xxxvi - They Met After a Long Time

Participant and Pairing:

rorovii_ – SenAi

RainAlexi123 – VicRora

ShizuReiku – JoRiel

AisakiRoRa – EdaHi

Healerellik – KeiShi

holwest – SamaRain

.

.

.

   » SenAi

"... perkembangan?"

"Tidak ada ... tidak ... berbicara."

"... cara ampuh ... cuci otak?"

"Kami ... berusaha semampunya."

Entah karena kebiasaannya selama berada di sektor ANT, meski kepala Ainawa rasanya berkunang-kunang, meski pandangannya kabur dan menggelap, meski obat aneh yang kini tengah mengalir dalam tubuhnya membuatnya lemas, Ainawa masih tetap berusaha mendengar suara bisik-bisik dari sepasang lelaki dan perempuan yang berdiri di depannya. Agak bodoh, karena mereka seolah tidak menyadari bahwa Ainawa masih berusaha terjaga.

Jika saja mereka tidak melumpuhkan GEM yang terpasang dalam tubuh Ainawa, pasti percakapan itu akan terdengar jelas. Namun mereka cukup pintar–orang-orang dari distrik PRO itu.

Oh tidak, Ainawa harus terus terjaga–Ainawa dan Senkuu-san harus keluar dari sini.

Obatnya terlalu kuat–tubuh Ainawa, meskipun memiliki kekebalan terhadap obat-obatan, tidak bisa menahan efek obat itu terlalu lama, apalagi tanpa bantuan GEM miliknya.

"... Senkuu-san ..."

***

"Jika kau mengatakan apa rencana yang kau dan Ishigami Senkuu buat, kau tidak akan mendapatkan hukuman yang berat, Yousuka-san."

Hening, apa kau pikir Ainawa sebodoh itu?

"Ini terakhir kali, Yousuka-san, sebelum tidak ada pengampunan lagi bagimu. Kami cukup mengasihanimu karena kau juga korban di situasi ini. Tapi jika kau tidak bersedia bekerja sama, kami tidak akan peduli lagi."

Ainawa menutup mata dan membungkam mulut, tidak peduli, mereka bisa apa? Mereka juga menginterogasi seperti ini karena ada ketakutan yang dimiliki. Tentu saja mereka hanya bisa bertanya-tanya soal rencana mereka, mengingat jika salah langkah sedikit saja bisa menjatuhkan bom yang bisa meluluhlantakan kota ini sedetik kemudian.

Terdengar suara seorang wanita yang menghela nafas. Kemudian bunyi nyaring dari engsel pintu yang terbuka, diikuti oleh suara hak sepatu yang menapak beton dari gedung bawah tanah yang kian lama kian melambat. Mereka hanya bisa menggonggong bagai anjing yang lehernya terikat, tak berdaya saat ada orang tak dikenal yang masuk dan menghancurkan rumah sang pemilik.

***

"... Apa ini?"

Apakah waktu sudah berjalan sudah sekian lama? Sudah berapa bulan? Apa mungkin malah sudah setahun atau dua tahun? Ainawa sendiri tidak tahu, rasanya begitu lama Ainawa mendekam di penjara bawah tanah itu hingga akhirnya tiba-tiba dikeluarkan dan di bawa ke gedung lain, dimana Ainawa bertemu dengan Senkuu lagi. Tapi penampilan lelaki berambut putih bergadrasi hijau itu berbeda, terlalu berbeda dengan yang Ainawa lihat terakhir kali saat mereka tertangkap oleh antek-antek tentara PRO.

"Senkuu-san ...?"

Lelaki itu diam, tidak—Senkuu bahkan tidak bisa mendengarnya. Lelaki itu sedang dikurung dalam kamar vakum yang orang di luarnya tidak bisa mendengar suara didalamnya juga sebaliknya. Mulutnya ditutupi dengan sebuah gag, matanya dibalut kain, dan tubuhnya terkurung dalam sebuah peti besi yang tidak membiarkannya menggerakkan apapun selain leher dan kepala.

"Apa yang sudah kau lakukan pada Senkuu-san ...?"

Wanita itu tidak menjawab, orang yang Ainawa ingat wajahnya sampai pada setiap tahi lalat dan bintik di wajahnya itu dalam kali ini bungkam. Pertanyaan Ainawa terjawab oleh speaker yang tiba-tiba menyala dan mengeluarkan suara seorang lelaki yang berat.

"Eksekusi mati dari seorang teroris—Ishigami Gaku di terima, laksanakan."

...

..

.

"Tidak, tidak, tidak—hentikan, hentikan, hentikan!"

"HENTIKAN, KALIAN TAHU KAN, KALAU SENKUU-SAN MATI BOMNYA AKAN MELEDAK?! HENTIKAN, JANGAN BUNUH SENKUU-SAN!"

Jarum suntik berisi racun poten itu menusuk ke leher Gaku, tepat di nadi. Ada pergerakan tajam dari wajah dan leher yang terlihat itu. Tidak lama kemudian, Gaku bergerak seperti orang yang kejang, dan tidak lama kemudian tubuhnya berhenti bergerak.

"AAAAAAAAAAAAAH!!!"

__________________

   » VicRora

Suara langkah kaki mengisi lorong gedung LFG dan dari cepatnya tempo yang tercipta, dapat dipastikan bahwa si pemilik sedang terburu-buru.

"Tuan Victor, apa maksud Anda dengan rapat dibatalkan—"

"Itulah yang aku maksud, Goldman. Batalkan semua pertemuan dan kegiatanku hari ini."

"Tapi Bos!"

Suara langkah kaki hilang, karena Victor berhenti berjalan. Dirinya kemudian menghadap ke asistennya, Goldman. Ekspresi seriusnya tampak berubah dengan ekspresi berpikir sejenak, sebelum akhirnya dia menunjuk berkas yang sedang Goldman bawa.

"Pindahkan semua jadwal hari ini jadi lusa. Jika mereka semua tidak bisa menunggu dalam dua hari, mereka tidak layak mendapat sponsor dari LFG."

Setelah itu Victor kembali melanjutkan langkah cepatnya untuk keluar dari gedung LFG, meninggalkan Goldman yang masih mencerna perintah yang diberikan kepadanya. Victor yang sudah berada di luar LFG, langsung masuk ke dalam mobilnya dan pergi menuju tempat yang sangat familier.

[Pekerjaan lebih cepat dari dugaan, jadi aku pulang lebih cepat. Aku sudah di rumah, btw.]

Isi pesan yang singkat, padat dan jelas.

Oleh karena itu Victor dapat mengingatnya dengan jelas, dan itu juga yang membuatnya membatalkan semua kegiatannya hari ini. Seharusnya dia pulang besok, bukan hari ini—terlebih lagi dirinya sudah sampai di rumah.

'Dia dan kebiasaannya tidak memberitahuku mengenai hal sepenting ini,' batin Victor menggelengkan kepalanya.

Tidak perlu waktu lama bagi Victor untuk sampai ke rumahnya. Setelah memarkirkan mobil dan keluar, Victor kembali melangkah dengan cepat menuju pintu rumahnya. Pintu rumah terbuka, menampilkan lorong yang kosong, namun samar terdengar alunan lagu dari ruang TV, membuat Victor tanpa pikir panjang langsung melangkahkan menuju ke sana.

"Oh? Victor?"

Dirinya berhenti saat mendengar suara yang familier. Perempuan, dengan rambut hitam panjang, sedang duduk di sofa ruang TV sambil membaca buku. Alunan lagu yang diputar menjadi pengisi ruangan.

"Bukannya kau sibuk hari ini?"

Rora mengangkat sebelah alis dengan heran, kemudian berdiri untuk mendekati Victor, curiga terjadi sesuatu pada sang laki-laki hingga membuatnya pulang lebih cepat. Namun Rora membelalakkan kedua matanya saat Victor menariknya ke dalam pelukannya.

"I miss you, love."

Singkat, padat, dan jelas—sesuai dengan kepribadian Victor.

Perlu sesaat bagi Rora mencerna situasi, sebelum akhirnya dia tersenyum lalu membalas pelukan Victor.

"It's only 2 weeks trip, you know."

"It feels like an eternity for me, dummy."

__________________

   » JoRiel

Hubungan mereka itu bagaikan benang tipis yang tengah ditarik dari dua belah pihak. Bisa terputus kapan saja dan dengan mudahnya.

Sebagai bagian dari dokter forensik, Rielle takkan berbohong soal kekhawatirannya terhadap Jonghyuk. Pria itu memang belum lama menjadi suaminya, dan dirinya sudah paham pekerjaan pria tersebut. Namun, justru karena ia paham akan hal itu, Rielle tidak bisa mengabaikan kekhawatirannya terhadap Jonghyuk.

Dan tiap waktu, Rielle selalu berharap dia takkan pernah menyelidiki suatu kematian yang bersangkutan dengan tim astronot Jonghyuk. TIDAK SEDIKIT PUN.

Malam itu, Rielle tengah duduk terdiam menatap televisinya. Menonton berita yang tengah terjadi di luar sana, tanpa benar-benar memerhatikannya. Ia melirik kalender yang ada di samping atas televisinya. Lalu ganti melirik jam dinding.

'Sudah sebulan, dan masih belum ada berita apapun.' Rielle membatin. Menghela napas, dan memejamkan matanya kemudian.

Ia rindu? Tentu saja.

Tapi ia tak mau memaksakan kerinduannya itu kepada suaminya. Karena ia tahu apa peran pria itu.

Ia tak boleh bertindak e—

Matanya terbuka tiba-tiba oleh suara pintu yang terbuka sendiri. Meski tak sepenuhnya terdengar, Rielle masih bisa menangkap suaranya.

Dengan naluriah, Rielle bangun dari posisi duduk malasnya di sofa. Beranjak pelan dengan tatapan waspada ke arah luar ruang tengah. Dan saat itulah, ia melihatnya.

Sosok pria tinggi bertubuh bidang dengan rambut hitam legam. Mata hitamnya masih tak berubah—masih tidak menunjukkan ekspresi. Raut wajah yang tak ramah itu pun, masih ada. Dan Rielle tak tahu harus bereaksi seperti apa.

Segala kerinduan yang terbendung di benaknya, rasa sepi dan perasaan ingin dimanja, semua memaksa keluar. Yang akhirnya, segala emosi itu pecah oleh air mata kebahagiaan.

"Maaf, sedikit lebih lama dari biasanya," Jonghyuk berujar lebih dulu sambil meletakkan tasnya di dekat pintu masuk ruang tengah. "Banyak yang harus kami—!!"

Rielle tak berniat mendengar alasan lengkap Jonghyuk. Karena saat ini, bukan itu yang ia butuhkan. Yang ia inginkan adalah merasakan tubuh suaminya berada dalam dekapannya.

"Terima kasih," Rielle berujar dalam pelukannya, "terima kasih sudah kembali padaku,"

Jonghyuk membisu. Ia tampak ragu untuk membalas.

Harus bagaimana? Apakah ia perlu membalas terima kasihnya dengan ucapan? Atau lainnya?

"Maaf," Akhirnya, hanya sepatah kata itu yang terucap dari bibir Jonghyuk. Dan Rielle tampak terkekeh.

"Harusnya bilang 'aku pulang' dong. Bukan minta maaf," balas Rielle.

"Oh." Jonghyuk terlihat terkejut. Tapi kemudian, "Aku pulang, Rielle." Ia membalas pelukan rindu istrinya.

Ya, akhirnya ia benar-benar pulang.

__________________

   » EdaHi

Sudah hampir sebulan mereka tidak bertemu. Makoto yang sulit untuk dihubungi, Satoru justru cemas tiap hari menunggu kabar dari Makoto. Malam sudah tiba sejak beberapa jam yang lalu, pukul dua belas pun sudah terlewati. Tetapi, Satoru masih berkutat dengan pikirannya. Mengkhawatirkan seseorang yang sangat ia sayangi.

Memandangi layar handphone tiap saat. Berharap Makoto memberikan pesan kabar akan dirinya. Bahkan, Satoru tidak pernah bosan mengirimkan pesan kepadanya walau tak pernah terbalaskan.

Hampir tiap hari Satoru seperti ini, tidak heran kantung mata nya semakin gelap. Tidak bisa tertidur karena resah--makan pun Satoru sering melewatkan hal itu. Kini, ia meletakkan handphone nya sembarangan. Mencoba memejamkan mata, Satoru ingin tidur. Berharap Makoto segera datang, memeluknya.

Saat Satoru mulai bisa tertidur. Ketika ia mulai memasuki dunia mimpi. Ketukan pintu terdengar. Cukup membuat Satoru terbangun. Ia tahu, ia tahu siapa yang mengetuk. Dengan cekatan, ia bangkit. Berjalan dengan langkah seribu, mendekati pintu lantas membuka pintu tersebut. Satoru melebarkan kedua matanya.

Makoto pulang.

Penantiannya akhirnya berakhir. Makoto, sosok tersebut ada di depan mata.

"Aku pulang, Satoru." Ucap Makoto lembut sambil tersenyum. Makoto terlihat lelah, namun rasa lelah itu tergantikan dengan kerinduannya pada Satoru.

Satoru memeluk Makoto dengan cepat. Mempererat pelukannya pada Makoto. Ia benar-benar rindu pemuda ini. Air mata Satoru terjun bebas, kerinduan Satoru terbalaskan.

"Selamat datang kembali."

Makoto membalas pelukan Satoru. Membelai lembut punggung Satoru. Mereka saling bertukar rindu. Waktu yang cukup lama, tanpa kabar itu-- akhirnya selesai.

"Jangan tinggalkan aku lagi, Makoto."

__________________

   » KeiShi

Kini Kei sedang berada di sebuah kafe dekat Akademi Fukurodani. Semuanya berawal dari Kuroo yang mengajak 3rd gym squad untuk reuni. Walau dia sempat menggerutu, pada akhirnya dia pun pergi juga.

Pembahasan mereka cukup beragam, mulai dari mengenang masa lalu, membahas karir, bahkan ke masalah hubungan asmara. Di sini Kei rasanya ingin melemparkan bola voli ke arah Kuroo yang mengejeknya karena dia sedang menjalani hubungan jarak jauh. Hingga akhirnya para senior tersebut terlebih dahulu pamit karena ada urusan yang mendesak; walau tingkah Kuroo yang sempat menoleh kepadanya dari kejauhan lantas nyengir lebar terlihat begitu mencurigakan.

"Akhirnya aku bisa belajar dengan tenang," gumam Kei yang kini mengeluarkan buku sejarah dari tasnya; dia harus belajar untuk pekerjaan di museum. Sebelum lanjut membaca, dia sempatkan diri untuk memesan kembali minumannya. Setelahnya dia pun fokus menyelami berbagai kata dalam lembaran tersebut.

Tenggelam dalam bacaan membuat Kei menjadi sensitif dengan suara, termasuk ketika segelas minuman diletakkan di atas mejanya. Dia mendongak, lantas mengeryit begitu melihat ada sepiring besar strawberry shortcake juga di sana.

"Permisi, saya tidak pernah memesan kue—"

"Kuenya aku traktir."

Kalimat itu membuat Kei mengerjap cepat. Bukan karena kalimatnya, melainkan karena suara yang menyampaikan itu seharusnya hanya bisa dia dengar melalui telepon saja. Alhasil dia langsung menoleh ke samping atas, temukan seorang wanita berambut cokelat pendek yang tersenyum lebar kepadanya.

"Kau?!"

"Ayolah, Kei~ Aku tahu kita jarang bertemu, tapi bukankah reaksimu itu berlebihan? Ah, harusnya aku memotretmu lalu mengirimkannya kepada Kuroo-senpai~"

"Sebentar, bukannya kau bilang kalau kau masih dalam masa pelatihan sebagai koki?"

"Hm? Memang kok. Dan sekarang aku lagi magang di sini."

Otak Kei dengan cepat menghubungkan semua titik. Ditambah dengan penjelasan wanita tersebut, maka jelas sudah semuanya. 'Pantas si kepala ayam itu ngotot untuk bertemu di sini. Jadi karena ...'

"Pftt, sepertinya kau baru menyadari bahwa kau sudah dikerjai Kuroo-senpai?" Si wanita, Shizurei, langsung menutup mulut guna menahan tawanya. Apalagi melihat Kei yang memicing tidak suka, lantas mengalihkan pandang.

"Hei, hei," ujar Shizurei mencoba menarik perhatian Kei. Dia pun duduk di depan lelaki itu. "Bukankah seharusnya kita berterima kasih kepada dia? Karenanya kita bisa bertemu di sini."

"Jadi ini rencanamu juga?"

"Mungkin? Kuroo-senpai awalnya cuma menanyakan lokasi magangku, lalu dia bilang akan mengajak kalian reuni. Jadilah rencananya kalau kalian akan bertemu mendekati waktu shift-ku berakhir."

Penjelasan itu membuat si bungsu Tsukishima mengembuskan napas dengan sedikit kasar. Bukan tidak menyukainya, lebih kepada dia sama sekali belum siap untuk melakukan pertemuan seperti ini dengan pemilik hati.

"Kau tidak senang bertemu denganku?"

'Apa Shizurei bisa membaca pikiran?'

"Bukan begitu. Aku hanya merasa kesal karena tidak diberitahu tentang ini." Diam-diam Kei melirik ke arah pakaian yang dia kenakan.

Mungkin jika dia tahu, dia bisa memakai sesuatu yang lebih menarik.

"Oh ya, kau bilang kau lagi magang di sini, kan? Jadi mengapa kau masih diam di sini?" tanya Kei mencoba mengalihkan pembicaraan. Shizurei pun mengibaskan tangannya beberapa kali.

"Shift-ku sudah berakhir dan aku sudah meminta izin juga kepada kepala koki untuk menemuimu," jawabnya lantas tersenyum kecil. Diam-diam turut membuat Kei melakukan hal yang sama.

"Begitu kangennya sama aku?" Senyum miring pada wajah berkacama terulas. Membuat si puan merona sejenak, tapi segera mencoba untuk membalasnya.

"Tentu. Aku sangat merindukanmu, Kei."

Seolah karma, kini giliran wajah si lelaki yang memerah. Guna menghindari tatapan Shizurei yang seolah akan menertawakannya di detik selanjutnya, Kei pun segera menyendok potongan kue di atas piring. 'Enak ...'

"Jadi, bagaimana rasa strawberry shortcake buatanku itu?" Kini Shizurei bertanya dengan mata yang berbinar antusias.

"Ini buatanmu?"

Melihat Shizurei yang mengangguk semangat, sebuah pikiran iseng lewat di kepala Kei. "Hm, masih lebih enak di toko langgananku di Miyagi sih," jawabnya.

Semula Shizurei akan melayangkan protes, tapi begitu melihat Kei menyendok kembali dengan potongan yang lebih besar lalu memakannya dengan senyum miring di wajah, alhasil si puan langsung salah tingkah. Tentu saja itu membuat Kei tertawa lepas, puas bisa menjaili sang kekasih di pertemuan mereka kali ini.

Mungkin memang benar kalo dia harus berterima kasih kepada Kuroo yang merencanakan semuanya.

__________________

   » SamaRain

Suara lantunan musik klasik memenuhi indra pendengaran sang wanita, mengenakan pakaian formal dengan rambut yang tergulung rapi juga semakin memperjelas bahwa ia akan bertemu orang penting. Entah itu makna orang terpenting bagi sang wanita, atau pun itu bertemu rekan sekantornya yang memiliki jabatan tinggi juga setara dibawahnya.

Namun kali ini alasannya bukan yang pertama, tetapi yang kedua. Pertemuannya memang bisa terbilang mewah, berada di restoran mewah yang terkenal semua orang, tanpa terkecuali Rain sendiri. Suara derap langkah kaki yang mendekat membuat manik atensi sang wanita segera memandangnya.

"...ah."

Dua orang pria mengenakan jas formal mendatangi tempat duduk sang wanita, seorangnya sudah ia kenal sebagai partner bisnisnya, sedangkan satunya lagi sudah pasti sangat dia kenal. Jas dan kemeja formal yang dulu ia bantu mencarikannya kini dikenakan olehnya, rambut putih yang disampirkan kebelakang canggung itu menarik perhatian sang wanita.

Senyum Rain sedikit menaik memperhatikannya, "Selamat datang Nishiya-san, dan Samatoki-san." Ucapnya dengan berdiri lalu duduk bersama kembali, bedanya Samatoki yang mendengar ucapan Rain segera malu karena ketahuan.

"Ekhm- maaf saya telat memberitahunya, tetapi saya kesulitan jika nanti hanya kita berdua yang hadir. Karena hal bisnis ini bisa nyonya berikan kepada sekertaris anda, maka saya akan membicarakan terpisah dengannya. Jadi nikmati saja dulu waktu kalian berdua, tentu saja tuan juga nyonya Aohitsugi pasti banyak hal yang akan dibicarakan. Saya pergi dulu." Tanpa ikut duduk Nishiya segera pergi dari hadapan keduanya.

Tentu saja awal mula ini adalah rencana Samatoki yang meminta pada kawannya –(Nishiya) yang berhubungan juga adalah partner bisnis Rain, dan tentu saja tanpa memberi tahu Rain sendiri.

Untuk beberapa saat keduanya dilanda keheningan hingga Samatoki mulai menyuarakannya, "Maaf karena tidak memeritahumu sebelumnya, tetapi aku ingin membuat kejutan untukmu." Samatoki menggaruk pipinya canggung, "Karena kita jarang bertemu, setelah sibuk dengan pekerjaan. Dan menurutku ini waktu yang pas untuk melihatmu lagi. Lagipula bukan sudah lama kita tidak bertemu hm?"

Suasana diantara keduanya mulai mencair, Samatoki pun mengeluarkan setangkai mawar merah dari balik jasnya. "Ini semoga kau menyukainya." Mengulurkannya Rain menerima.

"Terima kasih, sepertinya aku terlalu fokus bekerja hingga lupa ingin pulang." Rain terkekeh kecil, "Kapan terakhir kali kita bertemu? Seminggu yang lalu?" lanjutnya dengan mengira-ngira.

"Dua minggu, apa kau lupa?" Samatoki bertanya dengan bertumpang tangan diatas meja menatap Rain intens.

"Uhuk-" Rain yang meminum minumannya pun tersedak kecil, "Aku sungguh lupa." Lanjutnya kecil.

"Memang benar aku harus mengawasimu, kalau tidak kau bisa workaholic." Samatoki menggeleng pelan. Sedangkan Rain sedikit cemberut bergumam, "Aku bukan workaholic."

Published  23thof August,  2022

#PAW

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top