x - They're Ruler of Different Country
Participant and Pairing:
AisakiRora → RayAEvellyn_93 → IdiCaUnwrittenWhitePaper → IchiRora
.
.
.
RayA
By: AisakiRoRa
"Belle hilang." Celetuk Ray kepada Asakura di depan lobi MED. Mereka tidak sengaja bertemu saat itu. Asakura berada di hadapan Ray saat ini sembari melipat kedua tangan di depan dada. Menghembuskan nafas perlahan, lantas memijat pelipis, "Belle maksudmu--kucing mu? Bagaimana bisa hilang?" Tanya Asakura pada Ray.
"Dia kabur saat kami tiba disini." Jelas Ray pada Asakura.
"Astaga. Lagipula mengapa kamu membawa Belle kemari!"Asakura memijat-mijat pelipis, masalah baru datang sebelum masalah lainnya selesai. Sedangkan Ray, dia hanya menyengir kecil tanpa dosa.
"Kalau begitu Asakura-san ... aku cari Belle dulu. Permisi." Ucap Ray kemudian ia beranjak pergi meninggalkan Asakura. Sang gadis hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan Ray yang sedikit ceroboh.
***
Ray sudah memutari seluruh gedung MED, namun ia tidak menemukan Belle sama sekali. Ia menghembuskan nafas, lelah mencari sejak setengah jam yang lalu. Terdiam berdiri seraya mengatur nafas. Bahkan ia hampir lupa bahwa ia kemari karena ingin bertemu dengan Ai.
Benar, Ai.
Sang pemuda menaikkan kedua alisnya. Ai. Ia harus menemui Ai--siapa tahu saja gadis itu menemukan Belle dengan tak sengaja. Raut wajah Ray sedikit mencerah, ia melangkah pergi. Berjalan menelusuri bagian tertinggi gedung ini, mencari tangga yang menghubungkannya dengan rooftop. Tidak sampai semenit, pemuda itu tiba. Lantas, Ray membuka pintu rooftop. Pandangannya, langsung tertuju pada seseorang berambut panjang dengan warna merah muda. Mengangkat seekor kucing berbulu abu-abu dengan tersenyum.
"Ah, seharusnya aku tidak perlu capek-capek mencari Belle kesana kemari. Nyatanya, Belle tahu harus kemana." Ucap Ray berjalan mendekati Ai. Sang gadis yang baru saja menyadari keberadaan Ray menoleh--Ai, justru sedikit terkejut akan kedatangan sang pemuda.
"Ada perlu apa hingga kamu kemari?" Tanya Ai, ia menurunkan Belle. Memeluk kucing tersebut dalam dekapan Ai.
"Tentu saja menemuimu." Balas Ray pada Ai. Pandangan mereka bertemu satu sama lain, tetapi hanya kesunyian yang mereka ciptakan. Satu detik, dua detik. Tiap detik terus berlalu. Hingga, Ray memecahkan keheningan itu. Ia berjalan mendekati pagar besi pembatas. Lantas selanjutnya, bersandar pada besi itu. Ai dengan diam mengikuti Ray.
Pemandangan sore itu di Distrik MED, dinikmati oleh dua orang insan sepasang kekasih. Distrik MED yang tidak begitu ramai, namun tidak sepi juga. Mereka memanfaatkan waktu yang ada untuk merasakan keberadaan satu sama lain. Ditambah seekor kucing sebagai pelengkap.
"Seandainya dunia tidak seperti ini, kita tidak perlu bertemu secara diam-diam disini." Ucap Ray tiba-tiba disela-sela ia menikmati pemandangan distrik. Ai yang masih memeluk Belle, menoleh. Menatap pemuda berambut hitam di sampingnya dalam diam.
"Andai saja kita berada di distrik yang sama. Aku bisa melihatmu setiap saat." Lagi-lagi Ray berucap. Ia menoleh, memandang Ai lekat. Kemudian tersenyum, "Tapi, itu bukan sebuah penghalang untuk terus mengejarmu, Ai." Ray mengangkat salah satu tangannya, lantas meletakkan tangan tersebut pada puncak kepala Ai. Mengusap pelan rambut merah muda tersebut dengan lembut.
Ai terdiam, masih dengan menatap orang yang sama. Namun, rasanya dalam hati ingin meloncat kesana kemari. "Kamu berharga untukku, Ai. Begitu juga dengan Belle," Ray lagi-lagi tersenyum, Ai masih diam dan mendengarkan. Lalu, Ray meraih kembali tangannya--tidak, ia justru meraih tubuh Ai. Mendekatkan tubuh sang gadis dengan dirinya. Memeluk Ai. Gejolak di hati Ai makin menjadi-jadi.
"Terima kasih, Ai. Telah menerimaku untuk berada disisi-mu, walau kamu tahu kita berada di Roma yang berbeda."
"Seharusnya, aku yang berterima kasih padamu, Ray. Karena selalu ada untukku." Bisik Ai, ia tersenyum kecil dalam dekapan Ray. Mereka tidak ingin waktu segera habis dan segera memisahkan mereka. Apalagi, mereka berada di tempat yang berbeda. Jarak selalu mengganggu mereka.
__________________
IdiCa
By: Evellyn_93
"Kalau saja kakakku mau kesini, pasti menyenangkan."
"Kakakku itu keren, dia yang membuat badan robotku ini! Keren kan?"
"Walau kelihatannya begitu, kakakku itu orang yang peduli. Kecuali kalau game yang sudah dia tunggu akhirnya rilis, dunia rasanya miliknya seorang."
"Minimal sekali seumur hidup, kau harus bertemu dengan kakakku."
Ekor kucingnya bergerak kesana kemari, kuapan kecil lolos dari mulutnya lantas Ecca meregangkan badan. Rasa malasnya mencapai titik tertinggi setelah jam makan siang. Perutnya kenyang dan sekarang matanya memberat. Untung saja semua tugas sudah dia selesaikan.
Hari ini, Ecca cukup santai. Tidak keranjingan mengurus administrasi di MED seperti minggu lalu. Tepatnya saat MED sedang sibuk-sibuknya karena pasukan protagonis dan antagonis berulah lagi. Sekarang dia bingung harus apa. Ortho—yang biasa menemaninya—baru saja datang kemarin, dia bilang jika markas pusat distrik merah memang sedang sibuk dan jadwalnya untuk mengurus persenjataan juga padat.
"Pasti hari ini tidak datang." Tebaknya. Telinga kucingnya melemas lantas turun, begitu juga ekor yang berhenti mengayun. "Diam begini membuatku berpikir yang tidak-tidak."
Dan Ecca jelas tidak menyukainya.
Tangannya meraih kopi kalengan sisa makan siangnya tadi. Masih lumayan dingin dan harap-harap bisa mengusir kantuknya.
"Idia Shroud." Gumamnya setelah menandaskan kopi dan melempar kalengnya ke tempat sampah. Ecca mengetahui beberapa hal tentang pria itu dari Ortho—adik lelaki Idia—yang sering datang menemani Ecca di sekitar jam makan siang. Dia belum pernah bertemu dengan Idia, tapi melihat cara Ortho memperkenalkan Idia padanya, sepertinya Idia memang baik.
"Lebih dari itu." Bisiknya lagi. Angin sejuk dari luar yang lewat dari jendelanya menyaput pipinya perlahan. Membuat kantuk semakin menggelayut, buat pikirannya semakin kusut.
Idia adalah orang yang baik, jenius, sangat jenius. Peduli juga. Ortho jamin beribu-ribu persen jika Idia akan menyukainya karena wujudnya yang setengah kucing. Mengingat sang pria punya soft-spot terhadap hewan berbulu itu.
Tapi Idia tidak suka pergi keluar.
Satu hal yang buat Ecca kesulitan menemuinya kadang bukan fakta kalau mereka tinggal di distrik yang berbeda, tapi kelakuan Idia sendiri. Akumulasinya keluar kamar dalam setahun bisa dihitung jari. Segala pertemuan pun mintanya secara virtual atau Ortho yang akan mewakilkan.
Tapi kalau ditanya, tentu Ecca ingin bertemu dengan Idia. Mungkin sekedar mengobrol atau menghabiskan setoples kue bersama.
"Semoga saja ... Aku bisa bertemu dengannya." Kini sepasang manik hijau itu sempurna tertutup. Kantuk telah membawanya jatuh jauh ke alam mimpi.
__________________
IchiRora
Ichiro tahu kalau peperangan antara dua negara yang berkepanjangan ini harus segera berakhir. Perang yang ditinggalkan oleh raja sebelumnya hanya karena ketamakan semata ini sudah cukup membuat seluruh penduduk menderita. Karena itu Ichiro berinisiatif untuk berdamai dengan negara seberang, bahkan jika itu mengorbankan dirinya.
***
"Kak Ichi--- maksudku Yang mulia, tolong pikirkan sekali lagi! Aku tidak keberatan kemedan pertempuran daripada Yang mulia harus menikah dengan musuh dari negara itu!" Kata Jiro.
"Benar yang mulia, perang bertahun-tahun ini bukan hanya menimbulkan banyak korban jiwa, tetapi juga menimbulkan dendam mendalam bagi kedua pihak. Jika kita berdamai dengan cara ini bisa saja yang mulia yang celaka!" Kata Saburo.
Jiro dan Saburo, keduanya adalah pangeran dikerajaan itu. Sedangkan Ichiro adalah seorang raja yang baru saja dilantik karena kematian raja terdahulu akibat sakit. Setelah kenaikan Ichiro, tentu saja dia langsung berusaha menghentikan peperangan ini walaupun banyak yang menentangnya karena kerajaan ini hampir memenangkannya. Tetapi Ichiro menganggap ini adalah perang bodoh yang hanya menimbulkan korban hanya demi ketamakan. Ichiro sangat membencinya.
Jadi dia mengirimkan surat perdamaian pada negri sebrang dan dibalas oleh persyaratan salah satu dari keluarga kerajaan harus menikahi putri tunggal di negara itu atau mereka menolak perdamaian ini. Tentu saja dilihat dari manapun ini sangat merugikan, tetapi Ichiro tidak mau membahayakan kedua adiknya.
"Keputusanku sudah bulat, demi menyelamatkan penduduk dan menjalin perdamaian, ini semua harus dilakukan. Tidak ada bantahan!" Titah Ichiro.
Seluruh orang diruangan itu terdiam. Tidak satupun orang yang berani lagi membantah sedangkan kedua pangeran hanya bisa menunduk dengan kesal atas keputusan itu.
***
Hari kedatangan sang putri pun tiba. Perayaan besar-besaran diadakan untuk merayakan kedatangan sang putri dan kedamaian dua negara. Ichiro berdiri didepan istana sambil menunggu kedatangan kereta kuda sang putri. Setelah sampai seorang wanita cantik keluar dari kereta kuda. Ichiro langsung mengulurkan tangan untuk membantu tuan putri dan mengantarnya masuk kedalam istana.
Hari ini seharusnya mereka mengobrol untuk mengakrabkan diri sambil menikmati cemilan khas negara di taman istana. Namun kenyataannya hanya ada suasana canggung diantara mereka. Sang tuan putri-- Rora, hanya menunjukkan wajah datar sambil menikmati teh, di lain pihak Ichiro diam-diam gelisah sambil mencoba mencari topik pembicaraan.
"Apakah tuan putri menyukai teh nya?"
"Ya"
"Cobalah ini, makanan ini sangat populer disini"
"Baiklah"
"Aku dengar tuan putri sangat menyukai mawar, jadi kami menanam bunga mawar ditaman ini"
"Begitulah"
"....."
"....."
Suasana kembali canggung. Ichiro memutar otak untuk mencari topik, namun tiba-tiba Rora membuka suara.
"Aku tahu pernikahan ini didasari oleh perdamaian dua negara, jadi yang mulia tidak perlu mengkhawatirkan perasaanku. Aku bersedia menikahimu demi negaraku, aku tidak keberatan jika yang mulia mempunyai pasangan, tetapi aku berharap kau menjauhkan dia dariku" jelas Rora.
Ichiro terdiam sesaat, kemudian dia berdiri dan berjalan mendekati Rora lalu berlutut disampingnya sambil memegang telapak tangan Rora.
"Walaupun pernikahan ini didasari oleh perjanjian, tetapi aku tidak serendah itu menjadikanmu sebagai pajangan istana. Setidaknya aku ingin kedua negara benar-benar berdamai tanpa ada lagi yang menderita. Aku akan mencoba perlahan-lahan membuka hatiku. Aku tidak menyuruhmu melakukan hal yang sama tetapi kumohon, jangan menganggap dirimu sebagai tawanan negara"
Setelah mengatakan itu Ichiro mengecup punggung tangan Rora.
Rora masih tetap memasang wajah datar pada Ichiro, namun tangannya menggenggam erat tangan Ichiro. Seolah-olah memberi jawaban dia akan berusaha.
Melihat reaksi Rora membuat Ichiro tersenyum. Ichiro berharap kedepannya mereka dapat saling memahami sebagai partner seumur hidup atau lebih baik, pasangan hidup.
Published 31st of August, 2021
#PAW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top