xvi - They Give Up for Their Partner
Participant and Pairing:
rey_asha → SamaRain
Evellyn_93 → LuciRhe
RainAlexi123 → RayA
.
.
.
SamaRain
By: rey_asha
Samatoki berdecak kasar. Kedua tangan terlipat di depan dada sementara netranya mengedarkan pandangan. Jeruji besi membatasi dirinya dengan kebebasan yang seharusnya masih menjadi miliknya.
Wrong person, wrong time.
Ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Samatoki sekarang. Berada di waktu yang salah—tepat saat kepolisian meringkus sindikat rival yang tengah menyambut kedatangan 'barang' barunya untuk dikirimkan ke kartel mereka.
Samatoki berada di sana bukan tanpa alasan, ia sengaja membiarkan dirinya masuk dalam perangkap rival dan datang ke pelabuhan. Tertangkapnya ia oleh pihak polisi akan menurunkan kewaspadaan organisasi rival. Momen yang tepat untuk menciduk mereka, bukan?
Segalanya sudah sesuai rencana. Namun Samatoki tetap membenci suasana di penjara yang mengurungnya bagai tikus kecil tanpa jalan keluar.
Sudah beberapa hari ia terjebak dalam ruangan sempit berdinding abu-abu pucat. Masih belum ada kabar dari anak buah maupun rekannya, sedangkan sumbu kesabaran Samatoki sudah di ambang batas.
"Jika bukan karena bajingan itu mengincar Rain. Mana sudi tertangkap konyol seperti ini," gerutunya. Jemarinya mengetuk lengan, menghitung mundur hingga stok kesabarannya benar-benar habis terbakar.
Bagai mendengar protes yang terus dilontarkannya sejak beberapa hari lalu. Suara ledakan menggema dari arah yang berlawanan dengan selnya menggetarkan hampir seisi gedung. Sudut bibirnya tertarik lebih dalam saat mendengar suara feminin yang familiar meneriakkan perintah.
Derap langkah yang saling bersahutan menggema di lorong sebelum akhirnya iris merahnya bertemu dengan sosok berhelai keemasan. Wanita yang dijodohkan dengannya tampak lebih memesona sejak terakhir mereka bertemu. Alih-alih senyum manis dan tangis haru, sang wanita menatapnya dengan dahi mengernyit dan wajah merengut.
"Tidak ada ucapan 'aku merindukanmu'?" Samatoki akhirnya bersuara.
Rain mendelik. "Di penjara lima hari sudah membuatmu berhalusinasi?"
Samatoki mengangkat bahu acuh tak acuh. "Tidak salahnya sedikit berharap."
Rain berhasil membuka kunci sel Samatoki, memberi isyarat pada pria itu untuk segera mengikutinya. "Aku juga berharap kau sedikit lebih pintar agar tidak tertangkap. Tapi kita tidak bisa selalu mendapatkan yang kita inginkan, bukan?"
Samatoki mendecih, mengimbangi kecepatan Rain. "Kau dan sarkasmemu itu."
Dalam pelarian mereka, ia beberapa kali berjumpa dengan anggota kepolisian. Tidak ingin menghabiskan waktu, Samatoki langsung menyerang mereka hingga pingsan. Rain berdecak, tapi tidak berkomentar.
"Anak buahmu bersikeras ikut setelah tahu kalau kau hanya korban salah sasaran," kata Rain setengah terengah. Punggung mereka menabrak dinding sesaat untuk mengamati situasi baru tungkai kembali dipaksa berlari. "Saat aku menangkap rivalmu, mereka sudah menyusun rencana sendiri."
"Mereka menyusun rencana tanpa seizinmu?"
Rain menghentikan langkah, melirik Samatoki dengan sebelah alis terangkat. "Dari penjelasanku, kau hanya menangkap kalimat itu?"
Samatoki mendecih, mengikuti Rain yang bergegas menuju mobil hitam yang terparkir di sisi gedung. "Hanya itu yang penting."
Rain menggeleng jengah. Wanita itu menekan earpiecenya memberitahu bahwa Samatoki berhasil kembali dan memerintahkan anak buahnya untuk mundur sebelum tim SWAT datang.
"Jadi?" Samatoki menuntut penjelasan kala mobil melaju selama beberapa menit. Ia menerima jaket pemberian Rain, melepas baju yang belum diganti selama beberapa hari.
"Selagi aku sibuk mengurus rivalmu dengan para eksekutif, beberapa bawahan kepercayaanmu sudah mengatur strategi untuk mengeluarkanmu dari penjara," Rain menjelaskan. "Walau ada beberapa miskomunikasi, mereka akhirnya bergerak di bawah pimpinanku."
Meski aneh mengingat situasi mereka, tapi bagian diri Samatoki bagai bergejolak. Jika bisa diungkapkan, maka emosi yang menghantamnya saat ini adalah bangga dan kasih sayang. Abai dengan fakta bahwa pernikahan mereka hanyalah perjodohan bisnis, Samatoki tetap menyimpan rasa pada gadis berhelai keemasan di sisinya.
"Dan kau!" nada bicara Rain mengejutkan Samatoki. "Aku bersumpah kalau bertingkah nekat lagi, akan kubiarkan kau membusuk di penjara."
"Bertingkah bagaimana?" Samatoki tersenyum jahil, mengalungkan lengannya pada sandaran jok pengemudi.
"Menyerah pada polisi, menghilang tanpa memberitahuku lalu saat kutemui kau berada di penjara," gerutu Rain. "Yang seperti itu bukan gayamu, tahu!"
"Apa itu nada khawatir yang kudengar?"
Rain berdecak. "Bukan. Nada lelah karena memiliki suami sepertimu."
"Iya, iya. Aku juga merindukanmu, kuso onna."
__________________
LuciRhe
By: Evellyn_93
Semua orang juga tahu jika Lucien adalah tangan kanan sekaligus tunangan Rhea yang paling setia. Melukai sang permaisuri barang seujung kuku saja bisa mengundang sisi gelap sang pria. Sayangnya tidak banyak yang paham konsekuensi kalau belum merasakan. Baru saja kemarin Lucien membantai salah satu orang sekaligus bawahan-bawahannya, sekarang sudah ada yang berani macam-macam lagi.
Tidak tahu diri memang.
Pete hanya berdiri di samping Lucien yang bungkam, keringat dingin meluncur bebas di lehernya. Mata violet yang menajam serta senyap yang menyiksa seperti ini sudah cukup untuk menaikkan adrenalinnya. Semua ini gara-gara secarik kertas berisi ancaman pada bos besar mereka.
"Sepertinya orang yang kemarin punya koneksi cukup luas." Pete tidak berkata apa-apa, hanya mengangguk setuju. Atasannya mengoper kertas itu padanya, beri giliran baginya untuk membaca. Matanya bergulir membaca kata demi kata. Tidak salah, black mail ini ditujukan untuk Rhea Crawford.
Pete ingat wajah lelaki gempal yang badannya berlubang oleh peluru Lucien kemarin. Tidak disangka punya relasi di Hongkong. Relasinya pun tidak sembarangan, keluarga mafia berkedok pemilik kasino terbesar disana. Sepengetahuannya, mereka adalah lawan yang cukup berat jika tidak dibekali dengan taktik yang tepat. Pete kembali ke isi suratnya, otaknya keluarkan kesimpulan. Intinya, mereka mau keluarga Crawford jadi ganti atas matinya kolega mereka. Posisinya pun akan disejajarkan dengan posisi koleganya yang dulu. Kalau tidak, mereka tidak segan-segan memulai perang dengan keluarga Crawford.
Fokusnya buyar saat mendapati Lucien beranjak dari duduknya. Sudut matanya mengekori atasannya. "Aku akan membawa beberapa anak buah ke Hongkong. Kau jaga Rhea disini."
Belum sempat Pete menjawab, Lucien sudah meninggalkan ruangan. Sempat ia dapati betapa tenangnya Lucien saat berbicara, tapi dia tahu benar besarnya murka yang tersimpan disana.
***
"Mau kemana?"
Lucien berhenti dan tangannya yang membenarkan jas melayang. Mendapati gadisnya yang memanggil, Lucien berjalan mendekatinya. Satu kecupan di dahi mendarat, senyum terkembang. "Aku ada urusan sebentar. Pulang besok pagi."
Lucien tahu yang akan dia hadapi adalah mafia besar, sama seperti keluarga ini. Tapi sudah jadi tugasnya juga untuk menjaga bisnis ini tetap aman. Tugasnya juga untuk memastikan permaisurinya tidak terluka.
"Baiklah, hati-hati."
Maka jika esok hari datang dan Lucien tidak pulang, pilihannya untuk maju melawan tidak pernah salah. Pilihannya untuk berkorban nyawa demi keselamatan Rhea sudah tepat.
Karena, untuk siapa juga Lucien hidup jika bukan untuk Rhea?
__________________
RayA
By: RainAlexi123
Orang bilang, dalam hidup perlu pengorbanan...
"Ray, aku merasa kalau aku pernah melihat wajahmu sebelumnya."
Ray yang sedang membaca buku, hampir saja menjatuhkannya. Laki-laki bermahkota gelap itu berdehem pelan, kemudian menepuk pelan sampul buku yang dia pegang—seolah meminta maaf pada sang buku.
"Ai, kita sudah sering bertemu sebelum ini kan?"
Perempuan berambut gulali yang menjadi lawan bicara Ray, menggeleng pelan. Tangannya tampak tak henti mengelus kucing yang ada di pangkuannya.
"Maksudku, jauh sebelum ini—mungkin dua tahun yang lalu?"
Ray diam, sebelum akhirnya mengangkat kedua bahu.
"Mungkin sebelum bertemu, kita pernah berpapasan?"
Ai berpikir, sebelum akhirnya mengangkat kedua bahu juga.
"Mungkin? Aku hanya ingin bilang wajahmu terasa familier."
***
"Yang benar saja Bos? Identitasmu hampir ketahuan pacar??"
Tawa Fenrir memenuhi ruang kerja Ray, sementara pemilik ruangan itu hanya bisa mengangguk lemah.
"Sesaat aku ingin memberitahu Ai identitasku," sahut Ray sambil mengerjakan laporannya.
"Tapi kau tidak boleh melakukannya, Ray," Sirius memasuki ruang kerja Ray bersama Seth, "Vincent Harcourt adalah Kepala Divisi Khusus Kepolisian, apa reaksinya jika tahu anak perempuan satu-satunya berpacaran dengan seorang mafia, terlebih lagi pemimpinnya."
"Jika perang adalah reaksinya, aku tidak masalah kau memberitahu identitasmu, Ray~" sahut Fenrir.
"Kesampingkan perang, apa tidak menutup kemungkinan Nona Ai akan meminta putus?" tanya Seth.
"Ai tidak mungkin meminta putus ...," Ray diam, "... kan?" dan ucapannya ditutup dengan penuh keraguan.
"Kau sudah tidak menunjukkan dirimu di dunia bawah sejak bertemu dengan Nona Ai," ucap Sirius mencoba menenangkan atasannya, "aku yakin identitasmu tidak akan ketahuan begitu saja."
"Kuharap begitu," balas Ray menghela napas—menyelesaikan tugasnya hari ini.
Baru saja suasana menjadi tenang karena Sirius, pintu ruangan Ray terbuka—menampilkan Luka dengan tangannya memegang ponsel ke telinga.
"Bos, aku punya kabar buruk—Nona Ai diculik oleh kelompok musuh."
***
"Dengan begini, mereka tidak akan berbuat sembrono, kan?"
"Benar, hahaha!"
Ai yang sedari tadi duduk dengan posisi terikat hanya diam mendengarkan.
"Apa kalian tidak takut?" tanya Ai akhirnya.
"Ha?" dua laki-laki yang bertugas menjaga Ai bertanya dengan serempak.
"Jika kalian mengancam dengan menculikku—kalian hanya akan dimasukkan ke dalam penjara," jelas Ai.
"Penjara?"
Ai mengerutkan alisnya.
"Huh? Bukannya kalian ingin mengancam ayahku?"
Kini dua laki-laki itu mengerutkan alisnya.
"Ayahmu?"
"Eh?"
Mereka tak sempat melanjutkan pembicaraan saat pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan Ray yang sudah memegang rifle, bersama anak buahnya yang berada di belakang. Ray menatap kedua laki-laki tersebut, sorot matanya menajam.
"Pertama, lepaskan Ai sebelum kalian berakhir sama seperti rekan kalian di belakang. Kedua, aku tidak akan memberikan apa-apa pada kalian, selain jaminan masuk penjara karena menculik orang yang salah."
Tapi bagi Ray, mengorbankan Ai adalah pilihan bodoh.
Published 26th of October, 2021
#PAW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top