Bab XXIII : Berkunjung

Jihyo membantu sang ayah yang tengah menyiapkan makan malam. Terdapat kimbab dan kimchi--makanan yang cukup sederhana tetapi begitu melezatkan untuk di makan. Jihyo sendiri menjadikannya sebagai makanan favorit, apalagi jika itu dibuat langsung oleh sang Ayah.

"Wah, terlihat enak sekali! Aku tidak sabar untuk makan," ucap Jihyo yang berseru.

Dohyun amat sumriah melihat ekspresi wajah putrinya. "Habiskan kalau begitu, Anakku. Biar kau semakin kuat untuk belajar," ucap Dohyun. Bahkan ia mengambil banyak kimbab untuk Jihyo yang lekas membulatkan mata.

"Ini terlalu banyak, Ayah! Sudah! Ayah juga yang harus makan banyak," ucap Jihyo seraya ikut mengambil kimbab untuk sang Ayah. Lalu, mereka pun hendak menikmati makanan yang sudah terjadi--sebelum beristirahat.

"Selamat makan!" seru Jihyo. Namun, bersamaan dengan bel rumah berbunyi. Sontak saja, membuat pergerakannya terhenti. Ia menoleh ke arah Ayah yang langsung dibuat bingung.

"Kau makanlah. Ayah akan memeriksanya, oke?" kata Dohyun. Jihyo terlebih dahulu mengamati, sebelum ia mengangguk. Sehingga, Dohyun bergegas ke area depan untuk memeriksa siapa yang bertamu malam ini dan Jihyo yang memilih kembali melanjutkan sesi makan yang tertunda.

Ia sangat menikmatinya. Masakan sang Ayah tiada tanding. Terlebih kimbab dan kimchi buatan Ayah. "Ah, aku baru memakan masakan Ayah karena beliau selalu saja lembur," ucapnya yang kembali memasukkan sepotong kimbab.

"Silakan masuk. Kau repot-repot sekali."

Jihyo bisa mendengar suara Ayahnya begitu ramah pada seseorang. Ia mendadak penasaran saja. Akan tetapi, Jihyo memilih untuk abai dan kembali pada makanannya. Hanya saja, itu bertahan lama ketika melihat eksistensi seseorang yang ada di depan mata-- bersama dengan Ayahnya.

Jihyo mendelikkan mata. "Yak! Apa yang kau lakukan di rumahku?" pekik Jihyo dengan nada oktaf serasa bisa terdengar di luar--hingga ke rumah-rumah tetangga lainnya.

Dohyun yang melihat kelakuan putrinya lekas tersenyum tidak enak pada sosok lelaki yang ada di sampingnya. "Maafkan Jihyo, Nak Jungkook. Jihyo sangat kelelahan."

Lalu, Dohyun menoleh ke arah Jihyo yang memasang wajah masam. "Jihyo, jangan seperti itu. Kau harus menghargai tamu, terlebih itu Jungkook. Selain teman, bukankah dia kekasihmu?"

Kalimat akhir sang Ayah membuat Jihyo tersedak akan makanannya sendiri. Dengan rasa kesal yang semakin memuncak, menatap Jungkook penuh permusuhan. Ia menaikkan sebelah alis. "Kekasih?" Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu kepada Ayahku dan kenapa Ayahku begitu santai menanggapinya? Hanya saja, itu terlontar dari hati--tidak secara langsung.

"Jungkook, silakan duduk di situ dulu. Kau tetap harus ikut makan malam. Kami juga baru memulai. Aku akan memindahkan makanan yang kau bawa kewadah makanan," ucap Dohyun sebelum meninggalkan Jihyo dan Jungkook berduaan.

Sesuai perintah Ayah Jihyo, Jungkook menurut. Ia duduk di kursi yang berada di tengah-tengah mereka dengan senyum tipis. Hal itu, tidak luput dari pantauan Jihyo seraya memakan kimbabnya.

"Apa kau tidak memiliki rumah?" Jihyo langsung bertanya dengan sewot.

Jungkook pun melirik ke arah Jihyo yang serasa tidak bisa menatapnya penuh hangat. Hanya akan ada permusuhan dan kebencian di bola mata itu.

"Aku punya," katanya singkat.

Jihyo berdecak mendengar jawaban Jungkook. "Lalu, apa yang kau lakukan di rumahku malam-malam kalau begitu? Tidakkah kau sadar, kau sangat mengganggu seperti hama," ucap Jihyo tanpa berpikir panjang.

Jungkook yang tipikal tidak mengambil hati kata-kata buruk tentang dirinya, terlebih itu keluar dari mulut Jihyo, hanya tersenyum tipis. "Tentu saja menemui Kekasihku."

"Yak! Aku rasanya ingin membunuhmu tahu! Kenapa kau memberitahu Ayahku, hah?! Brengsek!"

Namun, Jungkook hanya diam mengamati Jihyo dengan senyum yang ia miliki. Jihyo serasa ingin menjambak rambut Jungkook yang jelas membuat tekanan darahnya naik. Akan tetapi, harus urung ia lakukan karena Ayahnya datang membawa beberapa wadah di atas nampan.

"Kau baik sekali dengan membawa bulgogi, jjampong dan mandu. Semuanya masih sangat hangat dan Jihyo sendiri itu, selain suka dengan kimbab, ia juga suka dengan mandu," jelas Dohyun yang berseri-seri menaruh nampan itu.

Tentu saja, membuat Jihyo merotasikan bola matanya dengan malas. Ia merasa Jungkook memang pandai menjilat. Lihat saja! Ayahnya dibuat terpedaya.

"Ayah boleh berterima kasih, tetapi tidak perlu membeberkan makanan kesukaanku!" kata Jihyo tidak suka.

Dohyun pun mengerutkan dahi. "Kenapa? Jelas Jungkook harus tahu. Kau ini kenapa? Apa masa bulananmu datang? Sejak tadi nada bicaramu seperti tidak suka kehadiran Jungkook. Apa kalian sedang bertengkar?" tanya Dohyun yang mulai penasaran.

Ia seharusnya melihat Jihyo berbunga-bunga. Sang Kekasih datang membawa makanan dan sekadar bertemu. Sangat jarang lelaki yang ingin bertemu langsung dengan Ayah pihak gadis. Akan tetapi, melihat putrinya, Dohyun jadi khawatir sendiri.

"Kami baik-baik saja, Paman. Jihyo sepertinya akan memasuki masa bulanannya. Jadi, tidak ada yang perlu Paman khawatirkan," ucap Jungkook begitu ramah. Walau belum sepenuhnya percaya, terlebih Jihyo diam saja, Dohyun akhirnya memilih untuk mengabaikannya.

Jika pun ada masalah, itu adalah urusan mereka. Dohyun juga pernah berada di posisi yang sama. Akan tetapi, jelas ia berharap mereka akan baik-baik saja--seperti yang Jungkook katakan sendiri.

Jihyo yang mendengar perkataan Jungkook--begitu ramah dan penuh senyum, rasanya semakin kesal saja. "Kenapa kau semakin dalam membuatku menderita, brengsek?! Kau juga mengikutsertakan Ayahku dalam hal ini!"

***

Setelah Jihyo membantu membereskan sisa sesi makan malam mereka, Jihyo langsung beranjak ke kamarnya. Ia tidak peduli jika ada Jungkook yang mungkin ingin berbincang--adu mulut dengan dirinya. Bahkan, Dohyun pun hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah anak tunggalnya itu.

"Kau harus memperbanyak sabar, Nak Jungkook. Dia sebenarnya tidak seperti itu. Putriku sangat baik dan manis," ucap Dohyun.

Jungkook mengangguk. "Paman tidak perlu khawatir. Kalau begitu saya izin pamit dulu. Terima kasih atas jamuannya. Saya harus segera kembali untuk menonton sepak bola!"

"Korea Selatan melawan Vietnam di Liga Asia?" timpal Dohyun yang membuat Jungkook mengangguk.

Dohyun tertawa kecil karena itu. "Ya sudah, mari kita menonton bareng. Kurasa, siarannya tidak akan lama lagi. Kau akan ketinggalan jika lekas kembali," ucap Dohyun. Ia mengajak Jungkook untuk menemaninya menonton. Sepertinya, seru jika memiliki seorang teman menonton di bidang yang sama.

Jungkook tampak berpikir. Sebelum akhirnya langsung mengangguk. "Baiklah. Saya akan kembali setelah pertandingannya usai." Sehingga, dua pria itu menuju ruang tamu yang berisi televisi.

Dohyun akhirnya menyalakan televisi. Ternyata pertandingan belum mulai, sehingga ia memilih untuk ke dapur--mengambil beberapa cemilan yang telah ia sediakan untuk terus terpejam di depan televisi. Sembari Dohyun pergi, Jungkook mengamati sekitar. Bentuk dan isi rumah Jihyo yang begitu sederhana--berbeda jauh dari kehidupan Jungkook sendiri.

Ia bisa melihat foto-foto masa kecil Jihyo hingga saat ini, terpajang begitu indah--mengalihkan amatannya. Bahkan, Jungkook memilih mendekat untuk mengamati lebih jelas.

"Cantik." Jungkook tidak bohong. Sejak kecil, Jihyo sudah sangat cantik dan semakin cantik hingga remaja kini. Ia pun kembali fokus dan terhenti pada Jihyo yang berpose di atas motor vespa--sekilas ia mengingat ucapan Ryu.

"Wah, ini foto Jihyo sewaktu di Busan. Dia sangat mahir mengendarainya." Sebuah suara mengalihkan amatan Jungkook ke Dohyun yang ternyata mendekat ke arahnya.

"Dia begitu bahagia difoto itu dan yang memotretnya pun adalah ibunya. Hanya saja, takdir ternyata berjalan tidak pernah terbayangkan, ibunya meninggal dunia. Tidak berselang lama, kakeknya yang tidak lain adalah Ayahku juga ikut berpulang waktu itu. Alhasil, hanya aku yang Jihyo punya saat ini," ucap Dohyun dengan helaan napas berat, Jungkook pun masih memilih diam.

Dohyun mengamati begitu lekat foto itu dengan senyum yang begitu tulus. "Putriku. Aku begitu kasihan dengannya, Nak Jungkook. Terkadang, aku berpikir, bagaimana jika Tuhan mencabut nyawaku? Dia semakin sendirian di dunia ini," katanya begitu lirih.

Dalam kondisi seperti ini, Jungkook bingung untuk memberikan respon. Pikirannya seketika berkecamuk, tetapi ia tidak menyadari kala ia memegang pundak Dohyun--Ayah Jihyo.

"Putrimu sangat kuat dan kau bisa mempercayai satu hal. Jihyo tidak akan sendirian. Selain dia bersama anda, dia juga bersamaku. Aku akan selalu melindungi Jihyo. Jadi, jangan khawatirkan apapun," ucap Jungkook dengan tenang. Dohyun tersenyum mendengar Jungkook mengatakan hal itu. Ia sedikit tenang. Walau baru mengenal Jungkook, ia memang merasa Jungkook bisa menjaga Jihyo ketika Jihyo begitu jauh dari jangkauannya.

***

Jihyo sebenarnya tidak habis pikir dengan Jungkook. Lelaki itu seperti tidak bosan mendatanginya. Lihat saja, ia sudah datang dan bersiap mengantar Jihyo--berangkat bersama-sama setelah berpamitan dengan sang Ayah. Bahkan, Ayahnya pun merasa tenang meninggalkan ia dengan Jungkook. Jihyo lantas dibuat sedikit khawatir. Apa yang Jungkook lakukan pada Ayahnya hingga seperti itu?

Hanya saja, Jihyo memilih memendam sendiri dan akan mencari jawabannya sendiri. Bahkan, ketika pikirannya berkelana--mencari setiap pertanyaan yang muncul, tidak disadari mereka telah tiba di sekolah. Lucunya, ia masih memeluk pinggang Jungkook--seperti tidak ingin melepaskan.

"Baik, Ji, kita sudah sampai. Apa yang kau pikirkan? Apa terasa nyaman?" ucap Jungkook yang berhasil membuat Jihyo mengerjapkan mata. Ia baru sadar akan letak kesalahannya.

"Yak! Apa yang kau lakukan padaku?" pekik Jihyo. Ia bahkan langsung turun dari motor dengan ekspresi begitu kesal.

Sontak saja, Jungkook menatap Jihyo dengan heran. "Apa yang kulakukan? Kau sendirikan yang memelukku dari belakang?"

Mendengar Jungkook berujar seperti itu, rasanya sangat menggelikan. Alhasil, ia langsung mengentakkan kedua kaki dan bergegas ke kelas.

"Baby! Kenapa terburu-buru sekali? Helm-nya, Swetty!" kata Jungkook sedikit berteriak, sehingga Jihyo menghentikan langkah. Kesal dengan apa yang ia lakukan, sebab hal itu jelas akan membuat Jungkook bisa menertawakannya.

Sangat menjengkelkan. Dengan cepat berbalik dan menarik langkah--mendekat ke arah Jungkook seraya membuka helm. Akan tetapi, membukanya terasa begitu sulit. Jihyo seperti ingin menangis.

Jungkook pun memilih menghela napas. Ia turun dari motor dan mendekat pada Jihyo yang berhenti--tengah berusaha membuka pengait helm sembari mengumpat.

"Sialan! Ada apa dengan helm bodoh ini!"

"Memuakkan!"

Namun, Jungkook langsung mengambil alih tanpa berujar. Dengan pelan membuka pengait helm yang macet. Hanya beberapa detik, terbuka dan membuat merasa lega.

"Harus sabar, Baby. Aku tahu, hobimu mengumpat. Akan tetapi, tidak selamanya akan selesai jika terus mengumpat," ucap Jungkook tanpa ekspresi. Ia mengamati Jihyo begitu lekat. Karenanya, Jihyo tertegun.

Hola! Aku update lagi ni, guys! Semoga selalu bisa konsisten ya dan semoga bisa double up ya kapan²

See you di kisah mereka selanjutnya🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top