( WaF - 29. Satu dari Sekian Banyak Kata Baku )
Terkejut atau nama lainnya terperanjat berasal dari kata kejut yang termasuk dalam satu dari sekian banyak kata baku. Seva dapat melihat sifat itu pada Rey beberapa detik lalu, saat seorang wanita yang menginterupsi acara belanja mereka─dengan gaya muktahir melebihi Bey─menyebutkan nama lengkapnya. Sungguh Seva tak enak dengan perempuan itu karena Rey tak kunjung menjabat tangannya. Dengan gerakan samar, Seva pun menyikut pelan perut Rey.
Sadar dengan maksud isyarat Seva, Rey bersalaman dengan wanita bernama Siska tersebut. Lantas kemudian tersenyum kikuk saat berkata, "Salam kenal ..., Mbak."
Siska melepaskan jabatan tangan mereka. "Salam kenal juga. Saya nggak nyangka bakal ketemu kamu di sini."
Seva melihat Rey yang hanya tersenyum. Jenis senyum formalitas yang dikeluarkan saat tak tahu tanggapan yang harus diberikan pada lawan bicara.
"Kamu lagi belanja?" tanya Siska, mencoba beramah-tamah.
"Iya, mau beli bahan masakan untuk makan siang. Mbak Siska sendiri?"
"Sama. Ini jadwal saya belanja bulanan."
Lalu, Rey hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sembari bergumam.
Siska yang tadi hanya menatap Rey, sekarang menoleh ke arah Seva. Senyum wanita itu kembali. Tanpa Rey dan Seva duga, tiba-tiba Siska mengelus puncak kepala Seva dengan sayang. Gerakannya pelan seolah mengelus seorang anak kecil. "Udah besar, ya!" seru Siska yang membuat Rey dan Seva memasang wajah bingung. "Bundanya mana?"
"Bunda?" Seva mengernyit. "Maksudnya Mama?"
"Oh, panggilannya mama? Seingat saya bunda." Siska menarik tangannya dari kepala Seva karena sudah puas mengelus kepala gadis itu.
"Iya," jawab Seva sakadarnya. Ia mengerling ke arah Rey untuk meminta penjelasan. Namun, setelah melihat ekspresi pria tersebut, Seva jadi semakin heran. "Mama ada di rumah."
"Jadi, temenin Om Rey, ya?" basa-basi Siska.
Seva hanya menganggukkan kepala.
Senyum semakin Siska lebarkan. "Kelas berapa?"
"Dia udah kuliah." Kali ini Rey yang menjawab. Membuat kedua perempuan itu memandangnya.
Siska menautkan alisnya, tetapi dengan senyum yang masih sama. "Ternyata Joan udah besar juga, ya."
Mendengar ucapan wanita yang berselisih umur sepuluh tahun dengannya itu, membuat Seva hampir menyemburkan tawa. Sementara Rey menghela napas pelan. Sekarang mereka tahu apa yang membuat Siska memperlakukan Seva seperti tadi.
"Maaf, Mbak. Dia bukan Joan," jelas Rey.
"Lho? Bu-bukan Joan?" Siska tampak terkejut, kemudian menatap Seva yang menahan tawa. "Terus siapa?"
"Seva, tunangan saya."
Kalimat Rey membuat Siska menahan napas beberapa detik. "Tunangan kamu? Tante Tami bilang kamu masih single, tapi kok ...."
Senyum mafhum Rey tampilkan. "Iya, saya masih sendiri waktu ibu saya punya niatan mau ngenalin saya ke Mbak, tapi sekarang nggak."
Siska menelan ludahnya. Masih belum percaya dengan fakta yang barusan ia terima. "Tapi Tante Tami bilang, kamu punya kakak dan kakakmu punya anak. Namanya Joana."
Kepala Rey bergerak naik-turun. "Emang, tapi Joan masih empat tahun. Nggak logis kalau Mbak Bey punya anak yang udah kuliah, sementara umurnya masih dua puluh sembilan."
Dengan wajah yang merah dan sarat akan kebingungan, Siska menghela napas. "Ya, udah kalau gitu, saya mau lanjutin belanja."
"Oke."
"Sampai jumpa lagi," ucap Siska sebelum benar-benar pergi dari hadapan mereka.
Sepersekian detik setelah punggung Siska ditelan keramaian, Seva memuntahkan tawa yang sejak tadi ia tahan. Rey juga melakukan hal yang sama lalu menarik Seva agar melanjutnya perjalanan.
Dengan napas tersengal-sengal karena letih tertawa, Seva membuka suara, "Tante itu yang mau dijodohin sama Om, kan? Yang umurnya tiga tahun lebih tua dari Om itu?"
Rey mengangguk seraya mengambil keranjang belanjaan dari tangan Seva. "Kamu masih ingat?"
Seva menganggut. "Ingat dong. Om nggak mau dijodohin sama Tante itu. Makanya lari ke Seva," ujarnya sekaligus pura-pura mencibir.
Kekehan pelan melesat dari mulut Rey. Sekarang mereka sampai di depan tempat sayur dan buah. "Mau melon?" tanya Rey.
"Mau kalo dibeliin," seloroh Seva dengan cengiran..
"Chef Gaufrey!"
Untuk kesekian kalinya dalam waktu belum genap sejam, seseorang kembali menegur Rey. Seva jadi sempat berpikir bahwa Rey cukup terkenal di kota mereka. Sejak tadi ada saja yang memperlambat gerak mereka.
Sejoli itu akhirnya menoleh ke asal suara. Kali ini dari seorang pemuda dengan senyum lebar yang menurut Seva, lumayan manis. Dandanannya sederhana: hanya mengenakan kaus putih yang dibalut dengan kemeja bergaris merah-putih, lalu dipadukan dengan celana jin hitam. Seva menebak, laki-laki itu adalah pelanggan atau rekan kerja Rey di B&J HR.
Si pemuda mengulurkan tangan untuk menjabat Rey. "Saya Matteo, marketing director B&J."
Rey membalas senyum pria itu dan meraih tangannya. "Ah, iya, saya ingat. Pak Matteo lagi belanja?"
"Iya, saya mau ngumpul sama temen-temen─oh, ada Langit juga." Teo menyapu pandang seluruh arah. "Ke mana, ya, si Langit? Tadi ada di dekat sini."
Telinga Seva jelas mendengar pemuda di depannya menyebutkan nama Langit. Membuat Seva menahan napasnya seketika. Juga sedikit tak sabar sampai menerka-nerka bagaimana penampilan Langit jika dilihat secara langsung.
"Oh, itu dia!" Teo menunjuk sosok pemuda berbadan tegap dan tinggi yang sedang berdiri di dekat rak bagian telur. "Woy, Lang!"
Merasa dipanggil, pemuda di dekat rak telur pun menoleh. Ketika diisyaratkan agar menghampiri, sosok itu mendekat dengan mimik bertanya-tanya. Tampang heran tersaji jelas di wajah atraktif itu.
Tanpa sadar, Seva meremas lengan Rey saat melihat seorang Langit Bratajaya Aktama, pewaris utama B&J HR, laki-laki yang cukup ia kagumi selama ini. Mata Seva berbinar memandang Langit yang hanya dibebat dengan pakaian sederhana─meski pasti bermerek mahal─yaitu kaus polo berwarna biru dan celana jin putih masih tampak sangat tampan.
"Lang, Chef Gaufrey nih yang dari Italia itu," jelas Teo pada sahabatnya.
Setelah mendengar kalimat Teo, seketika Langit melempar senyum dan mengulurkan tangan. Rey langsung membalas semua itu, lalu Langit bertutur, "Senang akhirnya ketemu sama Chef Gaufrey."
"Sama-sama, Pak. Saya nggak nyangka bakal ketemu sama Bapak dan Pak Matteo di sini," sahut Rey.
"Saya sama Teo emang lagi belanja dengan teman-teman yang lain."
"Oh, saya kira nggak sengaja ketemu juga," ungkap Rey.
Teo sedikit tertawa sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke udara. "Saya sama Langit sohiban dari SMA, Chef. Sekarang lagi sama-sama jomlo. Makanya jalan berduaan terus."
Seva dapat melihat bagaimana Langit mengernyit jijik setelah mendengar perkataan Teo. Itu mengakibatkannya dan Rey tertawa pelan. Kemudian, semenit berlalu dan perhatian Teo beralih pada Seva. "Ini adeknya Chef?" tanya pemuda itu. Sehingga Langit di sebelahnya juga menatap Seva.
Segera Rey menggelengkan kepalanya. "Bukan, ini tunangan saya."
"Eh, saya kira Chef udah nikah!" seru Teo. Tangannya terulur ke arah Seva. "Hai, saya Matteo."
Seva menggapai tangan Teo. "Sevarina."
Lalu, giliran Langit yang menjabat Seva dan memperkenalkan namanya. Momen itu berhasil membuat Seva megap-megap. Kalau boleh, ia tak ingin melepaskan telapak tangan besar itu dari genggamannya.
Setelah perkenalan dengan Seva dan sedikit perbincangan lagi, kedua laki-laki itu pamit undur diri. Meninggalkan Seva dan Rey berdua lagi. Saat melihat punggung Langit yang menjauh, netra Seva seakan tak mau lepas memandanginya. Agak kecewa karena pertemuan mereka hanya sesingkat itu.
Seva menoleh ke sampingnya dan sontak terkejut ketika melihat Rey sudah jauh di depan. Sejak bersalam dengan Langit dan Teo, gandengan mereka memang terlepas. Geraman kecil Seva keluarkan saat mengejar Rey. Sedikit kesal karena pria itu tak menunggunya.
Sesudahnya berada di samping Rey, Seva kembali mengaitkan tangannya pada lengan pria itu. Berjaga-jaga kalau harus terpisah dari Rey di tengah keramaian supermarket. "Kok Om ninggalin Seva?"
"Saya nggak mau ganggu kamu yang asyik ngelihatin mereka pergi," jawab Rey datar. Bahkan ia tak memandang Seva sama sekali.
Alis Seva tertaut. Gagasan yang Bey bilang kemarin malam mencuat di dalam kepalanya. Seva memperhatikan Rey lekat-lekat. Setiap perkataan Bey mulai menari-menari, kala Rey masih asyik dengan kegiatannya tanpa memberi acuh kepada Seva.
Bibirnya sengaja Seva gigit saat bertanya ragu-ragu, "Om cemburu?"
( WAF - 29. Satu dari Sekian Banyak Kata Baku )
Sengaja tadi sempat direpost karena yang kemarin ternyata super duper absurd. Gila sih. Nggak fokus jinjjaaaaaa. Malu banget ... tapi sekarang udah direvisi. Hehe.
The simple but weird,
MaaLjs.
14 Oktober 2019 | 01:57
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top