Bab XXI : Pingsan
Matahari di pagi hari begitu terik, menerpa wajah Jihyo yang tengah berlari mengitari lapangan sekolah yang terbilang cukup besar. Dengan napas terengah, mencoba menyelesaikan hukuman dari Mr. Koe yang membuat Jihyo serasa ingin menangis.
Ini hukuman pertama yang ia terima. Begitu menyesakkan, padahal ia hanya ingin bersekolah di tempat baru ini hingga selesai dengan baik-baik--tanpa adanya banyak drama. Namun, Tuhan tidak bisa mengabulkannya. Banyak hal terjadi, di luar dugaan Jihyo.
Jungkook dan Black Dragon.
Jihyo mengangguk disela larinya. "Ini semua gara-gara dia. Hidupku sial sekali setiap harinya," ucap Jihyo dengan peluh mulai menghiasi wajahnya.
Ia baru selesai satu putaran. Masih ada lima putaran, tetapi Jihyo sudah kelelahan. Perutnya juga keroncongan. Bukankah hidupnya sungguh miris sekali?
"Aku mengontrol napas dulu," ucap Jihyo yang berhenti seraya melakukan yang ia maksud dan mengamati sekitar--cukup sepi karena jam pelajaran yang berjalan. Tidak ada yang boleh keluar tanpa alasan yang masuk akal--kecuali Jungkook yang bebas melakukan apapun yang ia inginkan.
"Ini semua gara-gara dia! Intinya gara-gara dia!" ucap Jihyo yang kesal sekali.
"Aku lagi yang salah? Oke, aku yang mengambil sisa terakhir kalau begitu, istirahatlah." Sebuah suara yang tepat berada di samping Jihyo membuatnya terkejut setengah mati. Lantas, Jihyo menoleh dan menemukan eksistensi Jungkook yang menatapnya dengan senyum tipis.
"Apa yang kau lakukan di sini, hah?" pekik Jihyo--tidak bisa menahan rasa kesalnya. Hal itu membuat Jungkook menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Mengambil bagianmu. Aku juga sudah jarang lari. Kau di sini saja--"
"Tidak mau!" Lalu Jihyo menjulurkan lidahnya dan kembali menarik langkah untuk berlari. Ia meninggalkan Jungkook yang tersenyum miring dengan berkacak pinggang, mengamatinya begitu lekat.
"Keras kepala sekali," gumam Jungkook. Kemudian ikut berlari bersama dengan Jihyo. Ia tidak peduli jika seisi sekolah melihatnya seperti ini, karena Jungkook akan melakukan apa yang terpikirkan oleh otaknya.
Jihyo yang awalnya merasa Jungkook pergi, ternyata secepat kilat berada di sampingnya. Matanya kembali membulat sempurna. "Kenapa kau selalu mengikutiku?"
Pertanyaan itu, menaikkan sebelah alis Jungkook. "Aku hanya berlari. Menuntaskan hukuman Mr. Koe. Dari mananya mengikutimu? Kau saja yang tidak ingin menerima bantuan kekasihmu," ucap Jungkook yang mengontrol napas kala berujar.
Jihyo mendengus mendengar balasan Jungkook. Walau sebenarnya bantuan itu menguntungkan, ia tetap menaikkan egonya--tidak ingin menerima bantuan Jungkook yang menjadi sumber kekacauan hidupnya. Alhasil, Jihyo kembali melanjutkan sesi larinya--semakin mempercepat langkah dan meninggalkan Jungkook yang tertinggal di belakang.
Jihyo tersenyum di sela larinya. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Jihyo seketika menghentikan langkahnya. Tenaga dan pasokan udaranya serasa telah habis. Perutnya bahkan terus meraung minta di isi dan yang terparah, Jihyo merasakan pandangannya yang mulai mengabur. Kepalanya begitu sakit yang di susul dengan darah keluar dari hidungnya.
Jihyo melihat hal itu, tetapi ia tidak bisa bersuara atau melakukan apapun lagi karena selanjutnya, ia sudah tidak sadarkan diri. Matanya langsung terpejam.
Namun, Jungkook dengan cekatan meraih tubuh Jihyo yang hendak jatuh bebas di lantai lapangan. Sehingga, kini tubuh Jihyo berada dalam dekapannya.
"Jihyo, apa kau mendengarkanku?"
Namun, tidak ada suara lagi. Darah dihidung Jihyo pun semakin banyak keluar dan membuat Jungkook sangat panik. Alhasil, ia langsung menggendong tubuh Jihyo ala bridal style, lalu di bawahnya ke Unit Kesehatan.
"Kau harus bertahan, bodoh! Jangan cepat mati!"
***
Jungkook bersedekap seraya mendengar penjelasan seorang dokter yang ditugaskan di sekolah.
"Dia hanya kelelehan. Itu hal biasa. Terlebih, lambungnya belum terisi nutrisi apapun lagi. Jelas memengaruhi kesehatannya," ucap pria itu yang kerap dipanggil dokter Joon.
Mendengarnya, Jungkook lantas mengembuskan napas pelan. "Lalu, mimisan itu?"
Dokter Joon tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jungkook. "Kasusnya masih normal. Mimisan bisa terjadi karena efek kelelahan. Hanya saja, jika masih terus terjadi mimisan, berarti harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Rumah Sakit. Kita bisa menanyakan kapan terakhir kalinya dia mimisan," ucapnya.
Jungkook mengangguk paham. Amatannya kini sepenuhnya fokus pada Jihyo yang masih memejamkan mata. Akan tetapi, tidak berselang lama harus buyar ketika Alexio datang dengan beberapa tentengan di tangan. Jangan lupa ekspresi wajahnya yang begitu kesal dengan Jungkook.
"Jung, ini yang kau minta. Beberapa makanan dari yang pembuka hingga penutup. Kupesan secara online di toko yang kau maksud. Beruntung, kelasku kosong hari. Entah apa yang ada di pikiranmu dengan menyuruhku--"
"Dia anggota divisimu dan diamlah! Taruh itu di atas meja," ucap Jungkook enteng. Rasanya, Alexio ingin menerkam Jungkook.
Bukan hal biasa lagi, Jungkook menyuruh ketika memiliki kaitan dengan Jihyo dan mengingatkan jika Jihyo adalah anggotanya. Alhasil, sebagai ketua divisi, ia harus menerima perintah itu dan memerhatikannya. Kurang kerjaan sekali.
Akan tetapi, Alexio tidak bisa membantah. Ia menurut dengan menaruh beberapa makanan di atas sana. Tidak disangka, sebuah pergerakan terjadi di atas ranjang yang ditimbulkan oleh Jihyo. Baik Alexio, Jungkook dan dokter Joon sontak memberikan fokus pada Jihyo yang perlahan membuka mata seraya memijit pelan kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.
"Astaga, sakit sekali," ucapnya sembari mengambil posisi duduk. Lekas, Jungkook mendekat.
"Jangan mengambil banyak gerakan dulu. Kau tetaplah berbaring," pinta Jungkook. Sontak Jihyo menoleh ke arah sang empu dengan sebelah alis terangkat.
"Apa yang terjadi denganku? Perasan, aku tadinya sedang berlari," ucap Jihyo yang bingung dengan sekitarnya.
Dokter Joon pun tersenyum tipis. "Kau pingsan dan Jungkook membawamu ke sini. Itu karena kau kelelahan dan tadi, kau pun sempat mimisan. Kalau boleh tahu, kapan terakhir kali kau mimisan?" tanya dokter.
Alhasil mengingatkan Jihyo pada dirinya yang sempat melihat darah dari jemarinya saat memegang hidung. Ia lantas mengerjapkan matanya seraya mengingat satu hal--sesuai pertanyaan yang dilontarkan oleh sang dokter. "Hm, cukup lama, sewaktu awal masuk sekolah menengah atas di Busan."
Dokter Joon pun mengangguk. "Baiklah. Aku hanya akan meresepkan obat agar tubuhmu membaik. Jika terjadi hal buruk, kau harus segera memeriksanya ke Rumah Sakit," ucapnya yang membuat Jihyo mengangguk paham.
Bersamaan dengan kepergian sang dokter yang entah ke mana dan juga Jungkook yang menaruh meja kecil serta nampan berisi makanan di atasnya--ampuh membuat Jihyo terkejut tidak mengerti.
"Apa ini?"
Alexio yang masih ada di sana lantas merotasikan bola mata dengan malas. "Itu makanan dan betapa melelahkannya mendapatkan itu. Kekasihmu itu memang tidak punya perasaan sekali dengan menyuruhku seenak jidat," ucap Alexio sangat enteng.
Jungkook yang awalnya fokus pada Jihyo langsung melayangkan tatapan tajam pada Alexio yang saat ini menyengir. "Aku tadi tidak mengatakan apapun dan ya! Aku harus menemui Jay dulu. Sampai jumpa!"
Alexio menarik langkah begitu saja. Ia tidak menanti balasan dari Jungkook, karena keburu takut akan tatapan mematikan itu. Jihyo pun menatap interaksi itu, hingga tidak sengaja matanya menabrak mata Jungkook yang begitu tajam.
"Aku, aku tidak lapar." Jelas Jihyo berbohong. Dalam hati mengumpat pada dirinya karena menolak makanan selezat yang ada di depan mata.
Perkataan Jihyo berhasil membuat Jungkook bersedekap dengan sebelah alis yang terangkat. "Kau serius?" Tanpa basa-basi Jihyo mengangguk, tetapi secara bersamaan perutnya bergejolak--berbunyi agak sahdu yang pertanda minta diisi.
"Kenapa harus bunyi sih?" Jihyo berujar dalam hati. Rasanya malu sekali, sehingga ia memilih untuk memalingkan wajah dengan pipi yang bersemu.
Begitu menggemaskan. Jungkook hanya dibuat menggelengkan kepala. Secara spontan, mengambil nampan berisi nasi dan beberapa lauk. Ia mengumpulkan menjadi satu di atas sendok, lalu menuntun jemarinya ke mulut Jihyo yang masih memalingkan wajah.
"Buka mulutmu atau kubuka secara paksa dengan tanganku?" kata Jungkook dengan tenang, tetapi terdengar memaksa.
Jihyo lantas menoleh ke arah Jungkook dan mendapati eksistensi sendok itu di depannya. "Sudah kubilang, aku tidak--"
Jungkook tidak membiarkan jemarinya yang memegang sendok untuk menyuapi Jihyo terbuang sia-sia. Hal itu terbukti ketika ia langsung mendorong masuk sendok itu saat Jihyo sedang berujar. Jihyo pun menelan dengan tatapan tajam pada Jungkook, lalu berkata, "Kau mau membunuhku, ya?"
Tanpa dosa, Jungkook mengedikkan kedua bahu dan kembali menyedorkan sendok itu ke mulut Jihyo yang sedang berpikir. Namun, tidak berselang lama kembali menerima suapan Jungkook yang membuat sang empu tersenyum tipis.
"Kalau aku ingin membunuhmu, sudah kulakukan saat kau pertama kali menantangku. Akan tetapi, tidak aku lakukan, bukan? Jelas tidak, karena aku memikirkan sesuatu dengan matang-matang. Mungkin besok," ucap Jungkook dengan santai.
Entah kenapa, itu terdengar begitu mengerikan di telinga Jihyo. Ia langsung menerka-nerka. Apakah lelaki di depannya ini sedang bercanda atau memang bersungguh-sungguh akan melakukannya?
"Sepertinya, harus ditunda dulu. Tidak menyenangkan jika kondisimu lemah seperti ini," ucapnya lagi.
Jihyo semakin tidak mengerti. "Apa maksudmu, sialan?"
Namun, Jungkook tidak membalas. Ia hanya tersenyum tipis seraya terus melakukan aksinya--menyuapi Jihyo yang sedang kelaparan dan bagi Jihyo, itu sangatlah menjengkelkan.
Hola! Aku update, nih! Gimana ni menurut kalian? Hehe.
Tetap stay sama kisah mereka ya, masih banyak momen dan drama menarik di kisah mereka🦋
See you🦋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top