21. Kita Memahami Krisis
Mark Lee tidak tahu kenapa kehadirannya membuat Haechan kesal.
Dia sedang tertidur saat mendengar suara itu, bermimpi tentang perahu-perahu yang tertambat di tepi pantai Jeju. Mark nyaris bisa merasakan dinginnya air laut di sela-sela jari kakinya, serta melihat kerang-kerang cantik yang cangkangnya separuh terbenam di pasir, lalu ia dibangunkan oleh rangsangan suara dari luar dan bayangan tentang laut pun musnah.
Dicekam kepanikan, Mark hendak membangunkan anggotanya saat mendapati kamar Haechan kosong. Begitu pula kamar Grace. Tanpa berpikir, Mark menyambar pisau dari dapur dan berlari memeriksa rumah sebelah yang ia kira adalah asal suara tersebut. Rupanya, Haechan dan Grace ada di rumah kedua, dengan Grace yang pipinya merona dan Haechan yang katanya terpeleset akibat panggilan Mark.
Mark tidak percaya.
Sebab kini, tiap matanya beradu dengan mata Haechan, pemuda itu terlihat ingin menendangnya. Benar-benar bukan pandangan bersahabat, padahal tadi Mark sudah membantunya berdiri. Untuk semakin menambah keanehan, Grace giat sekali menghindarinya, kecuali saat dia pamit ingin pergi ke apotek untuk Jisung.
"Apa nggak bisa nanti aja? Pasti ada banyak apotek di jalan."
"Nggak bisa, Mark. Lokasinya nggak jauh kok, Haechan bilang cuma 3 blok dari sini."
Haechan bilang ... Mark tidak suka cara Grace menyebut namanya, tapi disimpannya pendapat pribadi itu dalam sebuah peti di bagian belakang kepalanya. "Oke, tapi jangan pergi sendirian, Grace. Bawa temen."
Secara sukarela Jaemin mengajukan diri. "Ayo bareng aku. Renjun demam一"
"Aku nggak apa-apa!" Sahutan serak terdengar dari kamar.
Jaemin tidak mengacuhkannya. "一Jadi aku mau cari obat juga buat dia."
Air muka Grace mendadak berubah cerah. "Aku ambil tas perlengkapanku dulu."
Jisung yang dari raut wajahnya tampak merasa bersalah ragu-ragu bertanya, "Apa aku boleh ikut?"
"Ya, sana ikut." Haechan tak disangka-sangka memberi dukungan sekaligus dorongan keras. "Sekali-kali gantian kamu yang jaga kakakmu."
Dengan adanya Jaemin, kekhawatiran Mark berkurang sedikit. Dia masih tidak yakin pada Jisung. Selain karena Jisung adalah yang termuda, peristiwa saat dia menembak jelas tak terencana dan dia tidak bernyali untuk mengulanginya lagi. Jisung adalah sisi koin yang berbeda dengan Grace. Dia bukan petarung一atau mungkin hanya belum.
Jeno menyerahkan kunci mobil pada adiknya. Gantungan berbentuk kepala anjing Samoyed dan kelinci yang mereka pasang saling bergesekan. "Nih, hati-hati."
Sempat terjadi perdebatan ketika Grace menghendaki Jisung di rumah saja, namun Jaemin meyakinkan bahwa 1 penumpang tambahan tidak akan merepotkan, dan Grace akhirnya mengalah.
Mark mengantar mereka sampai di pintu. Dia meminjamkan Jaemin pisaunya, meski Jaemin sudah punya pistol. Tak ada salahnya bersikap berlebihan di situasi ini, kamu justru mati jika kekurangan kewaspadaan. Grace sendiri membawa tongkat besi yang dimodifikasi Haechan, yang harus Mark akui, sangat inovatif.
Pintu mobil di buka, mereka masuk. Tapi sebelum tubuh Grace lenyap di baris kursi kedua, Mark berpesan, "Hati-hati." Dan meraih tangannya yang mungil.
Grace yang kaget mematung. Belum pernah mereka bergandengan, terlebih secara sengaja. Namun dia tersenyum. "Aku mau ke apotek, Mark. Bukannya ketemu malaikat maut."
"Usahain jangan." Mark tergelak. Hanya karena tak pernah diutarakan, tidak berarti dia tidak bersyukur memiliki teman yang seumuran. Berkat si profesor kecil di sisinya, sejujurnya Mark merasa lebih tenang. "Cepet balik."
Jaemin mengangkat 2 jari ke dahinya dan membentuk gestur hormat. Mesin menyala di percobaan pertama, dan bannya pun bergulir di aspal.
"Tunggu!" Renjun tergopoh-gopoh berlari dari dalam rumah, dengan rambut yang masih basah. Tetes-tetes air meninggalkan jejak berupa bulatan besar di punggungnya. Di pandangan Mark, dia tidak kelihatan sakit, atau kalaupun iya, dia pastilah orang sakit yang paling bersemangat. "Aku ikut!"
Hari ini bukanlah hari keberuntungan Huang Renjun.
Pagi ini dia terbangun dengan kepala yang berdenyut-denyut pusing yang walau tidak parah tetap saja mengganggu aktivitasnya. Semua gara-gara hujan kemarin一inilah harga yang mesti ia bayar untuk pistolnya yang canggih. Tapi biarlah, yang penting senjata itu KEREN dan dia pasti akan baik-baik saja setelah tidur sejenak.
Kira-kira 23 jam.
Renjun lahir 17 tahun lalu dari pasangan China dan Korea. Ayahnya berprofesi sebagai dokter, sedangkan ibunya penata rambut yang mencetuskan ide tentang warna dan gaya rambutnya. Biar kalau ilang kamu gampang kelihatan, begitu katanya.
Sepanjang hidupnya, Renjun dididik dengan cara yang tidak biasa. Ibunya adalah wanita paling nyentrik yang pernah ia kenal. Selalu ceria, hobi mengumpulkan buku-buku tua yang membahas topik sensitif, dan suka bereksperimen dengan resep-resep tak biasa. Huang Daeri adalah tipe ibu rock n roll yang justru bertepuk tangan semangat saat Renjun memanjat pohon, bukan malah melarangnya.
Ketika bayi-bayi lain meringkuk damai dalam rahim mendengarkan alunan musik klasik karya Beethoven atau Chopin atau Brahms, dia justru terbiasa berdisko dengan musik heavy metal yang sering membuat tetangganya menutup pintu rapat-rapat, lalu menggerutu, Daeri sama anaknya mulai lagi!
Pada usia 4 tahun Renjun diajari membaca dengan buku konspirasi UFO dari koleksi perpustakaan ibunya. Ia terpukau pada gambar-gambar piring terbang dan ilustrasi alien bermata lebar atau berantena di buku itu yang semakin dewasa, membuat dia tumbuh mempercayai bahwa alien itu ada.
Lagipula, hei, jagad raya ini luas, banyak planet yang belum dijelajahi para peneliti, masa iya sih tidak ada kehidupan lain?
Saat ia sudah memasuki usia legal setahun yang akan datang, ia dan ibunya berencana membeli lotre dan jika menang, mereka sepakat akan segera pindah dari bumi yang sudah sesak.
Ah, Renjun jadi merindukan ibunya yang kadang memanggilnya Injeolmi...
Nanti, Ma, Renjun memegang harapannya bagai tali penyelamat, nanti kita pasti bisa ketemu lagi.
Dia penasaran bagaimana reaksi ibunya setelah tahu dunia mereka kini dipenuhi zombie. Kesal? Marah? Mungkin dia kecewa karena bukan alien yang menginvasi planet mereka. Membayangkannya, senyum Renjun mengembang.
Jaemin yang menangkap basahnya melirik melalui sudut mata. "Itu otak masih waras?"
"Lebih waras dari punyamu."
Pemuda itu terkekeh.
Sewaktu memeriksa rumah kedua, Renjun telah bercerita perihal rahasia Haechan, sebab ia pikir Jaemin sebatas ingin tahu saja dan tidak akan menyebarkannya. Renjun, yang berpendapat semua orang berhak menyimpan rahasia, sempat marah, tapi tak bisa terlama lama. Bagaimanapun Jaemin dan Jeno adalah teman terdekatnya di kelompok ini.
Mantan narapidana. Aduh. Dibanding jijik, Renjun lebih merasa penasaran, namun ia ragu Haechan mau menjawab jika ia bertanya.
Sementara itu, di kursi tengah, ada Jisung dan kakaknya yang diam-diam ia juluki Haechan versi perempuan. Berbeda dengan si kembar yang lengket, hubungan mereka jelas renggang. Jisung sibuk mengedarkan pandangan ke luar jendela sedangkan Grace memberengut dan bergeser menjauh. Dia tidak senang Jisung ikut.
Unik, mereka itu.
"Kita nyampek." Jaemin memberitahu, usai parkir di depan sebuah apotek yang arahnya di diktekan oleh Grace.
Sebuah mobil hijau yang kacanya berlubang juga terparkir di sana, dengan seorang zombie laki-laki yang seolah berperan jadi penjaga. Zombie kedua, seorang wanita, setengah badannya hancur dari pinggang ke kaki sehingga dia hanya bisa merangkak di dekat troli beroda 3. Sampah berserakan di tempat itu, segala jenis bungkus makanan dan robekan pakaian tercecer tak keruan yang meninggalkan kesan terbengkalai.
Tak ada orang yang hidup.
Tidak mengherankan.
Kurang dari 5 menit, Jaemin menghabisi mereka selagi Renjun iseng masuk ke mobil hijau dan memainkan roda kemudinya.
"Kamu bisa nyetir?"
Renjun mendongak, terkejut Grace bicara padanya. Selama ini mereka tidak pernah berkesempatan bicara berdua dan ia baru sadar suara gadis itu agak berat, mirip adiknya, yang akan membuatnya cocok mengisi posisi rapper di grup idola. "Aku tahu dasar-dasarnya, tapi cuma sesekali praktek. Kamu?"
Grace meringis. "Cuma sepeda. Apa mobil itu bisa dipakai?"
Dengan menyesal Renjun menggeleng. "Kuncinya nggak ada. Kenapa? Kamu kira kita butuh 2 mobil?"
"Sekedar penasaran," ujarnya, lalu melenggang masuk ke apotek lebih dulu.
Bagian dalam apotek tersebut kondisinya sama-sama berantakan, dijamin takkan lolos penilaian departemen obat-obatan. Papan nama toko bertahan lebih baik dari kursi-kursi yang digunakan para pekerja untuk menata barang di rak teratas. Beberapa rak itu terguling, menumpahkan isinya ke lantai bersama kardus yang kelihatannya sudah terinjak-injak.
Renjun tak bisa membayangkan kejadian macam apa yang sanggup memporak-porandakan tempat ini一dan dia juga tidak ingin.
Di salah 1 rak yang masih kokoh berdiri, Renjun menemukan plester demam relatif bersih yang 2 kemasan ia masukkan ke kantongnya. Meski plester itu dirancang untuk anak-anak berusia 0-12 tahun, Renjun jauh lebih menyukainya dibanding obat orang dewasa yang pahit.
"Ada yang bisa di bantu?" Jaemin telah bergerak ke meja kasir, melipat lengan bak seorang resepsionis yang rajin. "Cari apa?"
Cengiran merekah di wajah Renjun. Sedikit lelucon tidak akan menyakiti siapapun. "Tolong vaksin yang bener buat virus zombie."
"Baik, tunggu sebentar." Kasir gadungan itu mengangguk khidmat. "Nggak sekalian vitamin penambah tinggi badan?"
"Boleh, bonus kita berantem di sini."
Tak lama, dari hasil merogoh-rogoh bagian bawah meja, Jaemin mengangsurkan sebuah botol ungu yang labelnya seketika membuat mereka terbahak-bahak, obat kuat untuk pria!
"Ini sih bukan vaksin," seloroh Jaemin geli.
"Terus apaan?"
"Pembentuk generasi masa depan!"
Mereka kembali tertawa. Selalu seperti ini, tidak ada habisnya. Dengan Jaemin tak pernah membosankan karena dia bisa menyatukan puing-puing kecil tak berarti jadi bahan bakar tawa yang mengusir suasana suram. Tidak perlu sesuatu yang mewah, kebahagiaan sejatinya sederhana bila kamu bersama kawan yang tepat.
Namun sebelum pembahasan mereka melenceng ke topik yang akan membuat cewek-cewek bengong, Grace datang menginterupsi. "Ada kantong plastik?"
Jaemin mengoper 2 padanya. "Kenapa nggak kamu taruh di tasmu?"
"Penuh sama pisau." Grace memisahkan plastik-plastik itu dan memberi 1 pada Renjun. "Kamu keberatan? Tolong cari sesuatu yang berguna buat kita一perban, aspirin, dan semacamnya."
Itu gampang, Renjun tidak keberatan. Sejujurnya, pengetahuannya mengenai obat-obatan termasuk lumayan, mengingat mata pencaharian ayahnya. Kenangan pertama Renjun adalah duduk di kursi putar sambil membanting stetoskop sementara ayahnya pura-pura marah dan mengancam menyuntiknya.
Lalu ayahnya akan一
Hentikan. Sebaiknya Renjun tidak mengingat itu sekarang.
Berbekal plastik, Renjun mulai berkeliling mirip petani yang memuai padi. Sesekali dia mengamati Grace yang menuju area belakang apotek, tempat terdapat sebuah pintu berwarna putih.
Grace membuka pintu itu sedikit dan melongok ke luar. Angin yang berhembus menerbangkan sebagian rambutnya yang lepas dari ikatan. Gadis itu menoleh pada Jisung yang mengemas inhaler lalu Jaemin yang melanjutkan surveinya di meja kasir.
Sekilas, kecuali Renjun, tak ada yang memperhatikannya.
Grace melangkah melewati pintu tersebut dan menutupnya pelan-pelan, tanpa suara.
Mau ke mana dia? Dikendalikan rasa ingin tahu, Renjun mengesampingkan tugasnya dan mengikuti. Dia bertubuh kecil untuk laki-laki, jadi mengendap-endap menyusul Grace bukan masalah besar.
Pintu itu, sesuai dugaannya, mengarah ke tempat parkir khusus pegawai yang tidak terlalu luas dan sama tak terurusnya. Beberapa motor tergolek rusak bagai botol bekas. Sebuah mobil Jeep. Sepeda...
Grace tersenyum. Dia mencengkeram tali ranselnya lebih erat.
"Grace? Ada masalah?"
Grace berbalik seperti maling yang ketahuan mencuri dan sesaat, lidahnya terbata-bata merajut kata. "Aku一eh ... Nggak ada kok."
"Ngapain di sana?"
Gadis itu mengusap tengkuknya. "Cuma penasaran..." Dia mengulang dengan keraguan. "Kamu udah selesai ngumpulin obatnya? Kenapa kamu nggak masuk aja, Renjun?"
Detik berikutnya Jisung muncul, tertarik pada keributan yang mereka buat. Cahaya lampu dari dalam dan sinar mentari dari luar berbaur menerangi sisi-sisi wajahnya yang rupawan ketika ia memiringkan kepalanya. "Noona?"
Lirih, Grace memaki, lalu mengubah ekspresinya menjadi cemberut lagi. "Masuk. Nggak aman di sini."
Jisung bergeming, jadi Grace memaksanya dengan dorongan lembut yang tidak akan menimbulkan rasa sakit. Di tengah jalan, dia mengambil suatu benda mungil dari lantai dan memasukkannya ke sakunya.
"Semuanya oke?" Jaemin bertanya, heran kenapa semua orang berada di luar. "Ayo kita pulang."
Tak ada lagi yang bisa dikerjakan di sini, Renjun setuju dengannya. "Kunci mobil, jangan lupa."
"Nempel di tempatnya."
"Bagus. Kalau gitu ayo一"
Pekikan jeritan seseorang yang seolah membawa kembali Renjun pada hari yang kacau di sekolah menyela pembicaraannya. Ada yang berteriak. Ada yang memohon pertolongan, dan sumbernya dekat. Terlalu dekat!
Ke-4 remaja itu berlari ke pintu masuk demi mengintip apa yang terjadi, dan dengan ngeri mendapati bahwa bukan berita baik, melainkan kabar buruk yang menanti.
Seorang pria berkemeja biru berlari ke arah mereka, melambai-lambaikan tangannya dalam pose menyilang seiring dengan mulut yang menyerukan permintaan bantuan. "Tolong! Tolong!"
Hanya terpaut beberapa langkah darinya, lebih dari 30 zombie mengejar layaknya gerombolan burung pemakan bangkai yang menargetkan kematiannya.
Rahang Jaemin terbuka lebar, dia terjebak di antara rasa terkejut dan rasa takut. "Apa kita harus nolong dia? Atau bawa ke mobil一"
Mobilnya!
Terlambat menyadari aset berharga mereka, Renjun melesat ke depan dengan niat untuk mengamankan. "Jangan!"
Bukan dia saja yang melihat mobil itu. Pria berkemeja biru juga, dan di tengah desakan situasi yang kian gawat, dia langsung masuk ke kendaraan tersebut tanpa peduli siapa pemiliknya. Kunci yang belum dicabut hanya membuat segalanya lebih mudah.
Dalam beberapa detak jantung saja, pria itu bergegas menyingkir dari apotek, menabrak beberapa zombie di perjalanannya...
Meninggalkan Renjun, Grace, Jaemin dan Jisung tanpa sarana untuk menyelamatkan diri mereka.
Renjun, tiap nulis bagiannya gua inget pas dia cosplay Peterpan, makanya karakternya ceria dan rada kekanakan. Kalian yang biasnya Renjun santai2 sj soalnya gua sebagai emak onlennya kagak bekal tega ngapa2in dia awokwokwok 😏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top