lv - She/He Became a Child

Pairing and Participants:

Kurogane_Luna - SenAi

Cuzhae - ErnestOcha

Healerellik - TauMeli

.

.

.

    » SenAi

Mungkin pada momen ini ada baiknya Senkuu di-banned dari lab tercinta untuk keamanan dirinya dan orang lain yang kebetulan mengenal si pemilik rambut sawi muda itu. Memang penelitian Senkuu tidak semuanya aneh-aneh, tapi tetap tidak menutup kemungkinan pemuda itu tidak akan melakukan hal-hal yang di luar nalar.

Lihatlah contohnya sekarang. Dihadapan Senkuu dan Gen ada seorang perempuan cilik yang menatap mereka dengan polosnya dengan kacamata yang kedodoran di batang hidung. "Senkuu-chan, tolol." Yang diberi komentar malah tertawa terbahak-bahak sambil berteriak bahwa satu lagi penelitian super hebatnya sekali lagi berjaya.

"Aku tidak bisa membantumu dalam mengurus Ai-chan, loh."

"Halah, memang apa susahnya menjaga anak kecil?"

Ainawa kecil yang sedari tadi menatap kedua laki-laki aneh di hadapannya semakin kebingungan, tapi jauh di dalam lubuk hati mungilnya, ada rasa merinding tak terbendung melihat senyum lebar Senkuu yang ditujukan padanya.

Semoga Tuhan masih melindungi Ainawa kecil.

***

"SENKUU-CHAN, ITU BUKAN MAKANAN UNTUK ANAK KECIL."

"Loh, tapi kan tidak ada batasan umurnya? Harusnya boleh dong, kan?"

"Memang boleh, TAPI TIDAK SETELAH KAU CAMPUR DENGAN 'BUMBU PENYEDAP' BUATANMU ITU! KAU MAU DITUNTUT KELUARGANYA AI-CHAN NANTI?!"

Senkuu merengut sebal, padahal ia sudah yakin dia bisa menjadi pengasuh anak yang baik, tapi Gen ada di sisinya untuk berkata sebaliknya. Gen sudah menggeleng-geleng lalu menggendong Ainawa. "Aku khawatir dengan nyawa Ai-chan setelah ini."

"Hei! Aku bisa menjaganya dengan baik kok!"

Tatapan skeptis dilemparkan Gen tanpa ragu ke lawan bicaranya yang masih tampak tak terima dengan komentarnya. "Apa kau yakin?" Senkuu tentu membusungkan dada sambil berkacak pinggang. "Jelas. 1000 persen Ainawa akan aman denganku."

"Aku meragukannya, tapi aku pegang kata-katamu."

Walau tak rela Gen dengan lembut menyerahkan Ainawa ke gendongan Senkuu, tak lupa melototi si pemuda itu sebagai peringatan terakhirnya. Pemilik mata ruby itu hanya tersenyum lebar saja sebagai jawabannya.

"Huh, kau kecil sekali ya," komentar Senkuu kala melihat Ainawa yang sedang digedongnya seperti anak kucing yang ditemukannya di jalan. Senyum si pemuda semakin melebar, semakin tinggi pula ia mengangkat anak kecil di tangannya itu.

"Hebat sekali! Manusia memang menarik!"

Tatapannya perlahan melembut, dengan perlahan pula ia menggendong Ainawa dengan benar sambil beranjak keluar dari ruangan lab terkasih. Ada batin yang berbicara untuk masa depan 'Kalau di masa depan nanti, apakah versi kecilku dan Ainawa bisa manis seperti dia yang masih kecil,ya?'

__________________

   » ErnestOcha

Kadang ada istilah atau gurauan, 'saking panasnya sampai bikin meleleh.' Percaya atau tidak, tapi inilah yang dialami Ernesto. Semalam ia terserang demam sehabis meminum minuman yang ia racik sendiri, entahlah bahan apa yang digunakan Ernesto malam itu. Ocha pun sempat dibuat panik ketika teman dari pria terkasihnya membawa pulang Ernesto sudah dalam keadaan memprihatinkan.
Dalam satu malam itu, saking khawatirnya, Ocha bahkan hampir tidak memejamkan matanya untuk menjaga Ernesto. Namun, mata biru tua Ocha tertutup begitu menjelang pagi, sekitar pukul 02.18.
"Ocha ... bangun." Gerakan kecil menusuk-nusuk pelan pipi Ocha. "Banguuun."
Melenguh sebentar, Ocha pun mulai membuka mata perlahan. "Iya, iya, aku bangun. Ernesto-kun demammu sud— AAAH, ANAK KECIL SIAPA INI?"
"Ini aku, suamimu," ucap anak lelaki dengan mata toska yang hampir tertutupi oleh poni pirangnya, "bangun-bangun aku sudah begini." Reaksi dari minuman semalam kah? pikir Ocha menimbang-nimbang perkara tidak biasa tersebut.
Namun, jika dipikirkan kembali, sekarang adalah kesempatan Ocha untuk memanjakan sosok kecil dari Ernesto. Sudah lama ia berangan-angan bisa bertemu langsung Ernesto di masa belianya.
Ocha masih berpikir segala macam kemungkinan, sedangkan Ernesto masih anteng memainkan selimut. "Memang semalam kamu masukkan apa saja ke dalam minuman racikanmu?" tanya Ocha kemudian pada Ernesto.

"Hm ... aku nggak ingat, hehe." Ernesto terkekeh pelan. "Tapi aku yakin efek ini cuma bertahan sebentar. Jadi kamu nggak usah khawatir!"
"Baiklah, aku akan meminta izin kepada bosmu dan untukku juga. Selama kamu masih belum kembali ke wujud semula, aku 'kan menemanimu bermain," kata Ocha dengan entengnya.
"Tapi aku bukan anak kecil, Ocha!" protes Ernesto.
Dengan cepat pula Ocha membela. "Kamu nggak akan bisa menyangkal dengan tubuh kecilmu itu! Jadi terima saja."

__________________

   » TauMeli

Meli menepuk pipinya sekali.

"Meyi?"

Kali ini dia menepuk lebih keras.

"Meyii!"

Meli akan menampar dirinya jika saja sosok di depannya ini tidak berusaha untuk meraih ujung bajunya, yang berakhir dia akan jatuh dari ranjang. Refleks Meli pun segera menyelamatkan sosok yang langsung mendekapnya erat tersebut.

"Meyii! Atit?"

Meli mengerjapkan mata kala telapak tangan kecil itu mengelus pipinya. Tatapan khawatir yang terpancar dari safir biru membuat Meli segera menggeleng. Baru setelah dia mendengar tawa kecil dari lawan, Meli segera merebahkan diri di atas kasur. Masih dengan dekapan kuat di dadanya.

Semuanya bermula kala Meli kembali dari daycare. Hari ini ada semacam hari orang tua yang membuat Meli harus berkerja dua kali lipat karena terlibat dengan para wali dari anak asuhnya. Dia yang pulang ke rumah sudah bersiap akan membagikan pengalamannya kepada Taufan. Namun, begitu membuka pintu kamar mereka, yang dia temukan adalah sosok bocah yang tenggelam dalam pakaian suaminya.

Sekali lihat, Meli tahu kalau bocah itu adalah Taufan; mukanya persis dengan foto Taufan masa kecil yang pernah dilihatkan oleh Tok Aba. Namun, bagaimana bisa? Apa yang terjadi sehingga suaminya yang lebih tinggi darinya malah menyusut menjadi sosok bocah yang hanya melewati sedikit lututnya?

'Apakah ini jadinya jika aku dan Taufan memiliki anak?' pikir Meli setelah memikirkan kilas balik kejadian hari ini. Malas memikirkan penyebabnya, Meli pun mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Mempermudah Taufan kecil untuk memainkan rambutnya. Dapat Meli rasakan bibirnya yang melengkung ke atas kala mendengar tawa Taufan yang memilin rambutnya.

"Meyii!!"

"Ya?" Setidaknya Meli tahu kalau Taufan masih mengingatnya walau fisiknya sudah berubah. Dia sempat takut jika lelaki—maksudnya bocah itu, akan melupakannya pada kondisi sekarang. "Ada apa, Taufan?"

"Mu bobo. Antuuk ..." Taufan menguap dengan mata yang sedikit berair. Lagi, Meli tak bisa menahan senyum karena tingkah tersebut. Baik besar atau kecil, Taufan masih saja manja kepadanya.

"Sini," ujar Meli seraya menarik Taufan ke dalam pelukannya. Dengan mudah, dia bisa merangkul seluruh tubuh itu menggunakan satu lengan. Taufan yang menyembunyikan wajahnya di dada Meli hanya bergumam kecil kala sang wanita mulai menyenandungkan lagu pengantar tidur untuknya.

"Selamat tidur, bintangku ..." bisik Meli setelah yakin bocah itu tertidur nyenyak.

***

Dering alarm membangunkan Meli. Tangannya akan meraih nakas begitu sadar pergerakannya terbatas. Di saat itulah wanita bermata cokelat itu menyadari sosok yang merengkuhnya erat. Walau beberapa kali mengerjap, sudah jelas yang dia lihat adalah Taufan; bukan lagi dalam sosok bocah, tapi sosok dewasa yang menjadi suaminya.

"Lima menit lagi ya, Meli," gumam Taufan, sepertinya sadar kalau tengah diperhatikan oleh istrinya.

Di saat itu juga Meli tertawa tanpa suara. Pikiran rasionalnya pun langsung membuat keputusan; ingatan samar akan rupa bocah yang tertidur oleh nyanyiannya adalah mimpi belaka. Mimpi yang saking bagusnya terasa begitu nyata.

Maka Meli pun mengeratkan pelukan pada bahu Taufan. Mencoba menghirup wangi suami yang seolah lama dia nantikan, lantas menggesekkan pipinya pada helaian jelaga tersebut.

"Telat untuk hari ini sepertinya tidak masalah."

Published on 21st of May, 2023

#PAW

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top