Bab 2~Persiapan Keberangkatan

Setelah keluar dari balai rapat. Zen bukannya kembali ke kantornya dan menyelesaikan dokumen yang masih menumpuk. Ia lebih memilih pergi ke taman istana untuk menepati janji dengan putra kesayangannya. Begitu ia tiba di taman kerajaan. Rika dan Uta sudah tidak ada di sana. Membuatnya bingung. "Kemana mereka? Tunggu jika hari sudah mau sore. Rika pasti di kuil untuk berdoa kepada Dewa Licth. Berarti Uta pasti ada di kamarnya," ucap Zen lalu menghembuskan napas pasrah.

Ia pun memutuskan untuk kembali ke kantornya dan melanjutkan tugasnya sebelum keberangkatannya besok.

***

Seorang anak kecil laki-laki berambut hitam dan bermata merah tengah dengan senangnya bermain di kamarnya dengan di temani pelayan pria yang sudah mengasuhnya sejak kecil. "Alen, aku sudah lapar. Apa waktunya makan malam masih lama?" tanya anak kecil itu dengan suaranya yang manis. "Waktu makan malam masih lama. Apa Pangeran ingin makan malam duluan?" jelas pria yang di panggil Alen.

"Hm ... Tidak, aku akan menunggu ayah dan ibu saja. Aku ingin makan malam bersama mereka," jelas anak itu dengan senyuman ceria. "Baiklah, Pangeran Uta," ucap Alen. "Alen, aku ingin ke perpustakaan," pinta Uta. "Hohoho ... Baik, mari saya antar," ucap Alen ceria. Uta langsung berdiri dan berjalan dengan diikuti Alen meninggalkan ruangannya. Meskipun Uta masih berumur lima tahun. Tapi, keingintahuannya akan dunia sangatlah besar.

Bahkan dia dapat menguasai seni berpedang dengan cepat. Meskipun seni berpedangnya tidak bisa di bandingkan dengan Zen. Tapi, untuk umurnya yang masih lima tahun. Dia sudah sepandai ini bermain pedang. Ini merupakan sebuah kejutan yang sangat luar biasa. Bahkan Zen dan Rika sendiri terkejut melihat kecepatan putra mereka dalam memahami sesuatu. Namun, bagi orang lain yang melihat Uta. Mereka pasti berpikir 'buah tidak jatuh jauh dari pohonnya'. Zen dari kecil dikenal dengan keahlian berpedangnya.

"Oh, Uta," panggil suara yang sangat familiar bagi Uta dari belakang. Ia berhenti dan langsung berbalik. Terlihat seorang pria berambut coklat muda dengan senang berjalan bersama seorang wanita berambut biru dan seorang anak laki-laki berambut biru gelap yang umurnya sekitar lima tahun diatasnya dan seorang gadis kecil berambut coklat panjang yang umurnya sekitar dua tahun di bawahnya. "Kau sudah besar saja, bagaimana kabarmu?" tanya pria itu ceria sambil mengelus kepala Uta lembut begitu mereka ada di hadapan Uta.

"Paman siapa?" tanya Uta bingung. "Oh, kau tidak mengingatku? Hm ... Meskipun aku dengar jika putra Zen dan Rika memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tapi, anak kecil tetaplah anak kecil. Ya mau bagaimana lagi, terakhir kali aku bertemu denganmu saat umurmu masih dua tahun. Ternyata kau sudah lima tahun sekarang," ucap pria itu ceria. Uta menjadi semakin bingung dengan pria di hadapannya ini. Apa mereka pernah bertemu?

"Ah, kalau begitu langsung saja. Aku Raizel Ferdi El Grivon. Aku adalah kakak sepupu dari ayahmu," jelas Raizel. "Hm? Grivon? Jadi paman adalah Raja dari kerajaan Flore? Dan bibi pasti Ratu dari Kerajaan Flore?!" tanya Uta takjub. "Wah kau langsung mengenali kami. Benar yang kau bilang. Panggil saja aku paman Rai," ucap Rai senang. "Kau sangat pintar, nama bibi adalah Emerda De Heartfillia, panggil saja bibi Emerda," jelas Emerda senang. "Dan mereka adalah anak paman, Uta," ucap Rai sambil mempersilakan agar putra dan putrinya memperkenalkan diri.

"Salam kenal, aku Alvis De Grivon, dan ini adikku namanya..."

"Saya Alecia De Grivon, pangeran," lanjut gadis kecil yang membungkuk dengan anggun. "Salam kenal, namaku Uta Batelion El Western, silakan panggil aku Uta," ucap Uta memperkenalkan diri dengan tersenyum ceria. Membuat Alvis terkejut dan Alecia yang tersipu malu. Tiba-tiba saja tangan Alvis bergerak dan langsung mencubit pipi Uta dengan gemas tanpa ia sadari. "A-aduh!" rintih Uta kesakitan.

"Hey Alvis apa yang kau lakukan?" tanya Rai bingung dengan sikap anaknya. "Ah maaf, aku tanpa sadar mencubit pipimu. Tapi, pipimu sangat menggemaskan," ucap Alvis yang masih memasang ekspresi tanpa dosa. "Kak Alvis sungguh tidak sopan!" bentar Alecia kesal. "Eh?" Alvis yang bingung hanya melihat adiknya menghalanginya untuk mendekati Uta. "Apa Anda baik-baik saja? Maafkan atas sikap kakak saya yang bodoh," ucap Alecia menyesal. "Kakak yang bodoh? Aku?" Alvis hanya bisa terkejut mendengar ucapan adiknya.

Sedangkan Rai dan Emerda hanya bisa tertawa kecil. "Ada apa?" tanya sebuah suara yang sangat mereka kenal dari arah belakang Uta. Membuat Alen yang menyadari kedatangannya langsung membungkukkan badan hormat. "Oh, Zen. Bukankah kau seharusnya di ruang kerja?" tanya Rai bingung. "Ayah," panggil Uta yang langsung mengangkat tangannya, menandakan agar Zen menggendongnya. Zen yang mengerti arti dari putranya langsung menggendong Zen.

"Aku baru saja selesai dengan pekerjaanku. Aku berencana mengajak Rika dan Uta untuk makan malam lebih cepat. Karena aku yakin Uta sudah lapar," jelas Zen datar. "Cepat juga," ucap Rai bingung. "Aku tidak sepertimu yang selalu menunda pekerjaan, kak," sindir Zen datar. "Ugh ... Maaf," ucap Rai sedih saat menerima perlakuan Zen yang dingin seperti biasa. Emerda yang melihat itu hanya bisa tertawa kecil. Mereka selalu saja seperti itu setiap kali bertemu. Mereka tidak pernah berubah meskipun sudah menjadi raja.

Sedangkan kedua anak Rai dan Emerda yang baru pertama kali melihat Zen hanya terdiam menatapnya. Alvis terlihat sangat takjub melihat Zen sedangkan Alecia. Wajah gadis itu sangat merona. Ia tidak menyangkan akan bertemu dengan orang yang lebih tampan dari ayahnya setelah bertemu dengan Uta. "Apa mereka anakmu?" tanya Zen bingung sambil menatap Alvis dan Alecia bergantian. "Saya Alvis De Grivon, Pangeran pertama kerajaan Flora, Yang Mulia," ucap Alvis memperkenalkan diri. "Sa-Saya Alecia De Grivon, Putri pertama kerajaan Flora," ucap Alecia gugup.

"Ternyata mereka sudah cukup besar dan sepertinya putrimu umurnya hanya berjarak dua tahun di bawah Uta kan kak?" tanya Zen bingung. "Ya, memang kenapa?" jelas Rai bingung. "Bukan apa-apa," jawab Zen datar lalu berlutut sambil menggendong Uta yang masih dalam pelukannya, membelakangi Alecia dan Alvis. Sepertinya dia masih ketakutan karena perlakuan Alvis. "Salam kenal, Aku Zen Batelion Thron Western, adik sepupu ayah kalian. Jadi, Alvis kau bisa menganggap Uta sebagai adikmu dan Alecia, kau bisa menganggap Uta sebagai teman sepermainanmu," jelas Zen sambil tersenyum lembut.

"Baik, Yang Mulia!" jawab Alvis dan Alecia bersamaan. "Kalian bisa memanggilku, Paman Zen," jelas Zen tanpa menghilangkan senyumannya. "Baik, paman Zen!" jawab Alvis dan Alecia ceria. "Fufufu ... Sepertinya Zen lebih dekat dengan anak kecil di bandingkan dirimu, Rai," ucap Emerda sambil tersenyum kecil. Membuat Rai hanya bisa menghembuskan napas pasrah. "Jadi, bisa kita kembali ke persoalan utama. Kenapa Uta ketakutan?" tanya Zen dengan senyuman ramah. Namun, terlihat menakutkan.

"Oh, itu karena Alvis mencubit pipi Uta tanpa dia sadari," jelas Rai. Membuat Alvis langsung menatap Rai terkejut. Dasar ayah sialan! Batin Alvis berteriak. "Hee ... Begitu?" tanya Zen. Membuat Alvis secara perlahan menatap Zen karena rasa takutnya. Ia sudah mendengar jika Raja Western sangat menyayangi putranya, dan perbuatannya tadi membuat Uta, satu-satunya putra Raja Western menjadi ketakutan. Meskipun Uta itu terkenal akan kecerdasannya. Dia tetaplah anak kecil yang bisa merasa takut.

"Hah ... Tidak masalah, kau tidak perlu takut. Ini semua salah ayahmu," jelas Zen setelah menghembuskan napas pasrah. Membuat Alvis terkejut. "Salahku?!" tanya Rai terkejut mendengar ucapan Zen. "Benar! Karena siapa dia memiliki sifat penyayang adik yang berlebihan ini? Beruntung anak perempuanmu memiliki sifat yang sama seperti kak Emerda," jelas Zen kesal. "Eh? Jadi kau melihat semuanya dari awal?" tanya Rai kaku. "Benar, dari T-A-D-I," jelas Zen dengan mengeja kata terakhir. Membuat Rai hanya bisa tertawa kaku.

"Baiklah aku minta maaf," ucap Rai pasrah. "Hah ... Sudahlah, sebaiknya kita makan malam sekarang," jelas Zen pasrah lalu berdiri tanpa menurunkan Uta. "Apa dia masih takut?" Tanya Rai bingung. "Sepertinya karena dia masih takut akan di cubit lagi jika aku menurunkannya," jelas Zen. Membuat Alvis menundukkan kepala sedih. zen mengusap kepala Alvis lembut dan berucap, "ini bukan salahmu."

Membuat Alvis merasa sedikit lebih baik. Namun, ia tidak tahu bagaimana cara memperbaiki masalah ini. Ia hanya senang bertemu dengan adik sepupunya. "Oh, Zen. Di mana Rika?" tanya Emerda bingung. "Dia sedang berdoa di kuil, biar pelayan yang memanggilkannya," jelas Zen sambil memberikan tanda kepada Alen. Alen menundukkan kepala sebentar lalu berjalan meninggalkan Zen dan yang lainnya untuk memanggil Rika.

Setalah itu, Zen dan yang lainnya langsung berjalan menuju ke ruang makan. Untuk segera menikmati makan malam bersama.

Bersambung...

Hai hai

Hayoo coba bayangin gimana manjanya Uta?

Hehe...
Via gak bisa bayangin karena terlalu manis!!!

Baiklah, sampai jumpa untuk bab berikutnya!!

Gokigenyou

Bab selanjutnya :

"Keberangkatan"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top