Bab 4~Peperangan

Zen dan pasukannya baru saja tiba di Kerajaan Ilorn. Saat mereka melewati kota. Terlihat keadaan yang sangat sunyi. Semua penduduk telah di evakuasi. Mereka langsung di arahkan ke Kerajaan untuk bertemu dengan Raja Ilorn. "Maaf aku terlambat, Aleris," ucap Zen datar saat ia dan Leo sudah berada di ruang singgasana kerajaan Ilorn. "Anda tidak perlu meminta maaf, Yang Mulia. Dengan bantuan Anda saja, kami sudah sangat senang," jelas pria berambut coklat tua yang duduk di singgasana.

"Jadi, langsung saja. Bagaimana keadaan sekarang?" tanya Zen langsung. "Saat ini pasukan itu masih tetap berdiam diri di hutan. Kami, masih belum mengerti maksud mereka apa, dan kami juga belum mengetahui apakah itu pasukan kegelapan atau bukan," jelas Aleris. "Yang Mulia!" teriak seorang prajurit yang masuk dengan panik. "Katakan!" perintah Aleris tajam. "Pasukan yang awalnya terdiam di hutan kini mulai menunjukkan tanda pergerakan, dan pergerakan mereka sangat cepat," jelas prajurit itu. "Cepat perkuat penghalangnya!" perintah Aleris. "Baik!" prajurit itu segera pergi setelah mendapatkan perintah.

"Itu tidak akan tepat waktu. Karena pergerakan pasukan kegelapan sangatlah cepat," jelas Zen datar. "Jadi, memang benar itu pasukan kegelapan?" tanya Aleris terkejut. "Aku akan membantu melapisi pelindungnya," ucap Zen lalu mengangkat tangan kanannya. "Im Namen des Gottes des Lichts. Schütze deine Anhänger vor Angriffen der Dunkelheit, mache einen heiligen Beschützer!" (Atas nama dewa cahaya. Lindungi pengikutmu dari serangan kegelapan, buatlah pelindung suci!)

Sebuah pilar cahaya meluncur dari tubuh Zen dan langsung menembus atap singgasana dan membuat pelindung yang mengelilingi kerajaan. Membuat semua prajurit dan ksatria yang ada di luar menjadi terkejut. "Baiklah, dengan begini kita akan aman. Karena pasukan kegelapan itu tidak mempunyai pikiran, karena mereka adalah mayat berjalan. Jadi, berapapun jumlah mereka. Pelindung itu akan bertahan sangat lama selama aku masih hidup," jelas Zen santai. "Baik, terima kasih banyak, Yang Mulia," ucap Aleris.

"Baiklah, kita bisa melanjutkan untuk ke strategi berikutnya," ucap Zen datar. "Baik, sebaiknya sekarang kita bertemu dengan para jenderal," ucap Aleris lalu bangkit dari singgasananya dan berjalan bersama Zen meninggalkan ruangannya.

***

"Uta, kau mau kemana?" tanya Alecia bingung yang tetap mengikuti Uta dengan membawa boneka kelinci kecilnya. "Sekarang adalah jadwalku untuk berlatih pedang," jawab Uta santai. "Wah ... Aku sangat ingin melihat Uta bermain pedang!" ucap Alecia semangat. "Apa kau yakin?" tanya Uta bingung yang menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Alecia khawatir. "Tidak masalah, lagi pula kakak pasti ada di sana," jawab Alecia sambil tersenyum ceria. "Baiklah kalau begitu, ayo," ucap Uta sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum lembut. Membuat wajah Alecia sedikit memerah.

Alecia menganggukkan kepala lalu menerima uluran tangan Uta dan berjalan bersama menuju ruang latihan. Tanpa mereka sadari tiga orang pria tengah mengawasi mereka berdua semenjak meninggalkan ruang belajar Uta. "Hehe ... Seperti biasa pangeran begitu menggemaskan, dan lihatlah saat dia menggandeng tangan seorang gadis, sungguh menggemaskan," ucap pria berambut kuning pucat dan berkacamata dengan bangga. "Apalagi sekarang Yang Mulia dan Leo sedang tidak ada di sini ... Hehe," ucap seorang pria berambut silver senang.

"Kita dapat bermain dengan pangeran," ucap pria berambut biru semangat. "Apa ... Yang ... sedang, kalian ... Lakukan," ucap sebuah suara dari arah belakang mereka dengan aura yang sangat menakutkan. Mereka berbalik dengan pelan dan tubuh yang bergetar. Menatap pria berambut hijau yang menatap mereka dengan tajam. "Y-yo, Nico. Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya pria berambut biru sambil tersenyum kaku. "Usui, Astin, Aleort!" panggil Nico tajam membuat ketiga pria itu terkejut. "Ya?!" jawab mereka cepat.

"Kenapa kalian tidak melakukan tugas kalian?" tanya Nico sambil tersenyum ramah. Meskipun bagi ketiga pria itu senyuman itu mengundang arti yang menakutkan di baliknya. Ketiga pria itu hanya bisa meneguk salivarnya dengan sulit. "Usui, bukankah seharusnya kau ada tugas sebagai perdana menteri?" tanya Nico tajam. "Ugh!" decak pria berambut biru yang bernama Usui. "Astin, bukankah aku sudah memintamu untuk mulai melakukan perekutan ksatria dari academy?" tanya Nico tajam. "Ugh!" decak pria berambut silver bernama Astin.

"Dan Aleort, bukankah kau ada tugas mengurus keuangan kerajaan selama Yang Mulia tidak ada?" tanya Nico tajam. "Ugh!" decak pria berambut kuning pucat berkacamata bernama Aleort. "Sekarang apa yang sedang kalan tunggu lagi? Cepat lakukan tugas kalian!" ucap Nico tegas. "Baik!" jawab ketiga pria itu dan langsung melesat meninggalkan Nico. "Hah ... Sungguh mereka ini, Yang mulia baru saja pergi pagi tadi, tapi mereka sudah berencana akan mengganggu pangeran Uta," ucap Nico lalu berbalik dan berjalan untuk melaksanakan tugasnya.

***

"Saat pasukan kegelapan akan menabrakkan diri untuk menerobos masuk. Jumlah mereka akan berkurang, meskipun pelindung yang aku berikan sudah cukup membantu, tapi aku tidak bisa menjamin yang akan muncul hanya pasukan kegelapan biasa. Untuk berjaga-jaga, kita perlu meminimalisir melemahnya pelindung. Jadi, prajurit bagian gerbang kerajaan akan menembakkan anak panah yang di lapisi oleh sihir cahaya dari para penyihir pengguna elemen cahaya. Para ksatria suci bersiap di gerbang jika pasukan kegelapan berhasil masuk. Jangan hanya melindungi bagian utama gerbang. Lindungi juga bagian belakang dan samping gerbang kerajaan, apa kalian paham?!" tanya Zen tegas.

"Baik!" jawab semua orang di ruang rapat. "Baiklah, mari kita lakukan sesuai arahan Yang Mulia Zen! Baiklah, bergerak!" teriak Aleris tegas. Semua orang di ruang rapat langsung berjalan meninggalkan ruang rapat untuk melaksanakan tugas mereka. "Kalau begitu, aku serahkan padamu, Aleris," ucap Zen. "Baik," jawab Aleris lalu berjalan meninggalkan Zen sendirian di ruang rapat. "Ugh!" Tiba-tiba merasakan mata kirinya yang terasa sangat sakit. Karena sakit yang tidak tertahankan. Akhirnya Zen terduduk dengan menutup mata kirinya

Berusaha menekan rasa sakit di mata kirinya. "Bukankah sebaiknya Anda tidak menahannya, Master?" tanya sebuah suara pria yang menggema di ruangan rapat. "Siapa kau?! Ugh!" tanya Zen dengan menahan rasa sakit di mata kirinya. "Kita akan segera bertemu, dan perang ini akan segera selesai, Master," ucap suara itu sebelum akhirnya menghilang. "Ugh! Sial. Sudah aku duga jika pasukan kegelapan itu akan kembali bangkit dengan bantuan orang lain. Tapi, siapa?" tanya Zen sambil mulai berdiri karena rasa sakitnya sudah menghilang. "Siapa dia?"

***

Perang telah di mulai. Pasukan kegelapan sudah terlihat melesat dengan cepat dan menabrakkan diri ke penghalang. Membuat para prajurit terkejut. Benar apa yang di katakan Raja Western, jika pasukan kegelapan itu tidak memiliki pikiran sehingga menabrakkan diri meskipun mereka tahu akan mati. "Bukan saatnya untuk berdiam diri. Pemanah! Bersiap menembah dengan panah suci. Para penyihir elemen cahaya berikan mantera elemen cahaya!" perintah pria berambut coklat tua dengan tegas. "Baik!" jawab seluruh prajurit. Busur langsung diarahkan ke pasukan kegelapan. "Tembak!" perintah pria itu dengan menggerakkan tangannya.

Ribuan anak panah suci langsung di tembakkan terus menerus, dan berhasil mengurangi ribuan pasukan kegelapan dengan cepat. Hingga akhirnya pasukan kegelapan berhasil di kalahkan. Membuat semua pasukan bersorak dengan semangat. "Jangan senang dulu. Semuanya bersiap!" teriak Leo panik. Membuat semua orang di sana terkejut saat melihat sebuah bola hitam yang akan menabrak penghalang. "Semua belindung!" teriak Aleris. Ia menggunakan kekuatan sihirnya untuk menembak bola kegelapan itu. "Im Auftrag des Feuergottes. Gib deinen Segen und beschütze deine Anhänger, Gott des Phönix!" (Atas nama dewa api. Berikan berkatmu dan lindungi pengikutmu, Dewa phoenix!)

Pilar api langsung muncul dari sekitar Aleris dan menembak bola kegelapan menembus penghalang tanpa menghancurkan penghalang buatan Zen. "Bodoh, itu tidak akan berhasil. Semuanya berlindung!" teriak Zen yang tiba-tiba muncul. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mempertahankan pelindung. Benar apa yang di katakan Zen, sihir api milik Aleris tidak berhasil menghalangi bola kegelapan dan hanya menembusnya saja. Membuat Aleris dan yang lainnya terkejut.

"Cepat berlindung!" teriak Zen. Membuat semua orang melindungi dirinya sendiri. "Master!" teriak Leo diikuti dengan bola kegelapan yang meledak dengan sangat kuat. Suara ledakan yang sangat dahsyat mengakibatkan awan menjadi gelap dan hujan deras mulai turun. Asap tebal yang menutupi kerajaan Ilorn mulai menipis. Memperlihatkan pemandangan bagian gerbang depan kerajaan yang sudah hancur. Aleris berdiri dan melihat Zen dan Leo yang tidak sadarkan diri. "Yang Mulia Zen!" panggil Aleris dan berlari mendekati Zen.

"Pelindung berhasil di hancurkan," terdengar suara seorang wanita. Membuat Aleris langsung menatap kearah langit. Terlihat empat orang yang terbang tidak jauh dari mereka. Empat orang yang mengenakan jubah hitam dengan tudung yang menutupi wajah mereka. "Saatnya kita akhiri ini," ucap suara pria. Keempat orang itu mengarahkan tangan mereka kedepan dan menciptakan bola kegelapan berukuran sangat besar. "Sepertinya kerajaan Ilorn akan berakhir. Aku akan menyerahkan ini kepada putraku, dan harus aku beritahukan berita ini kepada kerajaan Western," ucap Aleris.

Ia menggunakan kekuatan terakhirnya untuk mengirimkan pesan kepada kerajaan Western menggunakan burung phoenix dan menyerahkan kekuatan Raja Api kepada putranya yang saat ini berlindung bersama dengan rakyat kerajaan Ilorn di istana. "Aku serahkan kepadamu, Eliar. Maafkan aku, karena membuat Yang Mulia Zen menderita, Yang Mulia Rika," ucap Aleris sebelum menutup matanya untuk pasrah menerima serangan terakhir, dan ledakan besar langsung meratakan kerajaan Ilorn.

Bersambung...

Huaaaa

Akhirnya update juga

Oh tapi, sepertinya setelah ini via akan update lagi bagian selanjutnya. Karena kebetulan ide sedang mengalir nihh

Jadi harap bersabar ya!!

Gokigenyou

Bab selanjutnya :

"Kesedihan"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top