1. The Good Son (Thriller)

Cerita pertama yang akan saya review berjudul "The Good Son" yang merupakan novel terjemahan best seller asal Korea. Barangkali di kalangan penikmat genre misteri dan thriller, novel populer ini sudah tidak asing lagi. Berikut kita cek dulu deskripsinya.

Blurb:

Yu-jin terbangun karena bau darah dan menemukan dirinya berbaring di ranjangnya sendiri dalam keadaan berlumuran darah. Tetapi itu bukan darahnya. Lalu darah siapa? Jawaban untuk pertanyaan itu baru diketahuinya setelah ia menemukan ibunya tergeletak tak bernyawa dengan leher tergorok di tengah genangan darah di kaki tangga apartemen dupleks mereka.

Sebagai penderita epilepsi, ingatan Yu-jin sering bermasalah dan ia tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi kemarin malam. Hanya suara ibunya yang selalu terngiang-ngiang di telinga. Suara ibunya yang memanggil namanya. Apakah sang ibu memanggilnya untuk meminta tolong? Atau untuk memohon agar Yu-jin tidak membunuhnya?

Yu-jin pun berusaha mencari tahu apa yang terjadi, menggali ingatannya, dan menguak rahasia gelap tentang keluarganya... dan tentang dirinya sendiri.

Sementara itu, di dermaga tidak jauh dari sana, ditemukan juga mayat seorang wanita muda dengan luka menganga di leher.

Bagaimana, menarik, bukan?

Mengapa saya memilih untuk mereview cerita ini? Padahal ada beberapa buku baru yang baru saja selesai saya baca, simply karena novel ini begitu terngiang-ngiang di kepala. Saya juga begitu mengagumi riset dan cara meramu hasil riset yang telah dilakukan oleh penulisnya. Saya sempat kepikiran apa jangan-jangan penulisnya ini psikopat asli, ya? #ehh

Baiklah langsung saja. Cerita diawali dengan sebuah adegan berdarah-darah. Sebuah pembunuhan telah terjadi, tetapi anehnya, Han Yu-Jin, si tokoh utama yang didiagnosa menderita epilepsi sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi di rumahnya sendiri. Ibunya tewas bersimbah darah dengan kematian yang menurut saya agak sadis dan mengerikan, tetapi, sekali lagi, bisa-bisanya si Han Yu-Jin ini tidak tahu apa-apa. Cerita yang bermula dari kejadian itu, kemudian berlanjut berdasarkan asumsi-asumsi Han Yu-Jin yang mencoba mengungkap misteri di baliknya.

Oh, iya, POV yang digunakan dalam cerita ini adalah POV 1 dari perspektif Han Yu-Jin. Sementara, alur yang digunakan adalah percampuran antara alur maju dan mundur, jadi pembaca akan menemukan banyak flashback yang akan membantu mengungkap sesuatu yang terjadi pada semua tokoh di cerita ini. Dengan POV dan alur seperti ini, para pembaca akan dituntun untuk menyelami pemikiran si tokoh utama yang ternyata belakangan terungkap merupakan pengidap mental illness. Jadi, awalnya saya dibuat kebingungan oleh jalan pikiran si tokoh utama ini. Semakin membaca, semakin bingung dan merasa pikiran saya dan si tokoh utama ini tidak sejalan. Pemikirannya terlalu tenang, analitis, cerdas dan terkadang berubah-ubah, hingga akhirnya sesuatu yang mencengangkan akhirnya terungkap.

Kalau kamu orangnya suka curigaan kayak saya, pasti kamu sudah menebak dari awal siapa pelaku peristiwa berdarah di rumah Han Yu-Jin. Fakta ini sama sekali tidak ditutup-tutupi kok sama penulisnya, karena inti dari cerita ini bukanlah tebak-tebakan siapa pelakunya, tetapi motif dan cara berpikir yang melatari peristiwa tersebut.

Untuk mengetahui motif tersebut, kita dituntun untuk menyelami pemikiran yang tidak biasa dari si tokoh utama Han Yu-Jin. Jadi, pembunuhnya memang bukan orang lain. Dari awal sudah diungkapkan secara jelas bahwa pelakunya adalah si tokoh utama, meski si pelaku utama ini berkali-kali membuat pembaca kebingungan dengan cara berpikirnya. Maaf, kalau review ini mengandung spoiler.

Akan tetapi, jangan buru-buru kecewa karena banyak banget hal tidak terduga yang akan kamu dapatkan dari cerita ini, hingga kamu nggak akan bisa berhenti membalik tiap halamannya sampai akhir. Buktinya, saya pribadi berhasil menamatkan buku ini tidak lebih dari 48 jam saking penasarannya. Hebat banget pokoknya Jeon Yeo-Jeong ini!

Saya juga sangat terkagum-kagum dengan detail riset yang disajikan oleh penulis. Risetnya bukan kaleng-kaleng dan bukan hanya sekadar tempelan. Sepanjang membaca, saya sekaligus memikirkan bagaimana bisa ia menyajikan riset dengan begitu luwes. Bisa dibayangkan betapa sulitnya melakukan riset tentang seseorang yang mengalami mental illness dan berusaha menjabarkan cara berpikirnya dengan penuh penghayatan. Entah bagaimana penulis melakukannya, tanpa sedikit pun terpengaruh, karena pembaca seperti saya aja bisa dibuat mendalami dan menghayati cara berpikir tokoh utamanya.

Selain riset, karakter-karakter tokoh juga dideskripsikan dengan baik, terutama tokoh utama. Baik narasi maupun dialog menggambarkan setiap tokoh yang ada, lengkap dengan back strory yang mendukung sekaligus memperkuat alur.

WARNING! Cerita ini tidak disarankan untuk dibaca oleh semua umur karena mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan yang sangat detail dan eksplisit. Hal ini sungguh disayangkan, padahal informasi dan pembelajaran di dalamnya disajikan dengan sangat luwes. Kelemahannya adalah cerita ini terlalu vulgar dalam deskripsi adegan berdarahnya.

Untuk pemilihan diksi sendiri, narasi dan dialog yang digunakan sudah sangat jelas dan mudah untuk dipahami, walaupun ada sedikit bagian alih bahasa yang terasa rancu atau janggal, tetapi tidak berpengaruh terlalu besar terhadap kenyamanan membaca. Untuk itu, bagi yang tidak tahan membaca gore dan adegan yang terlalu banyak darah, sangat tidak disarankan membaca buku ini.

Meski sepanjang membaca cerita ini kepala saya dipenuhi nuansa yang suram, tetapi terdapat beberapa kalimat dalam narasinya yang quote-able banget, salah satunya seperti yang saya kutip di banner. Beberapa quote juga saya sajikan di bawah ini dan masih banyak lagi. Selain itu, terdapat sisi emosional berupa hubungan ibu dan anak yang cukup menyentuh dalam cerita ini, sehingga selain kesuraman, saya juga merasa jika perasaan saya diaduk-aduk saat membacanya.

"Memiliki harapan tidak akan meredakan keputusasaan yang dirasakan. Tidak ada yang pasti di dunia ini. Karena manusia adalah makhluk yang sangat rumit." ~hal.71.

"Di dunia ini, jika kau mendesak, kau juga akan didesak. Jadi jawaban yang benar adalah tidak mendesak dan tidak didesak." ~hal.129.

"Jika menerima sesuatu, kita harus memberikan sesuatu." ~hal.291.

"Jika kita sudah melewati batas yang terlarang, kita tidak akan bisa kembali lagi. Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain terus melangkah maju." ~hal.308.

Secara umum, novel ini menyajikan sebuah cerita yang cerdas, berasal dari penelitian yang mendalam dan menyeluruh dari penulisnya. Namun demikian, cerita ini tidak diperuntukkan bagi pembaca di bawah umur, mengingat temanya yang dark, adegan brutal yang eksplisit, serta pemikiran yang mengandung mental health issues akan sangat berbahaya jika dibaca tanpa bimbingan. Kalau boleh dikasih rate, aku kasih 4.9 out of 5.

Demikian review saya kali ini, sampai ketemu pada review selanjutnya.









Pontianak, 01 Juni 2021 pukul 16.43 WIB
NB. Cerita ini bisa kamu baca gratis di Ipusnas, tetapi antriannya buanyaaaakkkkk bgt 😅🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top