Bab 20~Jawaban Buntu

Setelah kedatangan Zen yang tiba-tiba itu, kini kelima petinggi lima kerajaan kembali berkumpul bersama dengan Elsa sang penyihir cahaya. Pedang kegelapan milik Zen yang di berikan kepada Rupert telah patah. Kini satu-satunya cara agar membebaskan Zen dari pengaruh kegelapan telah hancur. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Rika sambil menatap pedang kegelapan yang sudah patah yang ada di atas meja rapat.

"Kini satu-satunya senjata untuk menyelamatkan Yang Mulia Zen telah tidak ada, kita tidak bisa menyelamatkannya lagi," jawab Rupert. "Apa tidak ada cara lagi?" tanya Rika. Ia tidak percaya, satu-satunya senjata yang bisa menyelamatkan Zen kini sudah hancur, dan satu-satunya cara saat ini adalah membunuh Zen. "Sebenarnya ada satu cara lagi," ucap Sumei. "Apa?" tanya Rika dengan cepat.

"Kita harus meminta bantuan ibusuri untuk menyadarkan Zen dan menekan kekuatan kegelapannya," jawab Sumei. "Kalau begitu, kita lakukan itu," ucap Rika. Ia sudah tidak bisa berpikir jerni lagi, jika ada cara untuk menyelamatkan Zen tanpa membunuhnya. Ia akan menerima cara itu. "Masalahnya, kita tidak tahu keberadaan Ibusuri saat ini. Hanya Zen yang mengetahui keberadaannya," ucap Raizel.

"Nona Elsa, Anda pasti tahu keberadaan ibusuri Elizabeth kan?" tanya Rika. "Saya memang mengetahui keberadaan Ibusuri. Tapi..." Elsa menggantungkan kalimatnya sambil menundukkan kepala. Membuat semua orang di sana menjadi bingung.

"Ada apa? Katakan saja, nona Elsa," ucap Raizel. "Saya mendapatkan surat dari Ibusuri sebelum datang ke kerajaan Western. Surat itu memberitahukan jika Ibusuri Elizabeth Stevani Grivon telah tertidur abadi," jawab Elsa. Membuat semua orang di sana langsung terkejut. "Tidak mungkin, berarti kita benar-benar tidak ada cara lain?" tanya Rika yang terduduk dengan lemas. Raizel dan yang lainnya hanya bisa terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.

***

"Aku di mana?" tanya Uta yang bingung dengan pemadangan di sekitarnya. Ruangan yang tidak terlihat ujungnya dan berwarna putih. Tidak ada suara, ia seperti berada di ruang kesunyian. "Uta." Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar baginya dari belakang. Uta langsung membalikkan badan dan melihat sosok Zen yang tersenyum lembut kepadanya. "Ayah," panggil Uta.

Uta hanya terdiam di tempat saat Zen berjalan mendekatinya lalu mengelus kepala Uta dengan lembut. Kehangatan yang ia rasakan terasa seperti bukan mimpi, begitu terasa sangat nyata. "Maafkan ayah yang tidak bisa menemani kalian berdua," ucap Zen. "Tidak masalah, asalkan ayah bisa kembali dan berkumpul pagi dengan kami, ibunda pasti akan sangat senang, aku mohon ayah," ucap Uta dengan air mata yang tidak bisa ia tahan.

Zen tersenyum lembut lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Maaf, ayah sudah tidak bisa kembali kepada kalian," ucap Zen. "Apa karena  kekuatan kegelapan itu?" tanya Uta. Zen tidak menjawab dan hanya tersenyum lembut kepada putra kesayangannya itu. "Seandainya saja ... Seandainya saja kekuatan kegelapan itu tidak ada!" ucap Uta.

Zen menghembuskan napas lalu mengusap kepala putranya lagi. "Jika kegelapan tidak ada, cahaya pasti tidak ada. Karena dunia ini awalnya tercipta dari kegelapan dan cahaya. Setiap mahkluk pasti mempunyai kegelapan maupun cahaya dalam diri mereka. Meskipun sekecil apapun itu. Lihatlah kebelakang," ucap Zen. Uta langsung membulatkan mata sempurna saat berbalik.

Terlihat ruangan gelap yang ada di hadapannya. Meskipun saat ini ia berada di ruangan yang bercahaya dan hampa. Namun, disisi lain terdapat ruangan gelap dan hampa yang terlihat menakutkan. "Itu adalah kegelapan yang ada pada dirimu, meskipun kau adalah pangeran cahaya, bukan berarti kau tidak mempunyai kegelapan pada dirimu. Karena kegelapan juga yang menciptakan emosi seperti marah, sedih, bahkan kehampaan. Namun, dilain sisi cahaya juga memberikan emosi seperti kebahagiaan. Itulah kenapa kau harus bisa mengendalikan emosimu, agar kegelapan di dalam dirimu tidak mengambil alih tubuhmu," jelas Zen.

"Lalu, ayah ... Bagaimana dengan kegelapan dalam dirimu?" tanya Uta. "Haha ... Sebenarnya Ayah sendiri malu untuk mengatakannya. Tapi, ada sesuatu yang membuat kegelapan di dalam diri ayah yang bangkit," jawab Zen. "Apa memang tidak ada cara lain untuk menyelamatkan ayah?" tanya Uta. "Sudah tidak ada lagi, karena pedang kegelapan yang ayah berikan kepada Rupert telah hancur," jawab Zen. "Ah, waktu ayah sudah habis," lanjutnya dengan tubuh yang mulai transparan.

"Tunggu, ayah!" panggil Uta. Zen memeluk putranya dengan lembut lalu berucap, "putuskanlah sekarang, ini semua demi kebaikan umat manusia. Jika tidak, maka akan banyak manusia yang sengsara. Hanya kau yang bisa melakukannya, Uta. Ayah percaya padamu. Apapun keputusanmu, ayah akan menerima dan mendukungmu, kau adalah putra kebanggaan Ayah."

Setelah mengatakan itu, tubuh Zen menghilang menjadi butiran-butiran cahaya yang terbang lalu menghilang.

***

"Ayah!" Uta langsung terbangun di kamarnya dengan napas yang tidak teratur. Ia menatap kesekitar dan tidak menemukan seorangpun. Terlihat dari jendela kamarnya matahari telah terlihat. Terdengar suara ketukan pintu lalu diikuti suara decitan pintu yang terbuka. "Uta, akhirnya kau sadar," ucap Alvis yang terlihat senang melihat adiknya yang akhirnya sadar kembali. "Kak, berapa lama aku tertidur?" tanya Uta.

"Kau tertidur selama dua hari penuh, sekarang sudah hari ketiga dan akhirnya kau sadar juga," jawab Alvis. "Apa? Dua hari?" tanya Uta yang terkejud dengan jawaban Alvis. Alvis hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Bagaimana dengan rapatnya?" tanya Uta. "Sampai sekarang para petinggi lima kerajaan masih belum menemukan jawabannya, karena satu-satunya cara yaitu memanggil bantuan dari Ibusuri kini telah hilang," jawab Alvis.

"Memang ada apa dengan nenek?" tanya Uta. "Yang Mulia Ibusuri Elizabeth Stevani Grivon telah meninggal dunia dua hari yang lalu," jawab Alvis. Membuat Uta sangat terkejut. "Jadi karena itu Ayah bilang sudah tidak ada cara lain, aku harus hadir di ruang rapat," ucap Uta. "Apa yang kau katakan? Kau baru saja bangun dari tidurmu selama dua hari, kau masih terlalu lemah," ucap Alvis. "Tetap saja, aku harus hadir sebagai pangeran cahaya, apalagi kita sudah tidak mempunyai waktu lagi karena pasukan kegelapan kan?" tanya Uta.

"Memang begitu, tapi kau harus memulihkan diri dulu," jawab Alvis. "Aku baik-baik saja, aku akan pergi," ucap Uta sambil menyibak selimutnya lalu meninggalkan tempat tidur untuk bersiap dengan seragam resminya.

***

"Sudah dua hari berlalu, kita masih belum menemukan jawabannya, bagaimana?" tanya Sumei. "Sepertinya memang tidak ada cara lain, kita harus menggunakan pedang cahaya untuk melakukan metode terakhir," jawab Rupert. "Maaf mengganggu, Yang Mulia. Pangeran Uta telah sadar dan sekarang beliau ada di depan ruangan," ucap salah satu prajurit. "Biarkan dia masuk," ucap Raizel.

Setelah itu, prajurit itu membungkukkan hormat lalu membukakan pintu untuk Uta yang mengenakan seragam kerajaan berwarna putih dengan ukiran emas dan jubah berwarna merah. "Putra cahaya, Uta Bistona Western menghadap Petinggi lima kerajaan," ucap Uta sambil menbungkukkan badan hormat. "Akhirnya kau sadar juga, Uta," ucap Sumei.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rika dengan ekspresi khawatir. "Aku baik-baik saja Ibunda," jawab Uta. "Jadi, bagaimana masalah persiapan perangnya?" tanya Uta. "Tidak ada penyelesaian. Kami masih belum bisa menemukan jawaban untuk masalah Yang Mulia Zen," jawab Rupert. "Kita bisa saja mengalahkan pasukan kegelapan, tapi tidak akan ada cara untuk mengembalikan Zen," ucap Raizel.

"Kalau begitu, bukankah kita harus berperang dengan Ayah? Kali ini saya tidak akan menolaknya, karena semua ini demi menyelamatkan umat manusia, jadi saya akan ikut mengakhiri perang ini dengan tangan saya sendiri," ucap Uta. Membuat semua orang di sana terkejut. "Sepertinya Anda akhirnya sudah menemukan jawaban dari kepastian untuk mengambil keputusan berat ini, pangeran," ucap Elza.

"Benar, apapun yang terjadi. Ini semua demi perdamaian mahkluk di dunia ini, sebagai pangeran cahaya, saya akan melakukan segala cara. Meskipun harus bertarung melawan ayah saya sendiri," ucap Uta. "Baiklah, karena Pangeran cahaya sudah mendapatkan jawaban akan masalah ini. Sepertinya yang lainnya juga setuju," ucap Elza sambil tersenyum menatap kelima pemimpin lima kerajaan itu menganggukkan kepala bersamaan.

"Kalau begitu, saya akan membacakan ramalan yang saya dapatkan dan beri tahu kepada Yang Mulia Zen sebelum berperang di kerajaan Ilorn dulu," ucap Elza.

Bersambung...

Hai hai hai

Akhirnya update juga hehehe

Maafkan karena update malam
Semoga kalian tetap suka

Selamat membaca

Gokigenyou

Bab selanjutnya  :

Kebenaran akan Ramalan Zen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top