesanan milik Alexio, kemudian melenggang begitu saja. Tanpa mengatakan satu kata pun.

Alexio dibuat tercengang. “Wah, suasana hati Jihyo sangat buruk, Jung,” gumamnya. Ia tidak tahu pasti urusan apa yang Jungkook sedang lakoni dan menyuruhnya untuk mengurus kekasihnya itu. Bukankah aneh sekali? Ya, itulah Jungkook. Jika biasanya, Ryu yang akan dibebani segala keinginan Jungkook, tetapi ialah yang saat ini menjadi sasaran empuk suruhan Jungkook. Sangat menyebalkan.

Jihyo sendiri mengetahui letak kesalahannya, tetapi menurutnya tidak masalah. Terlebih, itu adalah Alexio dan ia tidak takut sama sekali. Apa lagi jika menumpahkan seluruh kekesalannya pada lelaki yang tengah memainkan game pada ponselnya. Hal itu lumayan membuat suasana hatinya sedikit baik ketika Jungkook sama sekali tidak memberikan kabar kepadanya. Mengirimkan pesan saja tidak Jungkook lakukan. Sialan!

“Silakan dinikmati dan segera pergi.” Itulah yang dikatakan Jihyo yang lantas pergi begitu saja. Alexio dibuat syok kesekian kalinya.

“Andai aku yang menjadi bosnya, sudah kupecat dia daritadi. Persetanan dia adalah kekasih Jungkook,” kata Alexio yang kesal, tapi memilih untuk fokus menikmati hidangan yang telah tersaji seraya bermain game.

Jihyo hanya bisa menghela napas melihat Alexio yang tidak lekas pergi, bahkan ketika Ryu datang--mereka bercengkeramah. Jihyo mencoba tidak peduli. Berusaha fokus pada kegiatannya yang sedang menulis pesanan pengunjung yang satu persatu datang. Jihyo pun bisa melihat Ryu tersenyum manis, tidak lupa Ryu memberikan Jihyo semangat. Untuk sementara waktu, Jihyo melupakan soal kekesalannya pada Jungkook.

Hari pertama bekerja lumayan melelahkan. Pengunjung hari ini tidak terlalu banyak, tetapi berhasil membuat Jihyo berolahraga. Beruntung, kafe telah tutup dan ia pun sempat makan, setelah Iren mengajaknya di bagian belakang.

Alhasil, Jihyo hendak pulang. Akan tetapi, ia harus menemui Ryu dulu--untuk berpamitan. Terlebih, Ryu ada di dekat pintu. Jelas tidak sopan jika melenggang begitu saja.

“Aku izin pamit dulu. Aku--"

“Ayo kalau begitu. Akan kuantar,” ucap Ryu yang langsung memangkas perkataan Jihyo.

Jihyo pun sontak menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

“Mana bisa begitu? Jungkook sudah memberikan perintah padaku untuk mengantarmu hari ini Jihyo. Jadi, jangan menolak begini. Sekarang sudah malam,” sahut Alexio yang berhasil membuat Ryu kehilangan kata-kata.

Ia mengatupkan kedua bibir, tersenyum tipis lalu mengangguk. “Pergilah dengan Alexio, Ji. Sekarang sudah larut juga. Bahaya seorang gadis berkeliaran,” ucap Ryu yang memihak pada Alexio.

Jihyo diam untuk beberapa saat. Pikirannya berkelana. Memang benar, malam kian larut dan sedikit menyeramkan. Hanya saja, Jihyo kesal dengan Alexio. Akan tetapi, Jihyo memang sepertinya harus mengesampingkan ego.

“Baiklah. Sampai jumpa besok kalau begitu bos,” ucap Jihyo yang menundukkan kepala memperlihatkan rasa hormatnya pada Ryu sebelum menyusul Alexio yang telah berlalu begitu saja.

Ryu hanya bisa memandang dari kejauhan dengan helaan napas kasar. Agak sesak jika hanya bisa seperti ini, tetapi Ryu tidak bisa berbuat jauh. Ia tahu posisi dan akan bertindak jika memang perlu.

Sementara Jihyo, ekspresi wajahnya begitu kusut. Bahkan ketika menerima helm dari Alexio. “Kita akan ke basecamp terlebih dahulu, Ji. Hanya sejam mungkin,” katanya membuka pembicaraan.

Jihyo yang hendak menaiki motor Alexio lantas menaikkan sebelah alis, sedikit bingung dengan pernyataan Alexio. “Kenapa harus ke sana? Aku lelah sekali.”

Terdengar Alexio menghembuskan napas kasar. Kedua tangannya terlipat di depan dada. “Kita harus segera bergerak. Kau tidak bisa terus seperti ini, bahaya akan selalu datang. Jadi, kita akan memulai pembelajaran awal bela diri. Tidak lama, tenang saja. Setelah itu, aku akan mengantar pulang. Sekarang, naiklah!”

Perkataan yang begitu santai Alexio katakan. Ingin sekali rasanya Jihyo menendang senjata milik Alexio. Bagaimana bisa lelaki itu menawarkan latihan ketika Jihyo baru selesai bekerja dan bahkan ketika suasana hatinya begitu buruk? Sial! Jihyo akan semakin kesal jika ini perintah dari Jungkook!

***

Nyatanya, Alexio tidak main-main atas ucapannya di parkiran kafe milik Ryu mengenai latihan. Itu terbukti ketika mereka kini berada di area ring boxing. Alexio yang masih dengan seragamnya, sementara Jihyo dengan pakaian yang ia persiapkan untuk bekerja--ternyata harus digunakan untuk mempelajari bela diri.

Rasanya sangat kesal. Akan tetapi, Jihyo menurut saja ketika Alexio memberikan instruksi bak coach profesional. Ia tidak bohong, Alexio memiliki bakat bela diri yang luar biasa ketika sedang mempraktikannya

“Kau harus melakukan tendangan tanpa merasa takut. Dorong dan lakukan! Jangan biarkan musuh mendapatkan celah biar sedikit saja,” ucap Alexio yang menjelaskan.

Walau agak malas, Jihyo mengangguk. Lagi pula, ilmu bela diri juga akan sangat berguna untuk dirinya. Alhasil, dengan cekatan Jihyo melakukan tendangan sesuai yang dikatakan Alexio. Ia mengarahkan kakinya pada rahang Alexio, tetapi dapat ditangkis olehnya. Namun, dengan secepat kilat Jihyo menendang perut Alexio dan lelaki itu sendiri tidak sempat untuk menghindar.

Alexio terkecoh. Akhirnya terbatuk karena efek tendangan Jihyo. “Sialan kau Ji! Aku padahal belum menyuruh untuk melakukannya. Kau memang dendam denganku,” kata Alexio yang mencoba bangkit.

Ekor mata Jihyo menatap begitu sinis. “Itu belum seberapa untuk bajingan seperti dirimu!”

Perkataan Jihyo membuat Alexio tertawa. Beruntung, basecamp sepi. Beberapa anggota berada di lantai atas untuk bersantai. Sehingga, tidak ada yang perlu Alexio khawatirkan.

“Kau ini, ya! Kalau dendam dengan Jungkook jangan melampiaskan pada diriku. Aku hanya menuruti perkataan Jungkook yang memiliki urusan penting,” ucapnya protes, Alexio kesal sekali.

Jihyo masih pada ekspresinya. Bahkan tersenyum sinis. “Urusan penting dengan Zea! Masa kau tidak tahu!”

Alexio mengerjapkan mata. Ia mulai paham kondisi yang tengah terjadi. Pada dasarnya, Jihyo tengah cemburu dengan Zea. Ingin menimpali, tetapi suara ribut terdengar menghampiri mereka. Jihyo pun menoleh ke belakang.

“Ada Jim? Apa ada masalah besar?” Alexio langsung bertanya ketika Jimmy yang terus berteriak memanggil nama Jungkook.

Terlebih dahulu, Jimmy menoleh pada Jihyo lalu melirik pada Alexio. “Berita buruk! Aku harus menemui Jungkook. Tidak tahu di mana anak itu! Kita harus bertindak atas keberingasan Wolves Geng di penghujung Seoul, dekat Puncak Hui. Masalahnya, Jhon dan kekasihnya sudah menjadi korban. Mereka dilarikan di rumah sakit,” jelas Jimmy yang frustrasi.

Jihyo terkejut mendengarnya. Kekasih Jhon--Sisil? Gadis yang begitu baik terhadap dirinya waktu camping. Ia tidak bisa membayangkan nasib mereka.

“Nomor Jungkook tidak aktif. Aku sudah ke apartemennya, batang hidungnya juga tidak ada. Awalnya kukira ada di sini dan melihat ekspresi wajah kalian, sepertinya dia tidak ada,” ucap Jimmy menambahi.

Alexio spontan menggelengkan kepala. “Jungkook juga tidak mengatakan apapun selain berkata ingin menyelesaikan urusan yang teramat penting dan menyuruhku menjaga Jihyo sampai dia kembali waktu itu,” balasnya.

Dengan cepat, Jimmy menoleh pada Jihyo yang sangat terkejut atas apa yang ia dengar. “Ji, apa Jungkook mengatakan sesuatu?” Namun, gelengan pelan yang Jihyo ciptakan, membuat keduanya mengerang kesal.

“Aku kira Jungkook bersama dengan Zea!” timpal Jihyo.

“Tidak. Aku bisa memastikan itu. Jungkook memang membawa Zea ke Unit Kesehatan tetapi langsung meninggalkannya. Aku melihat Zea bersama dengan teman-temannya dan saat itu Jungkook telah memberikan perintah lalu pergi,” ucap Alexio terus terang.

Hal itu berhasil membuat Jihyo sulit untuk percaya. Mulanya, ia mengira Jungkook bersama dengan Zea. Akan tetapi, melihat kekhawatiran Jimmy dan Alexio, membuat Jihyo ikut khawatir. Lantas, di manakah Jungkook? Apa kekasihnya itu baik-baik saja?

“Sial sekali! Jungkook memang selalu begini. Menyimpan masalahnya sendiri dan suka menyelesaikan masalah orang lain. Aku tak habis pikir, tetapi kita harus bergerak cepat,” ucap Jimmy setelah mendengar perkataan Alexio.

Ia mengambil banyak pasokan oksigen lalu menghembuskannya. “Aku memiliki wewenang ketika Jungkook tidak ada. Jadi, besok kita akan membahas masalah ini. Semua anggota jelas hadir dan akulah yang akan memimpin pertemuan!” Jimmy berkata begitu tegas dan entah kenapa, membuat Jihyo semakin tidak tenang.

Ia memang kesal dengan Jungkook, tetapi tidak menampik, rasa khawatirnya begitu besar. Masalah apa yang membuat Jungkook menghilang seperti ini?

Wah-wah, makin riwet ya🙂

Intinya, see u di part selanjutnya ya🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top