( WaF - 33. Benda Langit yang Mengitari Bumi )

Selain memilik arti benda langit yang mengitari bumi, bulan juga dimaksud dengan masa atau jangka waktu perputaran bulan mengitari bumi pada porosnya. Kejadian itu memakan waktu selama dua puluh sembilan atau tiga puluh hari. Seperti hubungan Seva dan Rey saat ini.

Sejak percakapan mengenai perasaan malam itu, tali tak kasatmata yang melingkupi mereka terikat semakin erat. Keduanya juga sudah mulai berkomunikasi melalui media setiap hari. Sekarang mereka telah melakukan hal-hal yang dikerjakan sepasang kekasih pada umumnya. Kendati sapaan Rey masih menggunakan saya-kamu, dan Seva tetap memanggil Rey dengan sebutan Om. Pernah sekali mereka mencoba untuk menyapa dan memanggil dengan normal. Namun, gagal total. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk melupakan ide itu dan membiarkan waktu yang bekerja.

"Seva!"

Si empu nama─yang sedang sibuk berdandan untuk pergi kuliah─terkejut. Ia segera berbalik, mendapati Yana mendekat. "Ih, Mama ngagetin!"

"Maaf, ya." Yana terkikik. Wanita itu tersenyum lebar menatap pantulan bayangan anaknya dari kaca. "Oh, ya, besok kamu tolong ambilin pesanan kue untuk Deon, ya," imbuh Yana dengan bisikan.

Lantas Seva mengernyit. "Kue untuk Deon?"

"Eh, ngomongnya jangan besar-besar." Yana memperingati masih dengan suara pelan. Satu telunjuknya bahkan sudah berada di depan bibir. "Besok Deon ulang tahun. Kamu lupa?"

Kedua mata Seva melebar. Ia menghentikan aktivitasnya. Menoleh sepenuhnya pada Yana. "Ya, ampun Seva lupa."

Setelah mengeluarkan helaan napas pelan, Yana menyahut, "Untung Mama ingetin. Pokoknya besok jangan lupa, ya." Yana memberikan secarik kertas pada Seva. "Itu tanda pemesanannya. Alamat toko kuenya kamu lihat aja di sana."

"Oke, nanti Seva ambil." Seva meraih benda tipis berwarna putih itu. Membacanya sebentar lalu mengacungkan kedua ibu jari. "Emang mau buat acara yang kayak gimana?"

"Nggak terlalu besar sih. Cuma kejutan aja tapi nanti orang-orang terdekat kita bakal datang. Ya, kamu tahu sendirilah Deon gimana." Yana menepuk-nepuk bahu Seva. "Ya, udah Mama mau turun dulu. Kamu juga cepetan. Nanti telat." Baru saja hendak keluar, Yana kembali berbalik. "Oh, ya, Mama udah undang Bia dan keluarganya, termasuk Rey, tapi Orlin, Jevin, sama Dimas belum. Nanti kamu tolong kabarin mereka, ya."

"Oke," jawab Seva agak enggan karena tidak ingin berbicara dengan Jevin. Akan tetapi, ia juga tak memiliki kontak Dimas─salah satu sahabat terdekat Deon seperti Jevin.

( ⚘ )

Sevarina

Bagi nomor Dimas dong.

Deonicholas

Ngapain minta nomor Dimas?

Sevarina

Mau gue gebet!

Deonicholas

Gue bilang Mas Rey y.

Sevarina

Gue bakar sempak lo.

Deonicholas

Anjir.

Serius gue, mau ngapain?

Sevarina

Ada perlu, sayangku~

Cepetan! Atau gue bakar beneran sempak lo, ya, De!

Deonicholas

Anceman lo nggak mempan.

Sevarina

Cepetan dong, Deon!

Nyebelin banget sih.

Deonicholas

Bd.

Mendapatkan jawaban sesingkat itu dari Deon, membuat Seva mengumpat pelan. Orlin dan Bia yang berada di sebelahnya pun menatap heran. Bahkan dengan dramatis, Orlin langsung menyentuh kening Seva.

Seva menyingkirkan tangan Orlin dari dahinya. "Apa sih?"

Orlin mengangkat bahu. "Lo tiba-tiba ngamuk. Gue kira demam atau kesambet."

"Kenapa sih?" tanya Bia setelah menelan makanannya.

Sekarang tiga serangkai itu sedang makan siang di kafe langganan mereka. Kebetulan kelas mereka sama-sama berakhir sebelum salat. Sehingga hari ini mereka dapat makan siang bersama.

"Deon nyebelin banget. Coba lihat." Seva menyodorkan ponselnya ke hadapan Orlin dan Bia. "Gue nggak mau nge-chat Jevin. Makanya minta nomor Dimas."

Orlin mengembuskan napas kuat-kuat. Lalu menatap Seva. "Kalo nomor Dimas sih gue ada. Bekas zaman SMA dulu. Dia nggak ganti-ganti nomor soalnya."

Kontan Seva membelalak. "Ih, kok nggak bilang dari tadi."

Orlin mengeluarkan ponselnya dan memberikan benda itu kepada Seva. "Ya, lo sendiri nggak minta sih."

Bia menggeleng-geleng melihat tingkah kedua sahabatnya. "Deon ultah yang kedua puluh, kan?" tanyanya sebelum meminum jus.

Sebagai jawaban, Seva mengangguk. "Dia, kan, seumuran sama kita, Bi."

"Cuma kejutan aja gitu?" Kali ini Orlin yang bertanya dengan suara aneh karena mulutnya dipenuhi makanan. "Nggak ada agenda lempar telur sama tepung?"

"Telan dulu makanannya, Orlin sayang." Bia memperingati Orlin seperti seorang Ibu yang baik.

"Nggaklah. Nanti rumah gue kotor, tapi kalau lo mau bersihin nggak pa-pa," Seva terkekeh, "lagian buang-buang makanan, tahu."

"Iya juga sih─" Orlin mengembungkan pipinya sebentar, "─tapi gue masih gemes banget sama Deon."

Kalimat Orlin langsung membuat Seva dan Bia berfokus padanya. Kedua gadis itu menatap Orlin dengan tatapan menggoda. Menyadari itu, Orlin segera mengibaskan tangan di depan wajah.

"Bukan gemes yang gitu-gitu, ya. Maksudnya, tentang dia yang ngejewer gue pas pesta piama itu." Orlin mendengkus karena Seva dan Bia malah tersenyum jenaka. "Serius, ih! Gue mau balas, ceritanya."

( ⚘ )

Setelah menghentikan mobilnya di garasi, Seva keluar dari kendaraannya dan masuk ke dalam rumah. Dengan tubuh yang dibalut hoodie hitam, gadis tersebut berjalan lancar sampai dapur sebelum seseorang tiba-tiba muncul dari arah belakangnya. Hal itu kontan membuat Seva terperanjat. Kantong plastik yang ia pegang─berisi kue ulang tahun─hampir saja terjatuh karena mengira sosok yang memergokinya adalah Deon.

"Kamu kenapa?" tanya orang itu yang tampak bingung karena Seva terkejut.

Dengan dengusan, Seva memukul lengan orang itu yang tak lain adalah Rey, hingga tudung hoodie-nya terlepas dari kepala. "Harusnya Seva yang nanya, kenapa Om ngagetin sih?"

Rey menautkan alis. "Ngagetin apanya? Saya habis dari toilet." Rey membela diri. "Yang lain udah nungguin kamu di taman belakang. Cepetan."

Seva mengangkat tangannya dan memberikan kantong plastik tadi kepada Rey. "Pegangin dulu. Seva mau simpen hoodie di kamar."

Tanpa pikir panjang, Rey meraih benda yang Seva ulurkan. "Cepetan. Saya tunggu di sini."

Menganggukkan kepala adalah respon nonverbal Seva. Kemudian, anak dara itu segera pergi ke kamarnya. Menaruh hoodie yang tadi ia pakai di tempat semula. Sebelum mengeluari kamar, ia menyempatkan diri bercermin sebentar hanya untuk memastikan penampilannya masih terlihat prima.

Tak mau membuat Rey menunggu lebih lama, Seva segera keluar dari kamarnya dan kembali ke tempat ia bertemu dengan Rey tadi. Di sana, Rey tampak betah menunggu Seva sembari menatap sisi-sisi rumah beserta perabotannya.

"Yuk," ajak Seva.

Rey mengangguk. Ia menarik tangan Seva agar dapat digenggam. Lalu, mereka mulai berjalan ke taman belakang bersama.

Sesampainya, kungkungan tangan Rey semakin erat. Bahkan pria itu menarik Seva agar lebih dekat. Awalnya Seva heran. Namun, saat menyadari bahwa Jevin sedang memperhatikan mereka, Seva mengerti.

Di dalam hatinya, Seva tersenyum. Senang karena Rey dengan terang-terangan mengakui bahwa ia cemburu. Apalagi Seva tahu bahwa perasaannya tak bertepuk sebelah tangan.

( ⚘ )

Pesta kejutan ulang tahun Deon berjalan lancar. Semuanya berlangsung dengan baik sesuai rencana. Sekarang orang-orang sedang sibuk dengan lawan bicaranya, tetapi tidak untuk Seva. Gadis itu lebih memilih untuk menyusuri meja prasmanan. Cacing-cacing di perutnya sejak tadi sudah memberontak ingin diberi makan.

Tangan Seva baru saja meraih sebuah cupcake dengan topping krim berwarna hijau ketika seorang pemuda menghampirinya. Dara tersebut menoleh untuk mendapati Jevin tersenyum lebar. Mendadak kekesalan Seva mencuat. Lelaki itu ternyata masih berani berhadapan dengannya. Padahal Rey sudah memberi ultimatum sejak kejadian bulan lalu.

"Hi, Sev, long ti─"

Kalimat Jevin belum sempat selesai saat Seva beranjak. Namun, gerakan tangan pemuda itu lebih cepat. Ia berhasil menarik Seva hingga kembali ke hadapannya lagi.

Kedua mata Seva mendelik karena perbuatan Jevin. "Gue─"

"Gue cuma mau ngomong sebentar, Sev," Jevin tersenyum dengan cara yang paling menyebalkan, "gue nggak bakal lepasin lo sampe lo dengerin gue. Jadi, jangan salahin gue ... kalau pesta Deon jadi kacau."

Dengan susah payah Seva menahan kesabaran. Bahkan dada anak perempuan itu sudah kembang-kempis. Tentu ia tak mau pesta Deon jadi berantakan. Sehingga dengan enggan, Seva menyahut, "Oke, lepasin tangan gue. Gue nggak bakal lari, tapi gue nggak punya waktu lama."

Senyum Jevin kian melebar. Kungkungannya pada lengan Seva juga lepas. Kemudian, pemuda tersebut sedikit mendekat. "Jadi, dia kakaknya Bia?"

"Dan urusannya sama lo?" Seva balik bertanya menggunakan suara datar. Ia tahu dia yang dimaksud Jevin adalah Rey.

"Umurnya sekitar delapan atau tujuh tahun lebih tua dari kita─"

"Gue tahu," potong Seva menggebu-gebu.

Kekehan Jevin mengudara. Cupcake yang berada di tangan Seva langsung ia ambil dengan lancangnya. Tanpa memedulikan tatapan membunuh dari si gadis, Jevin mengigit kue itu dengan wajah tanpa dosa. "Dan dia pernah gagal nikah ... karena pengantinnya meninggal di hari pernikahan."

Indra penglihatan Seva masih sepenuhnya terarah pada Jevin. Namun, pikirannya mulai mengelana tentang kejadian lima tahun lalu. Seva samar-samar mengingat bahwa Rey memang pernah hampir menikah. Akan tetapi, niat itu tak terlaksana karena calon istrinya mengalami kecelakaan maut di hari pernikahan mereka.

Seva mengerjap. Tidak mengerti kenapa Jevin mengangkat topik ini. "And then?"

"Gimana kalo dia belum bisa lupain mantannya?"

Seva tertohok. Hatinya seakan mencelus ke lubang paling dalam. Pertanyaan Jevin berhasil menghasutnya. Menimbulkan berbagai praduga yang belum tentu kebenarannya, tapi dapat membuat Seva bimbang bukan main. Tangan Seva mendingin. Ia menunduk sesaat. Mendorong semua gagasan buruk dan mencoba berpikir positif: mungkin Jevin sedang mencoba menggoyahkannya.

Kepala Seva menengadah. Segaris lengkungan tipis muncul di wajah gadis itu. "Terus kenapa dia mau sama gue?"

"Bukannya dia dipaksa cepet nikah? Mungkin dia mau manfaatin lo supaya bebas dari desakan itu."

Giliran senyum satire Seva yang melebar. "Lo mungkin udah cari tahu semua tentang dia, tapi aslinya lo nggak tahu apa-apa, Vin," ujarnya. "Buat apa sih lo kayak gini? Supaya gue nganggap dia jelek dan lebih milih lo? Lo salah cara kalo gitu. Dengan lo yang kayak gini, gue jadi ilfeel, dan kalo nanti gue pisah sama dia dengan sebab apa pun, gue nggak bakal pernah mau sama lo."

Setelah mengeluarkan kalimat setajam jarum, Seva beranjak dari tempatnya tanpa mendengar tanggapan Jevin yang tampak tak terima. Tak peduli dengan perutnya yang sudah keroncongan, dara itu terus berjalan memasuki rumah. Meninggalkan hiruk-pikuk pesta yang masih hangat dan meriah.

Tungkainya tanpa dikomando membawa Seva pada toilet rumah. Selanjutnya, Seva mengunci pintu bilik kecil itu, ia terduduk di atas kloset yang sudah ditutup. Pertahanannya benar-benar runtuh saat setetes air terjun bebas dari matanya.

Usai sebulan berlalu dengan kurva tanda kebahagiaan, hari ini, Seva kembali menangis.

( WAF - 33. Benda Langit yang Mengitari Bumi )

Di chapter ini sebelum revisi, harusnya scene utama itu scene di mana Om Rey ciyum Seva ..., tapi yang sekarang M nggak masukin. Ahakhak.

Kenapa?

Intinya, pengen bikin cerita yang bersih. Dan bakal diusahain di cerita lain juga nggak ada adegan yang begituan. Hm. 🤔

Dan, oh, ya, dah taukan kemana Mbak Atika. Hehe. Iya, iya, udah metong si Mbak cantiknya. Hikhik.

Btw, kangen Deon versi dunia nyata. Hng.

The simple but weird,
MaaLjs.

16 Oktober 2019 | 23:32

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top