i don't know what it is;; [Akashi Seijuurou]

#45

It's has been a looong time sejak update terakhirku. gomennasai.

i don't know what it is ;-; aku beneran gak tau apa ini;;bingung ngasih judul apa ;; sudah terlalu lelah keliling depok, ditambah macet, dan lewat jalan tikus(?) liat nominal rupiah yang harus dikeluarkan dan mata ujian yang bejibun aku gak tau apa itu ;; aku harus mulai belajar, PELAJARAN ANAK SMA JURUSAN IPA! GOD! KENAPA AKU NGERASA DERITA BANGET JADI ANAK SMK? sertifikasi bahasa inggrisku gak kepake di situ T~T //udah, jangan curhat woi.//

yandere!Akaashi Seijuurou (maybe) untukmu,

Warning violence, semi-brave reader, ECCHIIII. //slapp kapan lo gak nulis ecchi?//

happy reading~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Akashi Seijuurou, adalah sosok yang dikenal memiliki imej seperti seorang 'kaisar'. Tampan, kaya, pandai, selalu menjadi nomor satu, sempurna? Tidak, semua itu tidak sempurna bagi seorang Akashi Seijurou. Sang kaisar membutuhkan permasuri.

Ada ratusan siswi yang jatuh cinta padanya. Ada ratusan wanita yang menjadikannya future husband dan memanggilnya 'Akashi-sama'. Dan ada juga ratusan lelaki yang menjadikannya musuh sejati –dalam hal percintaan tentunya. Tetapi Akashi tidak mempedulikan semua itu. Selama ia memfokuskan pandaganya pada satu hal, satu orang, segala pandangan orang terhadapnya tidaklah penting. Yaitu [full name], seorang gadis yang berhasil mengalihkan dunia Akashi.

[full name] adalah seorang siswi Rakuzan, satu angkatan dengan Akashi, namun berbeda kelas. Bagi Akashi, [y/n] merupakan sosok yang unik. Dia biasa saja pada Akashi, tidak pernah menjilatnya, tidak pernah menggodanya, hanya gadis biasa yang polos dan to-the-point. Selain itu [y/n] merupakan gadis yang tidak akan segan menendang bokong siswa lelaki yang menurutnya salah. Tidak jarang terdengar kabar bahwa gadis itu berkelahi dengan seseorang. Bad girl, kata orang, Honest girl, bagi Akaashi. Sebab itulah ia mengagumi gadis itu.

Suatu hari Akashi tengah duduk di jok penumpang mobil limusinnya. Ia tengah dalam perjalanan menuju rumah, senja itu. Seberkas kertas menumpuk di pangkuannya. Akashi membolak-balikan halaman demi halamannya berulang kali.

Menjadi siswa nomor satu di sekolah, kapten tim basket, ketua kelas, dan pewaris tunggal secara bersamaan adalah sebuah pekerjaan berat. Setiap hari dipenuhi kesibukan nonstop, terkadang ia harus terjaga hingga larut malam. Merasa bosan maka ia melirik ke luar jendela mobil. Tepat pada saat itu limusinya tengah terhenti oleh lampu merah. Sesuatu menarik perhatiannya, ketika itu, sehingga Akashi membelalakkan matanya –sedikit, sih.

"Kita menepi dulu sebentar." Ucap Akashi yang malah terdengar seperti sebuah perintah. Pak supir pun segera mmenurutinya, segera setelah lampu berubah menjadi hijau, mobil menepi.

Akashi melangkahkan kaki keluar dari limusinnya. Ia menyuruh supirnya menunggu di suatu sempat sementara ia pergi. Akashi meletakkan gunting yang ada di dalam tasnya ke dalam saku. Dengan pasti ia menapaki jalan setapak itu, menuju taman terdekat. Taman itu nampaknya kosong-kosong saja, tetapi Akashi melangkah jauh ke dalamnya, jauh ke balik pepohonan lebat yang jarang tersentuh pengunjung.

"TEMEE!!" Bugh! Satu tinjuan kuat [y/n] ayunkan pada lelaki bertubuh besar di hadapannya. Ya, tak salah lagi, itu [y/n]. Mata Akashi tidak mungkin salah. Ia tengah berkelahi dengan dua orang lelaki yang terlihat lebih kuat darinya. Kenapa begitu?

Semakin lama, semakin seru pertarungan itu. Meski jika dilihat, pertarungan ini sedikit berat sebelah. Mungkin [y/n] akan kalah, namun Akashi memutuskan untuk tetap melihat tanpa melakukan apapun. Meski ia merasakan amarah dan sesuatu yang gila di dalam tubuhnya, ai harus bersabar. Ini merupakan saat yang tepat untuk menguji seberapa kuat [y/n].

Jatuh, bangun, tinju, tendang, cengkram, gunting, semua dilakukan oleh [y/n]. Namun bagaimanapun juga, [y/n] adalah seorang gadis. Staminanya tidak sebanding dengan dua orang pemuda yang menggunakan senjata tajam. Disaat yang mendesak itu, dimanfaatkan oleh Akashi untuk beraksi.

Tubuh [y/n] sudah terkapar di tanah, berlumuran lumpur dan darah, serta lebam sana-sini. Gadis itu sudah tak berdaya, Akashi pun menunjukkan dirinya.

"Siapa kau? Jangan ikut campur, ya, bocah!" ucap salah seorang lelaki, sebut saja Abe, yang menyadari keberadaan Akashi.

Si pemuda yang ditanya melemparkan benda tajam di sakunya, yaitu gunting, pada tangan partner Abe, mari katakan namanya Suo, yangmana hendak menyentuh [y/n]. Gunting itu menancap pada pungguung tangan Suo, sangat dalam. Akibatnya Suo menjerit tiada kendali. Pasti sakit saranya.

Tak hanya Suo, Abe dan [y/n] pun terbelalak terkejut bukan main. Gunting itu, ketepatan itu, langkah berat itu, [y/n] menoleh ke arah datangnya sang hero. Sudah ia duga, orang tersebut adalah Akashi Seijuurou.

Akashi melangkah berat dengan aura membunuh. Iris mata kejinggaannya memantulkan cahaya langit senja, sekaligus memancarkan kemarahan. Angin yang menerpa tubuhnya menambah kesan horror dan membunuh.

Entah bagaimana, Akashi terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Seperti seseorang predator yang siap menyergap mangsanya.

"A-Akashi?" panggil [y/n]. Pada saat itu Akashi melirik, dan memberikan seulas senyumannya.

"J-jangan mendekat!" pekik Abe seraya mengacungkan pisau lipat pada Akashi. Namun, si pemilik surai merah itu tak terusik sedikitpun. Akashi mengaluarkan gunting lainnya dari dalam saku. Tanpa Abe sadari, Akashi sudah berada di depannya, dn tqanpa segan menusuk mata kiri Abe begitu dalm. Abe pun menjerit, dan jatuh ke tanah dengan ujung gunting yang masih menempel menembus kelopak matanya.

Akashi berjalan menghampiri Suo yang tersungkur di tanah. Ia menarik guntingnya dengan lihai, selagi menghindari ayunan pisau Suo. Akashi mengayunkan juga ujung guntingnya pada Suo. Tenggorokkannya tergores oleh ulah Akashi, hingga urat nadinya terputus. Darah menghambur kemana-mana.

Dalam hitungan detik Suo sudah tak bernyawa. [y/n] ingin mencerit, tetapi suaranya tidak keluar. Ia terlalu syok dengan kejadian yang berada di hadapannya.

"A-.... A-AHHHH!" tebakar api kemarahan, Abe bangkit dan berusaha menusuk Akashi di seberang sana. Namun, alhasil ia malah jatuh membentur tanah, dengan Akashi yang mendudukinya.

"Kalian berdua bermain dengan sangat curang. Melawan seorang gadis bertangan kosong, sementara kalian menggunakan senjata tajam."

SRAT! SRET!

"GYAAAAHHH!" Abe menjerit histeris ketika Akashi memainkan gunting yang tertancap di mata Abe. Sayangnya tidak ada orang di sekitar sini, sehingga tak ada yang bisa menolongnya.

"Wah, kau masih bisa bertahan." Akashi menarik gunting itu, sekaligus membawa bola mata Abe keluar dari rongganya.

[y/n] tak sanggup melihat, ia memalingkan kepalanya ke tempat lain. "Akashi hentikan! Apa yang kau lakukan-?!"

"Aku menghukum mereka, tentu saja. Karena telah bermain-main dengan 'kesukaanku' dengan permainan yang curang." Akashi menyela ucapan [y/n] tanpa melirik sekalipun.

Ia menancapkan ujung guntingnya di pinggang pelakang Abe, sekarang ini. dalam, dan semakin dalam, mungkin ususnya sudah tertembus. Abe berteriak kesakitan, mencoba berguling, dan bergeliat, berusaha lepas dari cengkraman monster yang mendudukinya. Namun, semakin dicoba malah semakin sakit rasanya.

"Akashi, hentikan!" pekik [y/n] lagi. Ia sudah tidak tahan. Meskipun ia akan tega dengan memukul seseorang namun menyakiti dengan senjata tajam, apalagi sampai membunuh, itu sudah kelewatan.

SRAT!

Gunting itu ia tarik membentuk sebuah garis lurus tidak sempurna. Belahannya merobek bagian pinggang Abe, darah berlumuran keluar dari bekas lubang yang dibuatnya. Akashi kembali menarik guntingnya mengikuti letak tulang belikat, terus hingga merobek bagian tulangnya. Dengan kuat Akashi mematahkan salah satu rongga tulang belikat.

Guntingnya kembali menari di dalam robekan. Mengait, mencungkil, menggunting, dan mengacak posisi. Itulah yang dilakukan Akashi sedari tadi. Padahal [y/n] terus memanggili nama Akashi tetapi ia tidak mendapatkan perhatian sang emperor –katanya.

Dari mulut, hidung, serta rongga mata Abe yang kosong, mengalir darah segar. Bau amis menyelubungi lingkungan, rasanya [y/n] ingin muntah. Dentingan suara gunting yang dimainkan Akashi memenuhi kesunyian menjelang malam itu. [y/n] sangat ingin berlari, hanya saja kakinya tidak bisa digerakkan.

Oh, tidak, sial, dan umpatan lainnya, bergantian diucapkan batin [y/n]. Ia sangat kesal dan marah, tetapi ia tidak berdaya. Hingga pada suatu kesunyian, Akashi selesai mencabik-cabik tubuh Abe. Bagian-bagian dalam seperti usus berserakkan kemana-mana, terpecah-pecah menjadi potongan abstrak. Satu bola mata yang menggelinding ke betis [y/n]. Jantung yang sudah tidak berbentuk dan paru-paru yang robek dalam bebrapa bagian, berserakkan. Darah berceceran kemana-mana termasuk pakaian [y/n]. Terdengar suara langkah kaki mendekat, yang diyakini adalah milik Akashi.

Tubuh [y/n] bergetar bukan main. Apa yang akan Akashi lakukan padanya? apa ia kan membunuhnya juga? lari, lari, lari! Dari tadi [y/n] mengumpat dan memerintahkan dirinya sendiri untuk lari. Meski nihil hasilnya.

Akashi menendang bola mata yang menempel di betis [y/n], dan dengan hati-hati ia letakkan jasnta di pundah [y/n]. Pemuda itu berlutut untuk membersihkan bekas darah di wajah si gadis. Sihir apa yang digunakan Akashi? Tubuhnya takmau bergerak.

"Jangan sentuh aku, Akashi." Akhirnya ia bisa menggerakkan mulutnya, meski bergetar dan hanya mampu mengucapkan sepatah kalimat.

Akashi menyeringai dengan seringai biasanya. Telunjuk dan ibu jari ia letakkan di dagu [y/n], membuat si gadis menengokan kepalanya menghadap Akashi. "Kau tidak bisa memerintahku. Tapi aku, bisa." ucap Akashi.

[y/n] membelalakan matanya, masih syok. Ia hendak melawan perkataan Akashi ucapannya. Namun hal itu tidak dapat ia tuntaskan, sebab Akashi telah membungkamkam kedua belah bibirnya.

Akashi mencium [y/n] tepat di bibir demi membungkamkan gadis itu. Ciuman lapar, rakus, apapun itu. Seperti singa yang tengah menyantap hidangan utamanya. Ini malah membuat [y/n] semakin panik. Ciuman itu berlangsung selama 10 detik, Akashi bersusah-payah menerobos ke dalam, demi mengaitkan serta sedikit bermain dengan bagian dalam rongga mulut [y/n]. Perasaan [y/n] kini bercampur aduk antara takut, terkejut, berdebar, marah, dan nyaman.

Akashi membuatnya terlarut dalam ciuman mendalam itu. seperti yang sudah diekspektasikan dari seorang Akashi Seijuurou. Hanya dalam waktu beberpa detik ia mampu menggulingkan [y/n], dan berada tepat di atas gadis itu.

Setelah kehabisan nafas, Akashi melepaskan ciumannya. Nafas [y/n] tersenggal-senggal, wajah serta bibirnya memerah, manik [e/c]nya menatap Akashi penuh ketidak percayaan.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya [y/n] menelan semua rasa takutnya. Ia masih terbaring di sana, dibawah tuan bersurai merah –Akashi Seijuurou.

Akashi tersenyum tipis seraya menyatukan keningnya dengan kening [y/n]. "Karena kau ratuku. Cintaku. Cuma aku yang boleh menyentuhmu, bukan orang lain."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Udah lama aku gak nulis something violence. Semoga masih berasa ser-sersmeliwer(?)nya. //apaan?// aku merasa aneh -_-

Btw kalau kamu mau, terutama kamu yang demen tsukiuta, tolong cek postingan terakhir buku Alicia's Dumb Book ku yang judulnya "Katalog SL Store : Merchandise" arigatou!

Makasih udah mau mampir ;u; hontou ni arigatou...

Sampai jumpa di lain waktu!

Love,

Alice

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top