xlvii - They're Stuck Because of A blizzard

Participants and Pairings:

AisakiRoRa - ErnestOcha

queenofjoker_ - ToVier

-KAGEYAMSMILK - TauMeli

Cuzhae - VicRor

Kurogane_Luna - Kiyosoph

.

.

.

   » ErnestOcha

Untuk ukuran salju yang baru saja turun, badai salju yang dilanda hari ini cukup lebat juga. Langit pun berwarna abu-abu disertai salju-salju sehingga paduan abu-abu dan putih menjadi warna gradasi yang sesuai. Ocha, yang baru saja akan memakai jaket nya--terpaksa terhenti ketika melihat dari jendela kondisi di luar. Ia menghela nafas pelan. Ocha batal untuk pergi.

"Tinggalah disini untuk semalam, Ocha." Ernesto melangkah mendekati Ocha yang menoleh ke arahnya. Dengan senyuman manis tercetak di bibir Ernesto, Ocha mengerti. Lantas Ocha mengembalikan jaketnya kembali ke stand hanger berwarna coklat.

Ernesto menarik salah satu tangan Ocha, membawa sang kekasih menuju ruang keluarga, kemudian mereka duduk di sofa panjang nan empuk berwarna abu-abu itu. Ernesto sendiri sudah menyalakan perapian agar kehangatan segera menyelimuti mereka.

"Ah, padahal aku ingin segera mengunjungi toko buku hari ini. Ada series buku yang ku ikuti sejak lama, rilis hari ini." Ucap Ocha pelan dengan kecewa.

Sambil mengangkat satu tangan dan meletakkannya pada puncak kepala rambut hitam itu, Ernesto mengelus pelan Ocha. "Tidak apa, jika saljunya sudah reda akan kutemani nanti."

"Bukankah kamu sibuk?"

"Jika itu hal yang berurusan dengan dirimu, aku tidak pernah sibuk." Balas Ernesto dengan lembut. Rasa kecewa Ocha juga mulai berkurang.

Kemudian, Ocha memperpendek jarak mereka. Memeluk kekasihnya itu. Ernesto tersenyum, lagi-lagi. Merasa lega karena kekecewaan Ocha bisa berkurang. Ia tepuklah punggung Ocha dengan penuh kasih sayang.

"Jangan sedih, oke? Jika nanti kehabisan, akan kucarikan sampai dapat."

"Terima kasih, Ernesto."

Sore itu, suasana dingin pun digantikan oleh kehangatan mereka berdua. Rasa saling peduli dan sayang satu sama lain, tidak jauh dari mereka. Badai salju pun berlalu dengan cepat tanpa mereka sadari.

__________________

   » ToVierr

Vier Kageyama menatap kondisi cuaca di luar rumah lewat jendela kamar. Hari itu hujan salju dan badai sejak pagi buta, dan kedua pasangan Vier dan Tobio tidak bisa keluar rumah. Untungnya kemarin Vier sempat membeli bahan-bahan makanan mumpung awal bulan, tapi tidak menyangka cuaca berubah tiba-tiba melawan prediksi cuaca kemarin. Semua rencana mereka pada hari itu terpaksa dibatalkan.

"Hari ini pertandingan voli juga dibatalkan, sebagian besar pemainnya juga terjebak badai salju. Jangan khawatirkan itu," tiba-tiba di belakang perempuan berambut perak itu terdapat sosok laki-laki membuyarkan lamunannya. Tidak lain lagi dia adalah Tobio, kekasihnya yang kini adalah setengah jiwanya dari setahun lalu.

Vier mengerjap kedua matanya. Dia baru sadar hari itu harusnya Tobio ada pertandingan voli. Setelah mengetahui kondisi cuaca, tidak mengherankan juga alasannya. Vier menoleh ke arah Tobio, menatapnya dengan manik merah keunguannya. Tobio berdiri tidak jauh dari Vier.

"Sayang sekali, padahal kamu sudah berjuang sangat keras untuk pertandingan hari ini," Vier mengernyitkan dahinya.

"Hey, jangan berbicara seperti itu. Aku bisa ada waktu sendiri jauh-jauh dari olahraga, tahu," balas Tobio, menatap datar Vier.

"Apakah ini karena alam memintamu untuk istirahat?" jawab Vier sembari tersenyum lugu.

Tobio terdiam agak lama, menatap Vier sehingga menciptakan suasana canggung. Vier juga kebingungan apakah ada kesalahan pada ucapannya. Tobio merasakan bahwa istrinya merasa tidak nyaman, dan langsung membalas jawaban Vier.

"Bisa jadi, anggap saja begitu, sih. Aku ingin istirahat juga, tidak ada salahnya," lalu Tobio menggaruk tengkuknya, "mungkin kita bisa menikmati waktu seharian ini?"

"Um, aku terpikirkan untuk memasak ramen hari ini, kalau kamu tidak mau bisa kari. Kalau tidak mau juga karena ribet, kita bisa makan telur dadar bersama.Aku ada bahan-bahannya di kulkas, baru stok kemarin. "

"Baguslah, aku akan temani."

Vier tersenyum senang. Dia beranjak turun dari sofanya, lalu memeluk erat Tobio tiba-tiba. Pelukannya sangat erat seperti pelukan beruang. Napas sang pemain voli agak sesak, dan dia tidak bisa melepas pelukannya. Dia hanya bisa pasrah menerima situasi, berharap Vier melepaskannya secepatnya sebelum berpindah alam.

Memasak bersama untuk makan siang dan makan malam bukan keputusan yang buruk untuk mengisi waktu seharian.

__________________

   » TauMeli

"Bagaimana dengan kencan nya ?" Taufan berucap.

Seperkian detik taufan tak mendapat jawaban dari sang kekasih membuat nya menolehkan pandangan nya tak terkejut, lagi dan lagi Melif hanyut dalam pekerjaan nya sebagai editor buku novel.

Kedua iris hazel berpaku pada layar monitor menghiraukan ucapan sang kekasih, "Meli ?"

Taufan kembali berucap sembari kedua tangan melingkar pada tubuh mungil sang gadis, Melif yang menyadari itu tersadar dari lautan kata novel yang ia periksa.

"Taufan ? Ada apa ?"

"kencan ?" pemuda dwiwarna itu memanyunkan bibir nya, sedikit membuat Melif tertawa kecil.

"aku akan meyelesaikan pekerjaan ku terlebih dahulu, setelah itu kita akan pergi kemana pun kau mau." Gadis bersurai kelam itu berucap kala kedua fokus kembali pada layar persegi.

"Tidak ! Sangat sulit membuat mu mengalihkan fokus pada pekerjaan, sekarang saja ! Akan sangat romantis jika kita berjalan jalan dibawah pohon natal dengan segala hiasan nya bukan ?"

Samar rona merah muda terpatri pada pipi halus sang gadis, "ba-bailkah jika itu mau mu, aku akan mengambil mantel."

***

"Taufan sudah kubilang bukan, Aku minta maaf." Berulang ulang Melif mencoba membujuk Taufan yang sedang merajuk.

"Tak mau, Padahal aku sudah berusaha untuk meluangkan waktu untuk mu." Pemuda itu tenggelam dalam selimut, menutup diri dari Melif,

"aku kan sudah minta maaf, berhenti merajuk Taufan." Gadis itu berusaha dengan sekuat tenaga menarik selimut yang menutupi tubuh pemuda dwiwarna itu.

"Aku sudah lama menunggu momen ini, makan malam romantis dengan mu, hanya kita berdua, tapi aku harus menunggu mu menyelesaikan pekerjaan mu dan berakhir dengan badai salju." Taufan berucap dengan sangat menyedihkan, angan angan yang sudah ia rencanakan sejak lama hancur saat Melif memilih untuk bercinta dengan pekerjaan nya dari pada dengan diri nya.

Sang gadis menghela napas, "Baiklah, untuk yang terakhir kali nya aku minta maaf sudah menghancurkan rencana mu. Bukankah lebih baik kita berada dirumah saja ? Menghabiskan waktu dirumah tidak ada salah nya bukan ?"

Taufan yang mendengar ucapan Melif mulai menunjukan batang hidung nya.

"Aku ingin kue jahe, mau membuat nya Taufan ?" Melif menampilkan senyum khas milik nya, kini giliran Taufan yang membuang napas, sedikit terbujuk oleh rayuan sang gadis jelita.

"Tentu, mari buat yang banyak. Lagi pula tidak ada salah nya terjebak badai salju jika bersama dengan diri mu bukan ?"

__________________

   » VicRor

Geburan angin menderu kencang membawa salju dalam perjalanannya. Badai salju menyerbu kota Loveland. Memang hal ini biasa terjadi, tetapi badai kali ini tidak ada peringatan terlebih dahulu di berita. Sungguh terlalu tiba-tiba.

"Untuk sementara kita tidak bisa keluar dari kantor," ucap Victor pada Rora yang sibuk memandangi badai lewat jendela. Wanita itu terlihat beberapa kali menghela napas.

"Tapi ini pasti akan lama, 'kan? Haah, aku ingin pulang, sungguh," keluh Rora.

Mau apa juga? Di tengah badai seperti ini sangat berbahaya melakukan aktivitas transportasi. Jalan yang tidak terlihat karena kabut tebal serta angin yang membawa salju memastikan perjalanan sedikit kemungkinan berjalan lancar.

Terjebak dalam badai memang bukanlah hal yang menyenangkan. Terkurung dalam satu tempat, tidak bisa kemana-mana, dan ketakutan bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu redanya badai.

Rora mengetuk jarinya bosan pada siku kursi. "Dalam keadaan seperti ini pun kamu tetap berkutat pada pekerjaanmu. Yang benar saja, Sayang." Sungguh seberapa obsesinya Victor dalam bekerja sehingga mengabaikan suara berisik angin di luaran sana?

Victor hanya melirik sang istri sekilas. Lalu segera menutup laptopnya. Pria jangkung itu menggenggam tangan Rora. "Jangan marah, Dummy. Aku hanya tidak tahu apa yang harus dilakukan di tengah badai seperti ini."

Dasar gila kerja, batin Rora. Dibalasnya genggaman Victor, dengan manik cobalt blue Rora memandang teduh suaminya.

Dengan pipi yang bersemu Rora berkata lirih, "Kalau begitu ... bagaimana kalau kita menghangatkan diri saja."

Sejenak Victor terhenyak, sedikitnya ia tahu maksud tersembunyi dari perkataan sang istri. "Ekhem ... ya berhubung sepertinya badai masih lama."

Jangan berpikir macam-macam dahulu. Hanya menonton film drama dengan secangkir susu hangat saja, ditambah saling mengeratkan rangkulan satu sama lain. Sekadar itu saja, sungguh.

__________________

   » KiyoSoph

"Hah, cuacanya menyebalkan sekali." Kashuu menghela napas panjang, mata tak henti melirik ke luar jendela yang menyuguhkan badai salju yang semakin ganas tiap waktu berlalu. Jaket di badan semakin dieratkan guna menghalau hawa dingin yang menusuk tulang.

"Sophie, pakai syalmu dengan benar." Walau mulut berucap dengan nada cerewet, tangannya tentu bergerak membenarkan syal berwarna merah layaknya warna mata sang pria yang merupakan hadiah dari Kashuu sendiri. "Bagaimana jika kau nanti masuk angin, hm?"

Sophie tertawa kecil, wajahnya terhias rona merah, entah karena hawa dingin atau karena rasa hangat karena gestur kecil dari sang suami. "Hehe, walau begitu Kashuu akan merawatku, bukan?" Senyum pun ikut menghiasi wajah Sophie setelah menjawabnya.

Kini giliran Kashuu yang memerah mendengar ucapan yang keluar dari mulut Sophie. "Bicara apa sih kau ini." Sekali lagi antara ucapan dan apa yang dilakukan Kashuu kembali berlawanan. Walau terdengar seperti menolak afeksi dari sang perempuan berambut panjang tersebut, Kashuu lah yang menarik sang istri untuk semakin mendekat pada dirinya, kalaupun masih ada jarak diantara mereka.

"Kashuu?"

"Mhm, kau hangat."

Mendengar itu membuat Sophie tak segan untuk semakin merapatkan diri pada tubuh hangat milik sang pria bermata merah terkait. "Kashuu juga hangat kok," balas sang perempuan.

"Hei, Sophie?"

"Hm?" Pemilik rambut himecut itu menatap Kashuu yang menatapnya dengan lekat juga. "Apakah aku boleh egois—" tangan sang lelaki mengusap pelan pipi Sophie yang dingin. "—Dan menganggap kita yang terjebak di gubuk dingin di tengah badai salju ini adalah cara tuhan untuk memberi kita waktu bersama?"

"Kau tahu kan bahkan di saat hari libur saja kita tidak bisa menghabiskan waktu bersama, dan aku sangat kesal dengan itu. Apa salahku sampai aku tidak bisa menghabiskan natal bersama istriku sendiri." Kashuu mengenduskan napas sebal terhadap kejadian malam kemarin.

"Padahal aku hanya ingin memeluk istriku seperti ini saja, tahu. Dan aku berhasil mendapatkan kesempatannya sekarang. Kurasa terjebak kedinginan seperti ini juga tidak buruk." Sophie kembali tertawa kecil, "Benar. Walaupun dingin sekali, ada Kashuu yang bisa menghangatkanku dengan pelukannya!

Published on 16th of December, 2022

#PAW

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top