Bab XXX : Kembali
Kedua mata itu terpejam begitu kuat setelah dihempaskannya tubuh di atas kasur. Napasnya sedikit terengah-engah, dengan kedua sudut bibir yang lantas membentang--membentuk sebuah senyuman, ketika satu persatu momen beberapa waktu yang lalu menghantam kepalanya.
"Ya Tuhan," gumamnya. Kemudian ia membuka mata dengan pelan, lekas melirik pada jam yang ada di jam dingin. Sudah pukul sepuluh malam. Bertepatan dengan ponselnya yang bergetar--nama Jungkook terpampang di sana sebagai penelepon.
Kedua pipi Jihyo langsung dibuat merona. Perlahan, meraih ponsel dan menekan ikon jawab. "Halo."
"Eh, belum tidur ternyata, ya. Kenapa?" Jungkook diseberang sana bertanya.
Jihyo spontan mengusap lehernya. "Aku baru mau tidur," jawabnya. Walau ia sendiri belum mau untuk tidur--rasanya sedikit susah.
Jihyo bisa mendengar suara kekehan. "Oke, Baby. Tidurlah yang lelap. Besok, aku akan datang menjemput. Kita berangkat bersama-sama."
Kepalanya mengangguk sebagai respon spontan. "Oke, aku tunggu."
"Baiklah, Baby. Sampai jumpa dan aku mencintaimu," ucap Jungkook dengan suara begitu rendah. Pendengaran Jihyo masih berfungsi dengan normal untuk menangkap suara Jungkook. Akan tetapi, ia tidak memberikan respon lebih selain mematikan ponsel. Bahkan, Jihyo langsung mematikan daya dan melempar asal di atas kasur.
"Kenapa ketika Jungkook mengatakannya, seluruh tubuhku dibuat meremang begitu saja!" kata Jihyo yang perlahan memegang dadanya--ada getaran hebat di sana. Jihyo paham soal ini walau ia tidak terbiasa. Dipejamkannya mata lalu hembusan napas perlahan menguar.
"Sepertinya, kau berhasil membuatku jatuh, Jung ...."
***
Matahari perlahan menyongsong di sisi timur. Awal dini hari, Jihyo sudah bangun dan berkutat di dapur. Ia membuat sarapan berupa kimbab--makanan yang sederhana tetapi begitu pas untuk dirinya. Kemudian, menyeduh susu lantas bergegas ke kamar untuk bersiap-siap. Setidaknya, ia tidak akan membuat Jungkook menunggu karena dirinya.
Nyatanya, ialah yang harus menunggu. Sembari ditemani susu hangat, Jihyo menggulir sosial medianya. Barangkali menemukan hal yang menyenangkan dan sebuah postingan mengalihkan amatan Jihyo.
[Dicari pekerja part time!]
Silahkan hubungi nomor yang tertera untuk mengajukan permohonan.
Tertanda, Tim Purple Kafe.
Tubuhnya membeku ketika membaca deretan kata itu. Seketika, ia memikirkan banyak hal. Asuransi dari sang Ayah tentu tidak akan bisa membuatnya sanggup untuk bertahan hidup. Belum lagi, ketika ia memasuki perkuliahan dan uang sewa rumah setelah dua tahun kemudian. Semalam, Jihyo telah memikirkan hal tersebut.
Kepalanya mengangguk seraya kembali berkutat pada ponsel. "Kau memang harus mencari pekerjaan part time. Untuk pertahanan hidupmu, Jihyo," gumamnya. Kegiatan kecilnya itupun tidak lama karena bertepatan dengan suara klakson yang terdengar.
Jihyo sudah bisa menebak. Itu Jungkook. Alhasil, ia bergegas ke luar setelah memasukkan ponsel dan kotak makanan ke dalam tas. Lalu, menemui Jungkook yang berada di atas motor. Lelaki itu membuka helm-nya dan Jihyo bisa melihat paras Jungkook yang sangat menawan. Pantas saja, banyak yang berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya dan Jihyo tidak bisa munafik! Ia memang mengakui, pun sekarang ia jatuh pada pesona seorang Choi dan Garfield.
Ketika berada di atas motor, Jihyo tidak banyak bicara. Ia memeluk Jungkook dari belakang dan merasakan jemarinya yang digenggam begitu lembut oleh tangan hangat itu.
"Ji, kau sudah sarapan?" tanyanya dengan suara sedikit besar--mengingat suara angin lebih mendominasi hingga sulit untuk membuat seseorang memahami ucapan kita.
Jihyo yang bisa menangkap, mengangguk. "Sudah. Kalau kau?"
"Belum, temani di kantin kalau begitu." Hanya itu yang dikatakan oleh Jungkook sebelum mereka dilanda kebisingan angin dan sekitar hingga tiba di area parkiran sekolah.
Jungkook dan Jihyo berjalan beriringan dengan kedua tangan yang saling menggenggam. Mereka jelas menjadi pusat perhatian, Jihyo yang ingin melepaskan tautan jari itu, tetapi Jungkook begitu erat melakukannya.
“Jung, kita diperhatikan,” cicitnya.
Jungkook hanya tersenyum. “Abaikan saja. Mereka juga tidak akan berani memakanmu, Baby. Kita harus ke kantin,” katanya yang membuat Jihyo mengerucutkan kedua bibir.
Ia malas berdebat, hingga memilih mengikuti Jungkook yang menuntun ke kantin. Bahkan, Jungkook langsung memesan sarapan--roti isi daging dan susu pisang. Jungkook sempat menawari, tetapi Jihyo menolak. Itu karena ia sudah kenyang.
Alhasil, mereka kembali menarik langkah--menuju kelas. Jihyo yang sibuk akan pemikirannya dan Jungkook yang sibuk mengunyah--mengisi perut yang sejak tadi meronta. Akan tetapi, kegiatan mereka harus teralihkan ketika mendengar sebuah suara yang memanggil.
“Jung, kau di sini ternyata! Ini masih pagi sekali untuk memperlihatkan keromantisan kalian,” kata seseorang yang tidak lain adalah Jimmy. Spontan, Jungkook menaikkan sebelah alis--tetap melahap roti isi miliknya.
“Ada apa?” Jungkook tidak peduli soal Jimmy yang mengusik soal kebersamaannya dengan Jihyo.
Jimmy pun tersenyum dengan dua alis terangkat berulang kali. “Ayo kita bolos! Anak-anak dari sekolah lain akan ikut--"
“Kau saja. Aku tidak minat,” kata Jungkook santai yang langsung berlalu meninggalkan Jimmy yang terperangah. Perkataannya saja belum usai dan dipangkas begitu saja.
Jimmy dibuat heran. Kepalanya menggeleng kuat dengan tangan bersedekap. “Pengaruh Jihyo memang luar biasa. Aku kagum. Padahal, Jungkook'lah yang biasanya akan mengajak.”
Sementara Jihyo, tidak berkata apapun setelah pertemuan Jimmy yang mengajak bolos. Jungkook bahkan tidak membahasnya dan hal itu perlahan membuat Jihyo menyungging senyum. Jungkook seperti mulai melakukan hal baik pada kehidupannya sendiri.
Jihyo senang mengetahui hal itu. Akan tetapi, mereka yang menikmati waktu berdua dengan beriringan menuju kelas, harus ditampar akan kenyataan bahwa bel sudah berbunyi.
“Jung, ayo cepat ke kelas,” kata Jihyo. Ia mempercepat langkah, membuat Jungkook terkekeh.
“Hei, sabar. Walau bel berbunyi, guru yang mengajar tidak akan langsung berada di dalam kelas seperti penyihir. Santai saja,” balas Jungkook, tetapi Jihyo menggelengkan kepala.
Ia tetap ingin berlari, pun hendak melepaskan genggaman tangan yang masih tertaut tetapi Jungkook menahan, memilih mengalah hingga mereka secara bersamaan lari seperti dikejar anjing.
Alasan Jungkook melarang untuk berlari agar mereka tidak terengah-engah seperti ini, padahal seisi kelas tampak begitu santai. Jihyo yang melihatnya, sebenarnya merasa bersalah. Seharusnya tidak perlu berlari.
“Maaf, aku terbiasa berlari jika mendengar bel berbunyi. Itu terdengar seperti alarm bagiku yang mengingatkan jika guru ada di belakang,” katanya seraya mengontrol napas.
Jungkook tersenyum tipis. Ia tidak merespon dengan perkataan. Alhasil, keduanya kini berjalan ke meja masing-masing. Beberapa hari yang lalu, Jungkook sebenarnya sudah mengajukan permohonan pada Hyena untuk bertukar kursi, tetapi Hyena enggan untuk melakukannya. Bahkan, Jihyo juga tidak ingin. Sehingga, mereka tetap pada kursi masing-masing. Lagi pula, kursi memang tidak bisa diubah posisi begitu saja, harus ada persetujuan dari guru yang terkait.
Tidak berselang lama dari keberadaan mereka yang memasuki kelas, Miss Sohee masuk dengan wajah berseri-seri. Kali ini, Miss Sohee tidak sendirian. Ada seorang gadis blasteran berambut panjang sepunggung yang tersenyum begitu manis. Jihyo mengerjapkan mata dan lantas menerka-nerka, apa itu murid baru?
Namun, belum sempat mendapat jawaban, Hyena langsung menyenggol lengan Jihyo dengan pelan. Ia juga mendekat untuk membisikkan sesuatu. “Ji, kau ingat soal Zea yang pernah kuceritakan?”
Jihyo tidak paham dan tidak mengingat yang Hyena maksud. Ia pun mencoba untuk menjelajahi pikirannya yang berkecamuk hingga ia membeku. “Apa dia ketua geng The Angels?”
Anggukan Hyena sebagai jawabannya.
“Halo, semuanya. Senang akhirnya bisa kembali lagi. Dua semester di Jepang sangat mengagumkan, tetapi di sini tetaplah luar biasa. Aku bahagia ketika masa pertukaran pelajarku sudah usai,” kata Zea yang santai, senyum manis tidak pernah lekang dari wajahnya.
“Wah, kau memang luar biasa, Zea. Baiklah, sekarang kembali ke tempat dudukmu,” ucap Miss Sohee, tetapi Zea belum menurut. Ia menoleh ke arah Miss Sohee terlebih dahulu dengan sedikit berpikir.
“Miss, apa aku bisa memilih tempat dudukku?” tanyanya dengan pelan.
Miss Sohee tanpa pikir panjang mengangguk. “Silakan, kau mau duduk di mana Zea?” tanya Miss Sohee, tetapi sebelumnya Zea sudah sangat bahagia mendengarnya.
Dengan cepat, ia mengarah pada murid dengan ekspresi yang berbeda lalu mengarah pada satu titik. “Aku ingin duduk dengan Jungkook sepupuku, Miss.”
Jihyo yang mendengar permintaan itu, membuatnya langsung menoleh pada Jungkook yang mengeluarkan ekspresi tak terbaca. Fokus Jungkook pada Zea juga begitu lekat, bahkan tidak ada penolakan sama sekali ketika teman sebangkunya telah bergantian dengan Zea.
Hal itu, membuat Jihyo jengah sendiri. Entah kenapa, kesal mengelilingi dirinya, walau pada dasarnya mereka itu adalah sepupu--memiliki ikatan darah yang cukup dekat. Lantas, kenapa harus kesal?
Hola! Aku update! Duh, semoga nggak gaje ini part wkwk.
Santai guys, cuma sepupu kok👀 konfliknya nggak berat² amat jg nanti. Info, udah nggak ada tambahan cewe, semoga aja ya nggak berubah pikiran ~~
See uuu, komen dah biar bisa rajin up, terus tamat, publis cerita balu lagi🤣🙈
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top