xli - She/He Is a Single Parent
Participants and Pairing :
queenofjoker_ - GavinAsa
Asakura_Haruka - KiyoSoph
.
.
.
GavinAsa
‘Dia hanya juniorku semasa SMA, dan kami tidak banyak bicara lagi ketika masuk dunia universitas. Tetapi, mengapa semuanya seperti berjalan sangat cepat?’
Gavin Bai yang tengah duduk bertopang dagu di atas meja, berpikir keras setelah dia mendapatkan cerita dari teman-temannya beberapa menit lalu. Mereka tiba-tiba membicarakan tentang Asakura, perempuan yang dicintainya jauh sebelum dia pindah dari Kyoto. Berdasarkan informasi yang diterima, Asakura mengalami hal tidak terduga dan terdengar tabu. Gavin sama sekali tidak tahu berita apapun tentang perempuan itu, karena sempat terpotong komunikasi lama.
Ah, setidaknya rasa cinta Gavin tidak pernah padam untuk Asakura, dalam kondisi apapun. Dia sendiri pernah bersumpah bahwa dia akan memperjuangkan hatinya, sampai menikahinya.
Kabarnya Asakura telah menikahi seseorang, dan Gavin sama sekali tidak tahu siapa karena tidak ada yang cerita juga. Namun, orang itu meninggal setahun yang lalu. Mereka memiliki seorang anak yang usianya masih sangat kecil. Detailnya, Gavin tidak paham karena teman-temannya dan koneksinya juga tidak memberikan informasi jelas. Setidaknya dia senang Asakura masih sehat.
‘Aku tahu, aku sempat berpikir kalau aku berlebihan, tapi tidak menyangka akan terjadi juga. Yah, bukan mendoakan hal terburuk untuk Asakura.’
Setelah cukup mencari koneksi, Gavin akhirnya bisa menghubungi Asakura. Tidak perlu perjuangan berhari-hari karena teman-teman terdekatnya mau membantu. Ada beberapa di antara mereka yang curiga, tapi Gavin bisa meyakinkan mereka bahwa dia adalah ‘kekasih’ Asakura. Sesekali dia menyalahgunakan kuasanya selama tidak merugikan siapapun menjadi pengalaman menarik, bukan?
Keduanya bertemu di depan sebuah sekolah TK, lokasinya tidak seberapa jauh dari tempat kerjanya. Gavin masih ingat jelas Asakura memang tertarik sebagai guru atau apapun terkait menjaga anak-anak. Perempuan itu menceritakannya sendiri ketika masih di bangku SMA. Pekerjaan itu cocok untuk dia yang sangat lembut.
Kedatangan Gavin yang tiba-tiba sempat menjadi buah bibir para orang tua yang ada di sana. Mereka mengira bahwa ada kasus kriminal terjadi di tempat pendidikan. Gavin tidak mengganti seragam kerjanya, karena dia berkunjung di jam kerja. Dia sempat menjelaskan kedatangannya adalah menemui seorang guru yang bernama Asakura.
Sosok puan berambut berambut hitam sebahu keluar dari ruangan kelas, dan kedua manik abu-abunya menatap Gavin tidak percaya. Dia tidak siap untuk menceritakan apapun, bahkan dia takut jika Gavin akan membencinya. Bagaimana dia bisa menjelaskan kehidupannya yang bak kereta luncur di taman hiburan? Asakura ingin menggali sebuah lubang dan masuk ke dalam.
“Gavin, uh, aku…” Asakura mencoba untuk memulai pembicaraan.
“Apakah kau luang, Asakura? Aku ingin bicara,” Gavin juga agak canggung. Sudah berapa tahun lamanya dia tidak melihat kekasihnya? Dia tidak berubah terlalu banyak juga.
“Sebenarnya, kamu datang tepat waktu juga, sih. Ini jam istirahat untuk anak-anak. Mereka akan bermain di taman belakang sekolah ditemani guru lain, jadi kita bisa bicara di dalam kelas,” jawab Asakura, memberikan idenya. Dia memberikan senyuman lembut ke arah Gavin.
Senyuman itu, sudah lama dia tidak melihatnya. Hatinya saja sudah berbunga-bunga. Memang, dialah Asakura yang dicintainya. Seandainya Asakura statusnya adalah istri sahnya, Gavin sudah memberikan pelukan hangat dan mengelus belakang kepalanya lembut. Dia belum berani menyentuhnya sembarangan, apalagi ini adalah tempat publik dan tindakan mereka bisa dilihat para bocah.
“Baguslah. Sepertinya aku harus mengabari kepala sekolahmu terlebih dahulu dan memberikan surat izin datang berkunjung?” Gavin menaikan satu alisnya.
“Karena atasanmu punya koneksi dengan kepala sekolah di sini, mungkin itu bisa dibicarakan lagi. Aku akan membantumu untuk menjelaskan situasi di sini jika diperlukan,” jelas Asakura.
***
Keduanya duduk di ruang kelas, dan diam dalam waktu yang lumayan lama. Seharusnya mereka tidak secanggung sekarang, toh hubungan mereka juga cukup dekat selama di SMA. Gavin melirik ke arah Asakura yang menunduk, ragu untuk memulai pembicaraan. Tidak ada siapapun di kelas selain mereka, bahkan CCTV di ruang kelas saja kondisinya mati karena perbaikan.
“Jadi, kudengar kamu sudah menikah, ya? Selamat,” ucap Gavin, agak memelankan volume suaranya.
“Itu sudah lama terjadi, maaf kalau tidak menceritakannya padamu,” balas Asakura, kepalanya melihat ke Gavin.
Gavin menghela napas singkat. “Aku mengerti, jangan merasa bersalah juga. Saat itu aku juga lebih memilih karier daripada berkeluarga terlebih dahulu,” balasnya, tersenyum kaku.
“Meskipun aku tidak bisa menepati janji untuk menikahimu, kamu … tidak marah, kan?”
Marah? Sedih? Tentu saja ada. Tapi itu tidak berarti Gavin bisa menikahi Asakura sekarang, kan? Sekarang dia sudah siap menjadi suami dan ayah. Rasa cintanya pada wanita itu belum surut sama sekali, dan ini kesempatan yang tepat. Hanya butuh waktu saja untuk menerima realita.
“Aku pasti marah dan sedih, menyalahkan diriku yang tidak bisa cepat mengambil hatimu,” ucap Gavin, “tapi, aku masih mencintaimu apapun yang terjadi. Suka maupun duka, sehat atau sakit. Kurasa kamu masih punya perasaan yang sama sepertiku, kan?”
---------------------------
KiyoSoph
"Papa, Mama itu seperti apa ya?" Pertanyaan polos dari seorang gadis kecil yang merupakan buah hatinya bersama Sophie membuat Kashuu berhenti sejenak dari pekerjaannya yang sedang mencuci piring selepas makan malam.
"Kau ingin tahu?" Kashuu balik bertanya yang disahuti anggukan olah gadis kecil berumur 6 tahun itu.
"Kata teman-temanku, besok adalah hari ibu. Mereka bersiap untuk membahagiakan mama mereka. Tapi aku tidak bisa ikut karena aku tidak punya mama."
Ucapan sang putri membuat hati Kashuu mencelos. Dia hanya ingin putrinya hidup bahagia walau tanpa sosok sang ibu yang meninggalkannya sesaat setelah sang anak lahir.
Ia kini menyejajarkan tubuhnya agar tingginya sama dengan sang anak.
"Kau ingin merayakan hari ibu?" Tanya Kashuu yang lagi-lagi hanya disahuti anggukan oleh sang putri.
"Kalau begitu, coba kau tulis surat untuk mamamu. Besok kita akan pergi ke suatu tempat."
Sang putri tersenyum sumringah dan segera berlari ke kamarnya untuk menulis surat untuk sang ibu.
Kashuu tersenyum masam, mengingat kembali bahwa waktunya bersama Sophie sangatlah singkat. Ia ingat betul bahwa dirinya sempat panik dan tidak percaya saat dokter mengatakan bahwa isterinya mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan sang putri. Membuatnya menghembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan Kashuu bersama putri kecilnya yang sangat mirip dengan sang isteri.
Keesokan paginya, Kashuu mengajak putrinya ke pemakaman yang berada di pinggiran kota.
"Papa, kenapa kita berada di sini?" Tanya sang putri.
"Ini adalah tempat mamamu beristirahat. Kau bisa membacakan suratmu disini."
Kashuu berhenti pada suatu makam dengan batu nisan yang bertuliskan nama sang isteri. Menaruh bunga di bawah nisannya sambil berbisik pelan,
"Aku datang bersama anak kita, Sophie…"
"Papa… apa mama… berada di surga?" Pertanyaan polos sang putri kembali dilontarkan. Kashuu kini tersenyum dan menatap putrinya dengan tatapan teduh.
"Kau sudah tahu?"
"Huum. Kata Bu Guru, Mamaku ada di surga, jadi agar mama bahagia, aku harus jadi anak baik."
Kashuu terkekeh pelan lalu mengacak rambut putrinya penuh sayang.
"Kau benar, jadi bisa kau bacakan suratmu untuk Mama yang berada di surga?"
Published on 3rd of November 2022
#PAW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top