xvii - She/he Failed In the Mission
Participant and Pairings:
Cuzhae → SamaRain
RainAlexi123 → IdiCa
rorovii_ → TauMeli
UnwrittenWhitePaper → JoRiel
.
.
.
SamaRain
By: Cuzhae
Seharusnya Rain tahu apa yang sudah jadi kegelisahannya dari dulu. Samatoki memang bukan mafia tapi dia ketua yakuza yang disegani banyak kalangan, sering bertingkah seenaknya, dan mudah tersulur emosi. Namun, dia terkadang juga ceroboh.
"Wajahmu tak usah cemberut begitu, toh aku masih hidup," ucap Samatoki yang masih santai dengan kenyataan tubuhnya tidak berdaya.
"Masih kau kata? Enteng sekali kau menganggap nyawamu itu!" marah Rain. Apakah pria itu tidak mengerti seberapa panik dia ketika Samatoki yang biasanya waspada bisa mendapatkan tembakan pada bahu kirinya, masih beruntung bukan jantung yang kena. "kau hampir mati, bodoh!" kesal Rain.
Terbesit sebuah pertanyaan konyol di kepala Samatoki. "Lalu kalau benar-benar mati bagaimana?"
"Hei, jangan bercanda, ya!"
Manik Rain berkilap siap menumpahkan air mata yang ditahannya. Samatoki yang tidak lagi di sisinya ialah mimpi terpuruk bagi Rain. Kalau sampai itu terjadi entah hidupnya akan seperti apa.
"Tapi mana mungkin aku mudah mati. Bukan Samatoki kalau lemah. Aku memilih pekerjaan ini untuk melindungi Nemu dan kau, Rain."
Biar dipandang bejat sekalian. Terpenting bagi laki-laki ber-ahoge itu dua wanita kesayangannya senantiasa aman. Samatoki tidak ingin kejadian ibunya terulang kembali kepada adik dan kekasihnya ini. Sebagai lelaki sejati ia tidak akan mengikuti jejak dari sang ayah.
"Ingat ini. Aku akan berusaha menjadi kuat lagi dan mengkokohkan kedua bahuku. Agar kekasihku yang cerewet tidak menangisiku lagi."
Selamanya Samatoki akan menjadi perisai meski harus dikata caranya termasuk kepada kasus kriminal.
__________________
IdiCa
By: RainAlexi123
"Gagal, katamu?"
Laki-laki yang melaporkan langsung menunduk, lalu mengangguk lemah. Sentakkan meja dapat terdengar mengisi ruangan. Sang anak buah masih menunduk, menunggu perintah dari atasannya itu.
"Haah," helaan napas terdengar, "pergilah."
"B-baik, Shroud-sama!"
Setelah itu si pelapor meninggalkan ruangan tersebut, dan ruangan kembali menjadi sunyi. Idia Shroud, pemimpin keluarganya yang juga merupakan keluarga mafia. Akhir-akhir ini misi yang dia berikan pada anak buahnya tidak berakhir seperti yang dia harapkan, bahkan misi termudah sekalipun. Memikirkan ini kembali membuat perasaan Idia menjadi buruk.
"Nii-san?"
Tak lama kemudian masuk suara baru, dan si pemilik suara muncul dari sudut ruangan tempat semua komputer berada.
"Ortho," Idia yang duduk di kursi kerja—yang dipanggil Nii-san sebelumnya—kembali menghela napas, "pastikan mereka menerima hukuman yang pantas."
"Baik!" ucap Ortho, "namun sebelum itu, bukankah lebih baik Nii-san pulang? Sudah tiga hari Nii-san tidak pulang, Nee-san pasti khawatir."
Mendengar kata Nee-san cukup membuat ekspresi Idia melembut, dan dia menutup kedua matanya—menghela napas untuk ketiga kalinya.
"Mungkin aku memang harus pulang."
.
.
.
"Selamat datang, Idia, Ortho."
"Kami pulang, Nee-san!"
Ortho berlari mendekati si pemilik suara, Ecca, lalu memeluk sang perempuan. Idia sendiri hanya mengangguk kecil sebagai balasan ucapan Ecca sebelumnya.
"Pekerjaan kalian sudah selesai?" tanya Ecca namun dirinya segera menggeleng, "mari bahas itu nanti, pelayan sudah menyiapkan makan malam."
Ortho yang sudah melepaskan pelukannya menoleh ke arah Idia yang (lagi-lagi) hanya mengangguk. Tanpa pikir panjang Ortho berjalan ke belakang kakaknya, lalu mendorong sang kakak ke depan—ke arah Ecca.
"Ayolah Nii-san, tidak ingin memeluk Nee-san juga?" tanya Ortho.
Ecca yang secara refleks merentangkan kedua tangannya agar bisa menangkap Idia yang hendak tersandung justru berakhir memeluk sang laki-laki, begitu juga sebaliknya. Idia sendiri langsung panik, namun dirinya hanya bisa mengekspresikan kepanikannya di dalam kepala.
Sementara Ecca, tampak terkejut dengan tindakan Ortho, kemudian dirinya teringat pesan Ortho sebelumnya, bahwa anak buah Idia lagi-lagi gagal melaksanakan misi mereka. Walaupun itu bukanlah misi langsung untuk Idia, tapi tetap saja sebagai atasan mereka, Idia tetap terkena dampak gagalnya misi.
"Mungkin kau ingin istirahat dulu, Idia?" tanya Ecca.
Idia masih panik, namun pikirannya menjadi tenang saat mendengar pertanyaan Ecca. Rasa lelah yang dia rasakan tiga hari terakhir akhirnya mulai menguasai tubuhnya, hingga akhirnya Idia menutup matanya, perlahan menyandarkan kepalanya ke pundak Ecca.
"Mhm."
__________________
TauMeli
By: rorovii_
"MELI!"
Teriakan melengking itu secara spontan keluar dari mulut Taufan yang menyaksikan semuanya terjadi.
Mereka sedang melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan, menyusup ke dalam markas gang mafia lain dan memasang bom, merobohkan markas itu dari dalam. Tapi Taufan dan Meli tidak akan pernah menyangka di dalam tempat mereka harus memasang bom akan ada perangkap, tidak sengaja diaktifkan Meli dan tiba-tiba sudah ada pasukan yang siap untuk menyergap, jumlahnya dua puluh personil--tidak, mungkin lebih. Sementara Taufan dan Meli, mereka lebih memilih untuk melakukan misi berdua, lebih mempercayai satu sama lain dibandingkan dengan anak buah markas yang sangat tamak akan jabatan. Dengan cepat, mereka kewalahan oleh jumlah musuh yang begitu banyak.
Baru saja, Taufan dan Meli berhasil menerobos kerumunan itu, namun Meli tiba-tiba tertinggal, terjatuh karena peluru yang berhasil menembus pahanya. Meli tidak bisa berjalan. Tapi Taufan tidak akan pernah meninggalkan Meli. Taufan segera berbalik, berlari ke arah Meli dan mengangkatnya, membawa Meli dalam dekapannya. Sedari tadi, Meli meminta maaf pada Taufan, hati Taufan seperti diremas. Meli pasti menganggap kalau dia telah gagal melaksanakan misi.
"Sekarang, kita akan ke mana, Taufan?" dari sudut mata Taufan, air mata Meli terus mengalir. Taufan dan Meli tahu, kalau mereka gagal melaksanakan misi kali ini, nyawa mereka tidak akan selamat. Mereka tidak bisa kembali ke markas.
Meli adalah wanita yang kuat, mampu bertahan dalam organisasi Mafia yang kejam. Jarang sekali Meli menangis.
Taufan mencoba tertawa, semoga bisa menenangkan Meli.
"Tidak apa, Meli! Aku akan membuatkan kita rumah di tempat yang jauh!"
Meski lelah, Taufan melayangkan senyuman lebar, memperlihatkan gigi putih yang tersusun rapih.
"... oke," akhirnya, senyuman manis itu muncul di bibir Meli.
Taufan yang melihatnya terkikik, setidaknya senyuman itu kembali di wajah Meli.
__________________
JoRiel
Membayangkan selalu berdiri di ruangan yang sama setiap hari dan hanya melihat hari berubah antara siang dan malam tanpa bisa keluar pasti mengerikan.
Apalagi jika ditambah melihat wajah seseorang yang sebelumnya ingin kauhindari karena suatu hal.
"Jika neraka itu ada, mungkin tidak seberapa daripada melihat Joonghyuk setiap hari di sini" kata Rielle sambil mendesah.
Di depan Rielle terdapat Joonghyuk sedang bersama dengan Lee Seolhwa yang menangis.
Rielle tidak takut untuk mengatakan isi hatinya karena saat ini orang di depannya tidak dapat melihat atau merasakannya sama sekali, bahkan kalau Rielle berteriak sekalipun.
Karena pada dasarnya Rielle sudah mati setelah tertembak shotgun ketika misi terakhirnya untuk menghancurkan sebuah casino, bekas tembakan berupa lubang cukup besar di dadanya sudah cukup membuktikan itu, namun jiwanya malah berakhir di kamar Yoo Joonghyuk.
"Seharusnya aku bersikeras untuk ikut dengannya, karena aku Rielle kehilangan nyawanya!" Isak Seolhwa.
Joonghyuk hanya terdiam, namun tangannya menggenggam erat tangan milik Seolhwa.
".... Mungkin lebih parah dari neraka terbawah" gumam Rielle.
***
Rielle selalu berpikir alasan mengapa dirinya yang sudah mati malah berakhir di kamar Joonghyuk. Karena perasaan tak terbalasnya? Karena di akhir hayat Rielle malah memikirkan Joonghyuk? Atau karena mayatnya disembunyikan oleh Joonghyuk?
Namun Rielle langsung terkekeh dengan candaan terakhir. Aneh sekali orang seperti Joonghyuk melakukan hal itu, apalagi tidak ada hubungan khusus antara mereka.
Ditengah-tengah pemikiran Rielle, Joonghyuk masuk kembali dan langsung berjalan menuju mejanya lalu mulai menulis sesuatu.
Rielle hanya bisa terdiam melihatnya. Selama beberapa hari terkurung di tempat ini Rielle hanya melihat Joonghyuk tidur atau melihatnya menulis sesuatu. Terkadang dia menulis dengan tenang, tapi tak jarang dia berhenti ditengah-tengah dan berakhir merobek kasar kertas itu.
Biasanya Rielle menolak untuk melihat apa yang ditulis Joonghyuk karena takut mengganggu privasinya. Namun tingkah Joonghyuk semakin lama semakin aneh, ditambah jam tidurnya semakin kacau membuat Rielle semakin penasaran setiap harinya.
Pada akhirnya Rielle kalah oleh rasa penasaran dan mulai mendekati buku yang sering ditulis oleh lelaki itu.
Rielle terkejut melihat sebuah daftar dengan nama-nama yang tercoret. Ditambah dengan tulisan cara menyiksanya. Tetapi, nama-nama tersebut bukan hanya musuh yang Rielle temui, tetapi beberapa orang yang malam itu berada di casino tersebut. Rielle semakin terkejut melihat nama Joonghyuk diakhir catatan itu.
Seketika tubuh Rielle bergetar, jika Rielle masih hidup mungkin dia akan langsung menghentikannya, tapi bagaimana caranya menghentikan Joonghyuk ketika dia mati, apalagi sepertinya dialah yang membuat Joonghyuk melakukan semua ini.
"Ini sudah keterlaluan, setelah membunuh orang-orang Joonghyuk ingin membunuh dirinya sendiri?" Panik Rielle.
Di kala Rielle sedang memikirkan itu, Joonghyuk memasuki kamar dan melanjutkan menulis. Rielle semakin keras mencoba melakukan apapun untuk memperingati Joonghyuk.
Namun, pada akhirnya Rielle tidak dapat melakukan apapun dan semakin lama nama-nama dibuku itu semakin penuh dengan coretan, menandakan pemilik nama tersebut sudah mati dan terakhir hanya tersisa nama Joonghyuk yang belum tercoret.
Joonghyuk hanya melihat isi catatan itu dengan mata hampa, seakan dirinya saat ini hanyalah mayat hidup. Sedangkan Rielle yang sudah mati-matian melakukan apapun hanya bisa frustasi dan sangat marah pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba sesuatu terjadi, tubuh Rielle yang sebelumnya tidak terlihat dalam cermin kini terlihat. Awalnya Rielle bingung kenapa tubuhnya secara tiba-tiba muncul, namun Rielle memanfaatkan hal ini untuk menyadarkan Joonghyuk sebelum sekuanya terlambat.
"Joonghyuk, JOONGHYUK!" Panggil Rielle dengan keras.
Seketika mata Joonghyuk mencari asal suara dan terkejut melihat Rielle yang transparant di cermin miliknya.
"Rielle?" Tanya Joonghyuk tak percaya.
"Bodoh, membunuh diri sendiri karena ditinggal seseorang benar-benar sangat bodoh. Pikirkan juga orang-orang disekelilingmu yang kau tinggali sebelum bertindak. Ditambah kau membunuh orang-orang tak berdosa hanya karena mereka berada disana, dasar egois" marah Rielle.
Mendengr itu Joonghyuk mengerang marah.
"Kau sendiri yang egois, melakukan misi sendiri dan mati, dan itukah kata-kata pertamamu ketika melihatku?"
Rielle hanya tersenyum sinis mendengar kata-kata itu.
"Sayang sekali, tetapi sejak kematianku, aku sudah terkurung disini, melihatmu melakukan hal-hal itu" kata Rielle.
Joonghyuk terkejut, seluruh tubuhnya membatu mendengar itu.
"Kau... disini sejak awal?"
Joonghyuk melihat sosok Rielle yang semakin transparant. Dia berlari kearah cermin mencoba meraih Rielle, namun gagal.
"Ya, dan aku akan sangat marah jika kau bunuh diri setelah ini. Kau harus menanggung semuanya dan hidup. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, sunfish bastard."
Belum sempat Joonghyuk membalas perkataan Rielle, wujud Rielle sudah menghilang dari cermin.
Joonghyuk terdiam beberapa menit sebelum akhirnya berteriak sambil memukul cermin tersebut hingga pecah.
"Terus hidup untuk menanggung dosa? Bisa-bisanya kau mengatakan itu setelah semua ini...." Joonghyuk mengatur napasnya "Aku... masih ada yang belum aku katakan padamu" kata Joonghyuk.
Disisi lain Rielle masih bisa mendengar Joonghyuk sambil melihat dirinya semakin transparan.
"Lucu sekali aku berhasil menghilang hanya karena menampar dia dengan kenyataan...." Namun, Rielle tersenyum kecil "tetapi setidaknya dengan ini dia tidak akan bunuh diri, walaupun dia pasti akan menyesal seumur hidup. Maaf aku tidak bisa mengetahui apa yang ingin kau katakan, Joonghyuk"
Setelah mengatakan itu Rielle menghilang meninggalkan Joonghyuk dikamar tersebut.
Joonghyuk berdiri dan berjalan menuruni tangga dan memasuki sebuah ruangan. Suhu udara di tempat itu sangat dingin dan ditengah-tengah ruangan terdapat dua peti mati, yang satu berisi mayat Rielle dan bunga Forget-me-not di sekelilingnya sedangkan yang satu lagi masih kosong.
Joonghyuk mengambil satu tangan Rielle yang sudah pucat dan dingin.
"Baiklah, aku akan menuruti perkaatmu. Maafkan aku tidak bisa menemanimu disini, Rielle" kata Joonghyuk.
Published 02nd of November, 2021
#PAW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top