( WaF - 5. Tak Bebas untuk Bergerak )
Diperhatikan oleh seseorang dapat membuat siapa saja merasa tidak nyaman. Pun akan tak bebas untuk bergerak. Seolah setiap gelagat selalu disorot oleh kamera. Seva merasakannya sejak Jevin─sahabat Deon─datang dengan alasan menjenguk sang Ayah─ia tiba tepat setelah Tami, Bey, dan Rey pulang. Pemuda itu sudah melirik ke arahnya beberapa kali. Seva jadi salah tingkah. Sungguh, ia tampak seperti orang bodoh dengan terus bergerak di atas sofa yang didudukinya. Kening gadis tersebut juga tampak berkerut. Padahal yang ia lihat hanyalah layar benda persegi panjang yang menampakkan jajaran aplikasi.
"Lo kenapa, Sev?"
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba, Seva terperanjat. Ia hampir saja menjatuhkan ponsel kesayangannya. "Gu-gue kenapa?"
Si pelontar pertanyaan tadi─Jevin, mengangguk. "Dari tadi gerak-gerak mulu."
Seva mengeluarkan tawa hambar. "Nggak pa-pa kok."
Tidak mungkin Seva mengatakan alasan yang sebenarnya. Bisa-bisa Jevin malah mengira Seva menyukainya. Padahal Seva memanglah tipikal orang yang tak bisa diperhatikan oleh siapa pun, termasuk kedua orang tuanya.
Jevin kembali melakukan gerakan menaikturunkan kepala. "Sev, gue boleh minta tolong?" tanya pemuda itu. Suaranya pelan seolah tak ingin didengar oleh Deon yang sedang asyik bermain game online sembari menyantap makanan ringan. Biasanya mereka suka bermain berdua. Namun, saat Deon mengajaknya tadi, Jevin menolak.
Mata Seva mengerjap. "Tolong apa?"
"Bisa tolong temenin gue?"
"Temenin? Ke mana?"
"Beli sesuatu buat cewek."
Senyuman jenaka Seva terbentuk. "Untuk gebetan?"
Seakan terjangkit, Jevin ikut tersenyum. "Iya, untuk gebetan dan gue nggak tahu mau beli apa. Jadi, gue minta temenin lo supaya bisa tolong pilih. Gimana?"
"Siapa gebetan lo?" tanya Deon tanpa menatap mereka. Pendengarannya cukup tajam kendati Jevin telah memelankan suara. Mungkin karena ruangan yang hening. Hanya terdengar suara dari permainan di ponselnya. Apalagi sekarang Yana sedang menebus obat Henri.
"Tetangga gue ...."
Deon terkekeh. "Si Mita? Bukannya lo geli sama dia?"
"Lo kira tetangga gue cuma Mita doang?"
"Jadi, namanya Mita?" tanya Seva.
Jevin dengan cepat menggeleng. "Bukan, Sev."
"Ah, nggak usah malu-malu gitu, Vin." Seva mengulum senyum, sedangkan Deon tergelak. "Ya, udah, ayo, gue bantu cari barang buat Mita."
"Bukan Mita namanya, Sev."
Kedua bahu Seva terangkat. "Mita, Mito, Mitu, atau terserah deh siapa pun."
( ⚘ )
Senyap, kata yang dapat menjadi deskripsi keadaan di dalam mobil Jevin sekarang. Tak ada yang mau memulai pembicara di antara sang empu kendaraan dan Seva. Keduanya fokus dengan hal masing-masing; Seva melihat jalan melalui bingkai kaca mobil; dan Jevin mengemudi dengan serius. Sebenarnya, mereka bosan. Namun, tak tahu harus membahas topik apa, mengingat mereka juga tak terlalu dekat. Kadang hanya berbicara seperlunya atau hanya sedikit berbasa-basi.
"Sev, mau dengar lagu?" Jevin yang lebih dulu menghancurkan keheningan.
Ekspresi Seva bingung. "Hah?"
"Gue mau hidupin radio."
"Oh, hidupin aja."
"Soalnya dari tadi kita diam aja. Sepi jadinya." Jevin melakukan apa yang tadi ia bilang. "Jadi, cewek suka hadiah yang kayak gimana?"
"Kalau Mita itu tipe cewek yang suka hal-hal manis. Kasih aja yang biasa lo lihat di film-film."
Terdengar helaan napas dari arah Jevin. "Gebetan gue bukan Mita, Sev."
Seva terkikik. "Oke, oke, siapa pun deh."
"Hal-hal manis kayak bunga misalnya?"
"Iya."
"Kalau misalnya, lo dikasih bunga. Lo mau?"
Tatapan Seva menerawang. Ia menimang. "Nggak mau."
"Kenapa?"
Kedua bibir Seva terlipat ke dalam sebentar. "Gue lebih suka diberi hadiah yang bermanfaat."
Alis Jevin tertaut. "Bunga nggak bermanfaat?"
"Menurut gue, nggak karena cuma bisa dipajang aja. Nggak tahan lama juga, 'kan."
"Benar juga." Beberapa detik Jevin mengerling Seva. "Terus enak hadiah yang kayak gimana, ya, Sev? Makanan?"
"Boleh sih."
"Berarti kalau lo diberi makanan mau?"
Lagi-lagi, Seva menimang. "Kalau udah ditanyain sih, gue lebih milih yang daripada makanan."
"Kenapa? Makanan, 'kan, bermanfaat? Bisa bikin kenyang. Nggak dipajang doang."
"Iya, sih tapi gue bukan tipe cewek yang suka ngemil. Lebih suka minum air putih aja," jelas Seva. "Mending beri makanan aja. Coklat, misalnya."
"Kenapa lo lebih pilih air putih?" tanya Jevin, sepertinya penasaran karena kebanyakan kaum hawa suka cemilan.
"Air putih itu sehat. Sebenarnya, gue juga ngemil sesekali tapi nggak sering," Seva menjeda kalimatnya kemudian tertawa. "Badan gue mudah melar soalnya."
"Terus kenapa? Kan, lo tetap ... cantik."
Tawa Seva menjadi sedikit lebih nyaring karena Jevin memujinya secara tak langsung. "Jaga badan tetap ideal aja, Vin."
Untuk kesekian kalinya malam ini, Jevin menganggukan kepalanya. "Kalau baju?"
"Boleh juga."
"Lo suka baju yang kayak gimana?"
"Terserah. Yang penting nyaman."
"Jadi, lo bakal senang kalau dikasih hadiah baju?"
"Ya, namanya dikasih hadiah pasti senang," sahut Seva.
Selama beberapa detik, Jevin diam sebelum kembali bertanya, "Kalau disuruh pilih, lo pengen hadiah apa?"
"Komik."
"Oke, kita ke toko buku sekarang."
Kontan Seva menoleh ke arah Jevin. "Lho? Nggak semua cewek suka komik, 'kan?"
"Nggak pa-pa. Gue yakin, gebetan gue suka."
"Hah?"
Kepala Jevin tertoleh sebentar untuk menatap dan memberikan senyum pada Seva. Lalu pemuda itu kembali berfokus pada jalanan.
( ⚘ )
"Jadi, cewek suka komik yang kayak gimana?" tanya Jevin.
Kedua remaja itu sekarang sudah berada di toko buku. Saat di perjalanan, Seva sempat mengatakan pada Jevin agar membelikan makanan atau baju. Akan tetapi, lelaki itu kukuh ingin ke toko buku. Akhirnya, Seva menuruti saja.
"Tergantung sama gebetan lo." Seva melihat-lihat jejeran buku yang terpajang di raknya. "Selera orang beda-beda."
"Er ..., kalo selera lo yang kayak gimana?"
Seva berbalik untuk memandang Jevin yang berada di belakangnya. "Gue sih lebih suka sci-fi."
Kerutan di kening Jevin tercipta karena ia kira semua gadis lebih menyukai bacaan fiksi beraliran romansa. "Kenapa?"
Pun Seva mengerling ke atas seolah berpikir akan alasan kenapa ia lebih menyukai genre itu. "Hm ..., gue suka sama ide-ide perkembangan teknologi yang dibahas di sana dan ... pemeran utama cowoknya kadang lebih sweet, kalau emang ada cinra-cintaannya. Kayak punya daya tarik tersendiri di sela-sela pembahasan yang kental tentang Iptek. Pokoknya keren deh."
"Kalo gitu, coba lo pilih salah satu komik sci-fi yang menurut lo bagus."
Raut Seva berubah bingung. "Kok semuanya jadi ngikutin kesukaan gue? Nanti kalo gebetan lo seleranya beda sama gue, gimana?" tanyanya.
Jevin tak hirau. "Udah, pilih aja."
"Beneran, ya? Kalo cewek itu nggak suka, jangan salahin gue."
Bibir Jevin membentuk segaris senyuman saat ia mengangguk.
Kemudian, Seva mencari komik fiksi ilmiah yang menurutnya menarik. Jevin dengan setia terus mengikuti gadis itu dengan senyum yang tak pudar.
( ⚘ )
Ban mobil Jevin berhenti berputar ketika sudah berada di depan rumah sakit tempat Henri dirawat. Saat ini sudah hampir jam sembilan malam. Ketika di perjalanan tadi, pemuda itu bilang kepada Seva bahwa ia memilih untuk langsung pulang.
"Beneran nggak mau masuk dulu, Vin?" tanya Seva sebelum keluar dari kendaraan.
"Nggak, Sev. Besok gue ada mata kuliah pagi. Sampaiin aja salam gue sama Tante dan Deon, ya."
"Ya, udah." Seva mengangguk. "Hati-hati. Gue mau masuk dulu."
"Eh ..., Sev, tunggu."
Niat Seva yang tadi hendak turun dari mobil pun terurung. Ia menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Jevin lagi. "Iya?"
Jevin mengulurkan tas kertas yang berisi komik fiksi ilmiah yang tadi Seva pilih. "Buat lo."
Sontak saja Seva memberikan tatapan bingung. "Bu-buat gue?"
Adalah mengangguk yang Jevin pilih sebagai respon nonverbalnya.
"Kenapa buat gue? Kan, itu untuk cewek yang lo suka."
"Gue nggak pernah suka sama tetangga gue. Apalagi Mita." Jevin tersenyum sebelum menarik tangan Seva agar menerima tas kertas yang ia ulurkan. "Gue ... sukanya sama lo."
( WaF - 5. Tak Bebas untuk Bergerak )
Cek-cek IG M, yuk!
Jodoh Langit yang lagi kesemsem sama Doni,
MaaLjs.
24 Agustus 2019 | 02:20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top