xxxvii - They Forget They're Already Married
Participant and Pairing:
Cuzhae – EdaHi
Kurogane_Luna – SamaRain
queenofjoker_ – ErnestOcha
RainAlexi123 – TauMeli
holwest – KiyoSoph
.
.
.
» EdaHi
Edamura segera merapikan barang-barangnya dari tempatnya bertemu klien. Pria itu baru ingat bahwa akan mengajak makan siang bersama Himeya. Segera ia menjalankan mobil dan membelah jalanan yang mulai memadat.
Sengaja memang tidak memberi tahu dulu Himeya. Karena Edamura sangat tahu jika wanita itu kalau sedang bekerja serius, terkadang sampai lupa makan.
Tidak perlu mendapat izin dari siapa pun Edamura masuk ke dalam ruangan kerja Himeya.
"Himeya, ayo sudah waktunya makan. Tak akan kau kenyang cuma lihat setumpuk kertas," kata Edamura seraya menyingkirkan kertas file yang dipegang Himeya.
Manik jelaga Himeya menatap Edamura. Yang awalnya ingin marah, tetapi urung karena dengan curangnya Edamura tersenyum tampan.
Dasar licik.
Namun, Himeya ingin sedikit usil pada pria bersurai cokelat tersebut. Seenaknya saja membuatnya hampir salah tingkah. Himeya akan balas!
"Makan? Aduuuh, tanganku pegal seharian menulis, kadang juga mengetik lama. Jadi Edamura mau, ya, suapkan aku?"
Ini dia, jurus manja andalan Himeya!
"Su-suapkan? Himeya, sekarang masih di kantor, loh."
Senang sekali melihat Edamura mendadak canggung begitu. Kapan lagi bisa menjahili dia kalau bukan sekarang?
Tawa yang sedari tertahan langsung meledak. "Hahaha! Aku bercanda Edamura, mana berani aku melakukan itu di tempat kerja."
"Ketawamu mirip Nenek Lampir," ceplos Edamura, "dasar jahat."
Edamura merajuk? Sungguh?
Padahal Himeya bermaksud untuk bercanda sedikit saja. Badan bongsor, tapi mudah terpedaya wanita.
"Tolong jangan diambil hati, ya. Sebagai gantinya aku akan menuruti keinginanmu, eh tapi bukan sesuatu berlebihan," kata Himeya.
Edamura menunjuk pipinya. "Cium sini dulu. Baru aku maafkan."
Syukurlah pria itu bukan meminta yang tidak-tidak. Kalau sekadar itu, Himeya masih sanggup.
Himeya berdiri lalu menempatkan diri tepat di hadapan Edamura. Tidak perlu berjinjit, sang ayu mendekatkan bibirnya ke pipi sang pria. Namun, belum sampai bibir itu mendarat di pipi Edamura, tiba-tiba saja pintu terbuka.
"Pengantin baru ... ah! Maafkan saya. Anggap saya tidak melihat apapun. Saya taruh laporannya di meja. Si-silakan dilanjutkan!"
Edamura dan Himeya saling beradu pandang, lalu tergelak bersama. Saking sibuk bekerja mereka lupa ternyata sudah sahabat jadi suami-istri.
"Aku terbiasa memanggilmu Edamura, sih. Sampai lupa kita sudah menikah." Himeya mengelap air mata yang hampir tumpah karena terlalu banyak tertawa.
"Kalau begitu, sekarang panggil aku Makoto."
__________________
» Samarain
"Saya tidak percaya anda bisa lupa, miss."
"Tolong. Jangan kau bahas lagi."
Rain yang tadinya menatap sang asisten kembali mengubur wajah merahnya karena malu atas perbuatannya sendiri. Entah mungkin ada sesuatu yang merasuki sang perempuan atau efek terlalu lelah bekerja. Namun pada pagi hari itu, Rain yang baru bangun dan kebingungan melihat sosok Samatoki yang sedang minum kopi dengan santainya.
"Samatoki, aku tahu kita sudah berpacaran cukup lama, tapi aku rasa itu bukan alasan yang valid untuk menerobos masuk ke rumah orang pagi-pagi buta begini." Samatoki yang mendengar itu hanya menghela napas sambil mendekati Rain—kemudian menyentil jidat sang perempuan.
"Hei!"
"Ini bukan menerobos masuk kalau yang tempat ini adalah rumah kita, dasar bodoh. Kau lupa kita sudah menikah, ha?" Melihat wajah cengo Rain membuktikan kecurigaan Samatoki, sang pemilik rambut putih itu menggeleng sambil membawa gelas kopinya yang kosong untuk dicuci. "Sudahlah, cepat mandi sana sebelum asistenmu itu mengomel panjang lebar. Akan kusisir rambutmu setelah itu."
Rain menatap cincin pernikahannya dengan intens, ada rasa tak percaya bahwa dirinya sudah menikahi sosok Samatoki belum lama ini. "Aku sudah menikah, ya?" gumamnya sambil membenarkan tasnya dan berjalan keluar kantor, dan mendapati Samatoki membawa buket bunga sambil menatap sekitarnya dengan jengkel.
"... Apa yang kau lakukan disini, Samatoki?"
"Menjemputmu, memangnya aku terlihat merampok bank?" Rain menggeleng mendengarkan jawaban sang lelaki. "Bukan itu, maksudku—"
"Si mata empat sialan itu dan Rio yang menyuruhku untuk melakukan ini." Perempuan berambut panjang itu tertawa pelan seraya mengambil buket mawar dari Samatoki. "Kalau begitu kenapa kau lakukan juga? Dasar aneh."
"Ya ini karena kau membuat nyawaku hampir lepas karena kau lupa kita sudah menikah. Si kacamata sialan itu dengan entengnya berkata 'Lamar lagi saja dia' dan Rio yang tiba-tiba memberi buket bunga liar." Rain semakin tertawa, melihat ini membuat senyum Samatoki mengembang sedikit.
"Well, kalau kau berniat untuk melamarku, entah sampai berapa kali pun, jawabanku selalu iya."
__________________
» ErnestOcha
Ini adalah hari pertama Ocha akhirnya menggunakan marga Salas pada nama lengkapnya. Kemarin adalah hari pernikahannya, dan waktu berjalan sangat cepat tanpa dia sadari. Mungkin satu hal yang akan menjadi permasalahannya adalah Ocha belum terbiasa dengan kehidupan baru sebagai suami istri dengan pasangannya, Ernesto Salas.
Pernikahan mereka berdua seakan-akan mimpi, tapi kali ini mimpi mereka menjadi kenyataan setelah bertahun-tahun menjaga hubungan mereka. Suka duka, sehat sakit, berhasil mereka lewati, dengan hadiah akhirnya mereka menjadi satu daging.
"Selamat atas pernikahan kalian berdua, jadi kalian memutuskan untuk honeymoon dimana?" tanya sang bos, Candela, kepada Ocha dan Ernesto. Senyumannya begitu ceria, seakan seperti orang tua yang bangga melihat anak-anaknya akhirnya membentuk keluarga baru.
Ocha hampir lupa kalau Bos Candela datang menemui mereka. Waktu pernikahan kemarin beliau ada halangan yang sangat penting dan mendadak jadi tidak bisa hadir. Sebagai gantinya, beliau mengundang Ocha dan Ernesto makan bersama. Mau bagaimana pun, Bos Candela adalah figur orang tua bagi mereka, jadi mereka mau-mau saja.
"Belum terpikirkan sih, jelasnya~ Yang penting ke tempat yang jauh, yang kami belum pernah datangi. Budget-nya sih sudah ada!" Jawab Ernesto senang. Dia mengatakannya seakan tidak ada beban, dan itu agak mengejutkan bagi Ocha karena dia tidak tahu kalau persiapannya sudah sematang itu, hanya tinggal eksekusi rencananya.
Yang pasti, mereka tidak akan ke Meksiko. Ernesto juga sudah pernah ke Jepang ketika mereka statusnya baru bertunangan. Mungkin mereka berdua butuh waktu berdua untuk membicarakan hal ini karena mereka kebanyakan fokus untuk pernikahan dan kebutuhan lainnya, tidak sempat memikirkan liburan.
"Wajar juga sih kalau kalian lebih fokus ke pernikahan kalian dulu, itu justru lebih penting," komentar Bos Candela, sebelum menyuap makanannya ke dalam mulut.
"Asal lepas status mantan pacar kan ya?" balas Ernesto.
Otak Ocha konslet mencoba untuk mengikuti pembicaraan mereka berdua. Entah dia salah dengar, atau pemilihan kalimat Ernesto tidak biasa. Mau mengulang memori beberapa detik itu, dia tak mampu, bahkan tadi dia mau menyuap sepotong daging ke mulutnya pun sampai berhenti di ujung bibirnya.
Apakah ini efek dari kelelahan dan dia tidak cukup tidur? Atau overdosis kopi dan pekerjaannya yang tak kunjung selesai?
"Hah gimana? Gimana gimana gimana?"
"Kan bener, kamu kan mantan pacar aku," Ernesto menatap Ocha polos.
"Kok gitu?!"
"Kita kan sudah menikah! Kamu mantan pacar, sekarang statusnya istri," lelaki berambut pirang itu menunjuk cincin pernikahan yang tersemat di jari manisnya.
Benar-benar hampir lepas jantung Ocha jika penjelasan itu tidak diucapkan. Otak Ocha sudah lelah memikirkan banyak hal, malah mendapati percakapan itu.
Lagipula, darimana Ernesto mendapatkan kalimat tadi?!
"Ah, sudahlah, aku capek, setelah ini aku mau pulang dan tidur ..." gumam Ocha. Wajahnya sedatar triplek, sudah kesal karena jatuh ke dalam jebakan itu. Ernesto tertawa, segera merangkul istrinya, mencoba untuk menghiburnya.
Setidaknya, ucapan Ernesto ada benarnya, bukan?
__________________
» TauMeli
Satu sentakkan sukses membuat Taufan terbangun dari tidurnya, dan dirinya segera melihat ke jam dinding yang ada di kamarnya, kemudian menoleh ke arah jendela—mendapati langit masih berwarna biru cerah. Dirinya turun dari kasur, kemudian berjalan menuju dapur guna mencari air minum.
"Sudah bangun?"
Kesadaran yang awalnya hanya hadir setengah, kini hadir sepenuhnya saat mendengar suara yang menyapanya. Taufan yang awalnya menggosok malas matanya, berhenti bergerak kemudian mengangkat kepalanya, mendapati Meli yang menyapanya. Sang perempuan sendiri tampak baru saja selesai menyusun kue ke dalam stoples.
"Oh," Meli menatap stoples yang dia pegang—menyadari arah pandang Taufan sudah berpindah, "ini kue yang dipanggang anak-anak dari penitipan, kemarin mereka membuat kue ini dan ternyata mereka menungguku datang."
Namun Taufan sudah kembali menatap Meli yang mulai asyik bercerita tentang kunjungannya ke tempat penitipan anak miliknya. Ekspresi Taufan melembut melihat betapa naturalnya Meli berada di dapur rumahnya, dan itu membuat senyum muncul di wajah sang laki-laki, yang kemudian berjalan mendekati sang perempuan dan memeluknya.
"Ada apa?" tanya Meli spontan menghentikan ceritanya begitu merasakan sepasang tangan menariknya dalam sebuah pelukan hangat.
"Tidak apa-apa," gumam Taufan mengambil kue yang ada di dalam stoples kemudian memakannya, "kita harus segera menikah, kau tahu."
Meli berkedip sekali, berkedip dua kali, sebelum akhirnya tertawa.
"Apa kau melindur?"
"Jahat sekali, aku serius melamarmu."
"Taufan, kita sudah menikah selama tiga tahun."
Taufan berkedip sekali, berkedip dua kali, sebelum akhirnya ber-oh ria.
"Itu menjelaskan kenapa kau mengenakan cincin di jari manis tangan kananmu. Kesampingkan itu, kita harus menikah."
"Taufan, cuci mukamu dulu sana."
__________________
» KiyoSoph
Suara ketikan keyboard bergema diruangan kerja miliknya, Sophie memandangi berkas ditangan satunya. Memandanginya dengan cermat membuat dirinya melupakan waktu disekitarnya. Berhubung hanya ada ia sendiri dirumah, Sophie berencana menghabiskan waktunya untuk memilah berkas antara yang penting dengan tidak, juga untuk merekrut idol baru bagi perusahaannya.
"..aku merasa penat sendiri, rasanya seperti melakukan berlebihan. Huft.." menghela nafas Sophie bersandar dikursinya, menatap langit-langit lampu ia kembali bergumam. "Sepertinya aku kehausan."
Bangkit dari duduknya ia berjalan keluar ruang kerjanya. Menuju dapur Sophie melihat pemandangan sekelilingnya yang gelap, sepertinya ia lupakan untuk menyalakan lampu. Rasanya tidak seperti biasanya ia gampang lupa. "Ada apa denganku hari ini? Aku terlalu gegabah."
Selesai membuat minumannya ia kembali lagi keruang kerjanya. Kembali berkutat dengan berkas dokumennya ia tidak menyadari sekitarnya.
...
Kashuu duduk diruang latihan dengan lembaran naskah serta botol minum disampingnya. Hari sudah larut tetapi ia masih melakukan pemotretan. Meskipun sedikit penat ia masih bisa menanganinya, apalagi managernya membantunya dalam mempersiapkan hal selanjutnya.
"Kashuu-san, apa akan masih terus melanjutkan pemotretan?" tanya manager menghampiri ruangannya.
"Ya, akan aku lakukan sekarang saja. Agar besok jadwalnya tidak bentrok." Angguk Kashuu.
"Jadi Kashuu-san tidak pulang?" tanya managernya lagi.
"Tidak." Gelengnya.
"Apa nyonya Sophie baik saja sendirian dirumah?" managernya bertanya dengan bingung, karena jarang sekali Kashuu menetap untuk pekerjaannya. Malahan biasanya Kashuu langsung pulan setelah jadwalnya selesai.
"Sophie?" Kashuu yang tersadar melupakan bahwa ia memiliki istri dirumah membuatnya lupa, segera ia meminta maaf dan pergi.
...
Suara pintu terbuka dengan gesa-gesa diiringi langkah kaki berderap keruangannya membuat Sopihe yang diruangan sendiri merasa parno. "S-siapa yang masuk? Bukannya hanya aku sendiri dirumah? Bibi sudah pergi daritadi.."
"Sophie!" Kashuu yang membuka pintu secara tiba-tiba membuat Sopie yang memegang dokumennya langsung terjatuh kaget.
"Hm! K-kashuu?" dipeluk secara mendadak membuat Sophie oleng sejenak, hal yang terlupakan pun segera ia ingat. "Ah.. aku melupakanmu.." dengan tertawa kecil Sophie memeluk balik Kashuu.
Kedua orang ini melupakan fakta bahwa mereka telah menikah, sepertinya setelah pernikahan keduanya kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing, apalagi sudah beberapa hari keduanya tidak bertemu.
"Tadi aku hampir mengira kau adalah pencuri, untunglah itu bukan." Ucap Sophie dengan lega.
"Ya, beruntung itu aku." Terkekeh Kashuu menjawabnya.
Published 31st of August, 2022
#PAW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top