( WaF - 36. Sesuatu yang Sudah Familier )

Jika sesuatu yang sudah familier bagi seseorang tiba-tiba tiada, maka ia akan merasa kehilangan dan Rey mengalami hal tersebut seminggu ini. Setelah pesta ulang tahun Deon pekan lalu, Seva selalu menghindarinya. Gadis itu akan bersikap kaku dan kikuk saat bersama Rey. Lebih banyak diam dan berbicara jika perlu. Bahkan tak mengirimkan pesan kalau bukan Rey yang memulai. Padahal biasanya selalu ada saja berbagai notifikasi dari Seva. Keadaan seperti inilah yang membuat Rey merindukan sosok Seva yang selalu manja.

Beberapa bagian diri Rey masih menyalahkan Jevin karena kejadian ini. Namun, ia juga sempat berpikir bahwa semua itu disebabkan oleh topik tentang Atika kemarin. Rey jelas melihat bagaimana Seva menahan tangis setelah memotong ucapan neneknya, tetapi ia masih sangsi. Barangkali Seva dalam suasana hati yang buruk sejak bertemu Jevin sehingga menjadi sensitif.

Potongan-potongan pikiran itu mampu memenuhi kepala Rey. Membuatnya tanpa sadar membuka laci bufet di dekat kamarnya. Di atas meja itu tersusun beberapa hiasan; juga banyak foto Rey dan keluarga. Akan tetapi, di dalamnya tersimpan berlembar-lembar potret Atika yang selalu ia asingkan.

Rey memang memantapkan dirinya untuk tidak berhenti pada satu titik. Namun, ketika membereskan barangnya kemarin, benda pertama yang Rey masukkan ke dalam tasnya adalah foto-foto itu. Ia masih belum mampu─tak akan pernah bisa─membuang kenangan indahnya bersama Atika begitu saja.

Usai menit-menit berlalu, Rey tersadar dengan yang ia lakukan. Cepat-cepat tangannya memasukkan lembar-lembar kertas itu secara asal. Mungkin memang tak mudah menjalankan niatnya, tetapi Rey tak ingin gagal. Memperhatikan foto Atika hanya akan membuat keadaan semakin buruk, pikir Rey.

Rey berbalik membelakangi bufet. Memperhatikan jam yang terus menggerakan jarumnya di dinding. Benda berbentuk bulat berwarna abu-abu itu menunjukkan pukul satu siang. Ini adalah hari Sabtu dan Rey teringat janjinya untuk Seva: ia akan meluang satu sabtu malamnya untuk gadis itu.

Rey pikir mungkin hari ini merupakan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pria tersebut langsung merogoh kantongnya. Menggapai ponsel lalu segera menelepon nomor Seva.

"Halo," sapa dari seberang telepon setelah Rey menunggu beberapa detik.

"Halo, Seva," Rey berjalan menuju sofa ruang televisinya, "malam ini kamu ada acara?"

Seva tak langsung menjawab sehingga tercipta keheningan sesaat. "Nggak. Kenapa?"

"Saya mau ajak kamu makan malam," jawab Rey cepat.

"Makan malam?" Seva mencoba memastikan. Dari suaranya, dara itu terdengar bingung. "Bukannya kalau malam Om kerja?"

Sebelum bersuara, Rey menyungging senyuman. "Kamu ingat, dulu kita pernah punya kesepakatan, saya bakal cuti dan kita bisa jalan?"

"Apa yang di apartemen sebulan lalu nggak termasuk?"

"Jelas nggak," sahut Rey mantap.

"Ya, udah. Oke."

Tiga kata itu berhasil membuat sudut-sudut bibir Rey semakin tertarik. Menampilkan lesung pipinya yang sangat kentara. "Nanti malam setelah Isya, saya jemput kamu ...."

"Iya," sahut Seva singkat.

Kemudian, setelah mengucapkan selamat tinggal, sambungan telepon terputus. Akan tetapi, jejak senyum Rey masih menyambung sampai sekarang. Malam ini, ia akan mencoba memperbaiki lakuna penuh tanda tanya yang menghiasi hubungan mereka. Dan Rey yakin, caranya pasti berhasil.

( ⚘ )

Langit gelap nan mendung betah bertengger di atas. Seolah menjadi simbol suasana hati Rey malam ini. Semua rencana untuk menghilangkan kekakuan hubungannya dan Seva gagal total. Gadis itu memang terkesan melihat bagaimana Rey membawanya ke B&J HR; dan menyiapkan semua hidangan untuk makan malam mereka. Namun, semua itu segera berakhir ketika keduanya mulai menyantap makanan.

Rey harus menarik napas masygul berulang kali ketika Seva terus pura-pura tak dengar, atau mengalihkan pembicaraan saat Rey mencoba membahas perubahan sikapnya. Gadis itu tampak benar-benar enggan membicarakan perkara ini. Akan tetapi, Rey tidak mungkin berhenti mengulik semuanya jika Seva terus beranjak menjauh.

Seusai semua makanan tandas, Rey mencoba memulai pembicaraan, "Seva."

Sebelum menoleh, Seva mengembuskan napas pelan. "Ya?"

"Sekali lagi, saya mohon, tolong jawab dan─"

"Seva seneng bisa makan sama Om Rey malam ini," sela dara itu cepat. Senyum tipis yang tak menggambarkan kebahagiaan hadir di wajahnya. "Kita pulang sekarang, ya. Seva mau istirahat dan Om Rey pasti juga gitu."

Akhirnya Rey bungkam. Menuruti semua perkataan gadis itu tanpa suara. Mengakibatkan suasana di antara mereka semakin dingin. Apalagi saat di perjalanan rintik-rintik air mulai turun. Mengingat sekarang adalah awal Oktober, di mana musim penghujan sudah mulai tiba setelah kemarau panjang.

Hujan ditambah keadaan akhir pekan yang ramai, membuat beberapa ruas jalanan macet. Ban mobil Rey yang tadi berjalan mulus pun terpaksa harus berhenti karena konstelasi kendaraan di depannya. Rey menghela napas sesaat. Perjalanan kali ini pasti akan memakan waktu yang lama.

Sudah hampir setengah jam berlalu tanpa percakapan. Bahkan mobil Rey baru bergerak beberapa meter dari tempatnya tadi. Ponsel yang dapat dijadikan hiburan juga tak bisa diharap. Hujan semakin deras sehingga sinyal sulit ditemukan.

Pada posisi duduknya, Rey seperti akan mati bosan. Punggungnya menempel pada sandaran jok ketika kepalanya menoleh ke arah Seva. Gadis itu masih tenang dengan pandangan menjurus ke luar jendela. Mengamati titik-titik air yang membasahi kaca sembari sesekali mengecek jam di ponselnya.

"Kamu suka hujan?" Rey memecah keheningan di antara mereka.

Di tempatnya, Seva juga tampak jemu. Dara itu ikut bersandar. Juga membalas tatapan Rey. "Iya, Seva suka cuaca yang dingin."

"Alasannya?"

"Nggak tahu. Dari dulu suka aja tapi Seva nggak tergolong pluviophile."

Sebagai respon, Rey hanya menganggukkan kepala. Matanya mengerling ke arah jejeran kendaraan di depan mobilnya, lalu kembali memandang Seva. "Jalanannya macet banget," ucapnya.

Masih menatap Rey, Seva bergumam tanda respons.

"Macetnya masih panjang dan yang paling dekat dari sini itu apartemen saya," sekali lagi, Rey menyorot keluar jendela, "kalau kamu mau, malam ini nginap dulu. Nanti pagi saya antar."

Netra Seva menerawang ke lantai mobil sebelum kembali menyahut, "Oke, nanti Seva kabarin Mama."

Tangan Rey memanjang untuk menggenggam jari-jari lentik gadisnya. Kemudian, berkata, "Saya kangen."

Bertepatan setelah itu, Seva langsung menarik tangannya. Namun, dengan cepat Rey kembali menggenggamnya. Persis seperti Jevin saat di pesta Deon tempo lalu.

"Seva, kalau saya ada salah, tolong─"

"Seva mau tidur. Bangunin Seva kalo udah sampe, ya," potongnya yang lalu menepis tangan Rey dengan sekuat tenaga.

"Sev─"

"Please," mohon Seva dengan bola mata yang memerah. Rey tahu artinya Seva akan menangis, tetapi perempuan tersebut kelihatan menahannya.

Dengan itu, Rey pun berhenti sambil bergeram di dalam hati.

( WAF - 36. Sesuatu yang Sudah Familier )

Di dalam otak M, visual Om Rey itu Jaehyun dan makin ke sini nulis WAF tetiba jadi mabok Jaehyun, ya, anjay! 🤧 Sampe kebawa mimpi segala sampe senyum-senyum pas tidur! 😭

The simple but weird,
MaaLjs.

23 Oktober 2019 | 21:42

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top